"Ya. Jadi Mbok." Jawab Mbok Sarmah sambil ngeloyor ke dalam rumah. " Aku ganti pakaian dulu”.
Mereka berangkat bersama. Mbok nah membawa setandan pisang dan sekilo gula merah. Tak ingin ketinggalan, Qohar segera membuntutinya setelah sebelumnya mengunci rumah rapat-rapat.
Di rumah Bambang bocah malang itu, Mbok Nah tertegun melihat kenyataan. Dengan segala upaya ia dan Mbok Sarmah berusaha membesarkan hati dan menghiburnya, sementara Qohar berdiam diri di teras rumah menunggu neneknya pulang. Miris menggambarkan cobaan yang dilakoni Bambang.
Di usianya yang ke tujuh berat badannya terus merosot. Tak jauh beda dengan anak berusia tiga tahun. Perutnya membusung, paru-parunya terlihat melebar dengan lekuk-lekuk tulang yang sangat kentara. Wajahnya pucat, kedua bola matanya cekung dengan keningnya yang semakin kentara jelas akan guratan-guratan daging tipis yang membalut tempurung kepalanya. Jari-jari kaki dan tangannya terlihat seperti kerangka yang bergerak-gerak dengan balutan kulit yang amat tipis setebal kain. Hanya daging tipis yang menghiasi tubuhnya, selebihnya seperti tengkorak yang bergerak-gerak. Di setiap ujung jari-jari kaki kirinya membusuk, membiru dan bernanah. Bambang demikian orang-orang memanggil bocah malang itu terus-terusan menitikkan air mata apabila keinginannya belum juga terpenuhi. Semisal merasakan sakit disekujur badannya yang ingin dipijat atau di obati. Dari kedua bibirnya yang terlihat kering tanpa sepatah katapun terucap. Seperti ada sesuatu yang ingin dikatakannya namun terasa sulit untuk melafadzkannya. Semenjak seminggu yang lalu mendadak ia tak bisa bicara. Hanya bisa dengan bahasa isyarat, paling jauh hanya bisa dengan menggeleng-gelengkan kepala. Di rumahnya yang hanya berdinding bambu beratapkan ilalang hanya ada Bambang dan kakak perempuannya Handayani yang setia menungguinya. Ayah Ibunya telah lama pergi meninggalkannya. Mengadu nasib di Ibu Kota.
Menyaksikan itu semua, Mbok Nah hanya bisa menjerit dalam bathin. Seakan-akan protes kepada Tuhan. Kenapa semua ini harus ditimpakan padanya? Tidak adakah orang lain yang lebih mampu dalam menghadapi ujianmu Yaa Tuhan? Mungkin saja orang-orang yang berkalang duka dan penderitaan itu akan menemukan kebahagiaannya di akhirat kelak. Bersanding menjadi manusia pilihan atau bahkan mungkin menjadi kekasihnya.
Di tengah malam mereka bertiga pamit pulang. Dengan membawa sejuta hikmah teriring rasa syukur1 kepada Tuhan atas karunia yang telah diberikan selama ini berupa kesehatan jasmani maupun rohani.
Pagi-pagi sekali Mbok Nah telah selesai menanak bubur merah putih. Untuk memperingati hari kematian kang karta. Sedangkan Qohar mempersiapkan daun pisang untuk bahan bungkusan bubur merah putih. Tak lupa jajanan tradisional ikut disertakan dalam bungkusan daun pisang. Selesai mempersiapkan semuanya Qohar lalu menyambangi rumah teman-temannya kemudian acarapun dimulai. Kali ini acaranya di Imami oleh mbok Nah sendiri. Di awali dengan bacaan Basmalah, Hamdalah lalu Istighfar kemudian Tahlil dan diakhiri doa.
Acara prosesi peringatan kematian kang karta yang digelar sederhana itu telah selesai. Bubur merah putih itupun dibagikan dengan disertai oleh-oleh berupa jajanan tradisional berupa pisang, pepaya dan jeruk sebagai buah tangan. Mbok Nah lalu kembali mengisi rutinitasnya, pergi kesawah bersama Qohar dengan membawa pupuk kompos setengah karung.
Sesampai dijalan raya perjalanan terhenti. Di ujung kampung di sepanjang pinggir jalan anak-anak muda Desa berkerumun menyaksikan arak-arakan rombongan pak Menteri yang tengah melintas entah kemana. Suara klakson mobil mulai bersaut-sautan persis suara ambulans. Di tambah suara sirine meraung-raung memekakkan telinga karena saking asingnya. Iring-iringan mobil pengawal Pak Menteri melaju dengan kecepatan tinggi. Sebuah perkampungan yang mulanya sunyi senyap mendadak penuh dengan gegap gempita euphoria kehidupan. Sekumpulan kambing dan kerbau berlarian seperti ada rasa kaget yang tiba-tiba mendera. Tanpa diduga sebelumnya banyak binatang ternak berhamburan kejalan Raya. Ternak-ternak itu yang biasa diikat disepanjang pinggiran jalan Raya tiba-tiba lepas karena saking takutnya dengan keadaan yang drastis. Orang-orang kampung hanya bisa menyaksikan dengan pasang-pasang mata yang penuh kedongkolan disepanjang pinggiran jalan Raya yang menjadi tempat penggembalaan ternak-ternak na'as itu. Akhir dari semua itu adalah banyaknya binatang ternak yang luka-luka dan hilang karena lari sekencang-kencangnya tak tentu arah. Adapula beberapa anakan ternak yang mati tertabrak mobil pengawal Pak Menteri.
Menyaksikan sandiwara nyata didepan mata hanyalah menyisakan trenyuh. Mbok Nah dan Qohar lalu kembali melanjutkan perjalanannya menuju sawah untuk memupuk tanaman-tanamannya dengan pupuk kandang setengah karung.
Happy birtday
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109