Mohon tunggu...
Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

13 Oktober 2016   07:21 Diperbarui: 13 Oktober 2016   13:37 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Mbok Nah dan Qohar berangkat ke sawah dengan diselingi guyon di sepanjang perjalanan. Tanpa terasa mereka sampai di sawah.

       “Alhamdulillah sudah pada menghijau.” Gumamnya dalam hati.

       “Mulai dari sini saja cucuku." Ajak Mbok Nah pada Qohar memulai pekerjaan menyiangi rumputan liar. "Bismillahirrahmanirrakhiim nyambut gawe蜉1.”

             Sambil mencabuti rumput mereka berdua berbincang-bincang ringan, lalu bermuara pada sebuah cerita peristiwa masa lalu tentang bagaimana susahnya hidup di masa penjajahan.

            Sewaktu negeri ini belum merdeka di pagi buta, Mbok Nah kedatangan seorang tamu dua orang tentara Belanda. Waktu itu Mbok Nah masih berumur sekitar lima belas tahun sedangkan adik Mbok Nah Sukarti masih berumur sembilan tahun. Pagi itu kedua orang tua telah pergi ke lereng-lereng gunung mencari umbi-umbian berupa talas, kerot, ganyong dan sejenisnya bersama kang Imran kakak Mbok Nah satu-satunya.

       Biasanya sebelum orang tua pergi kami sering diwanti-wanti agar jangan takut dalam menghadapi siapapun termasuk terhadap para tentara, bahkan kalau perlu perdayai para tentara agar mau memberikan bahan makanan. Kala itu mencari makan susahnya tiada terkira.

            Kedatangan dua orang tentara Belanda itu membuat Sukarti merinding ketakutan, namun Mbok Nah berusaha menenangkannya. Rupanya Maksud dan tujuan mereka datang hanya untuk mencari Kang Umar, seorang gerilyawan yang selama ini menjadi target operasi. Kang Umar yang bertubuh kurus itu terkenal sakti, tubuhnya tak mampu ditembus ratusan peluru. Seorang jawara kampung, menjadi andalan orang-orang pribumi. Ketika ditanyakan mengenai keberadaannya, Mbok Nah dan Sukarti menjawab tidak tahu menahu, namun karena didesak terus menerus. Kami pun mau membuka rahasia dengan syarat diberi imbalan. Tetapi kala itu mereka tidak membawa apapun, kami hanya diberi beberapa lembar mata uang.

            Dengan semburat kesedihan akhirnya Mbok Nah memberitahukan keberadaan Kang Umar, tetapi Sebelum memberitahukan keberadaan kang umar, terlebih dahulu Mbok Nah menyuruh Sukarti agar ke dapur. Mbok Nah hendak merencanakan sesuatu. Disuruhnya Sukarti mengambil getah air tuba dibelakang rumah. Saripati air tuba itu hendak disajikan bersama teh manis.

            Begitu perintah dijalankan, Mbok Nah lalu kembali menemui dua tentara belanda itu kemudian memberitahukan keberadaan kang Umar, yaitu di gua Ngerong. Jaraknya lumayan jauh dari kampung Bendo yaitu sekitar tujuh  belas kilometer. Tempat persembunyiannya itu telah bertahun-tahun menjadi markas para pejuang pribumi. Untuk bertapa, bersemedi dan mengasingkan diri guna untuk menyusun kekuatan yang lebih besar. Tetapi sebelum memberitahukan persembunyian kang Umar Mbok Nah sudah mengatur taktik sedemikian rupa sehingga mereka bisa betah berlama-lama bertamu dirumahnya.

Dengan cekatan  Mbok Nah menyuguhkan teh manis yang sebelumnya telah dicampur dengan air tuba. Mbok Nah terlebih dahulu pura-pura mengeluh sakit dibagian pinggulnya untuk mengalihkan sebuah perhatian. Setelah itu teh manis disuguhkan. Tak lama kemudian setelah meminum teh manis buatan Sukarti itu, dua orang serdadu itupun pergi, Mbok Nah dengan sigap membagi tugas kepada Sukarti agar segera memberitahukan pak Abdullah, tetua kampung perihal tempat persembunyian kang Umar yang telah diketahui tentara Belanda. Sementara itu Mbok Nah mengawasi dari jauh arah dan langkah kedua serdadu itu. Hanya berselang beberapa menit kemudian Mbok Nah dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan dua orang itu ngajal, menggelonjot hampir bersamaan tepat diatas lahan perkebunan kopi tak jauh dari perkampungan. Setelah keduanya dipastikan meninggal Mbok Nah mendekati mayat-mayatnya. Dari kedua mulutnya keluar busa yang tidak berukuran, lalu satu persatu dari pakaian mayat-mayat itu digeledah. Mbok Nah mendapati dua pistol laras panjang, dua puluhan mortir, tujuh selongsong peluru dan beberapa lembar mata uang negara kerajaan Belanda. Beberapa peralatan perang itupun lalu diserahkan kepada pak Abdullah Untuk keperluan para pejuang.

Selang beberapa minggu kemudian terdengar kabar penangkapan Kang Umar oleh tentara Belanda, selanjutnya Kang Umar dipenjarakan dan diasingkan di pulau Karimunjawa hingga akhir hayatnya. Sukarti kini sudah hidup berkecukupan di negeri sakura bersama Yuji Shiojiro suaminya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun