Pohon asem meski tinggi dan besar tetapi buahnya hanya seukuran jari, apabila telah masak dan mulai berjatuhan meski menghujani kepala beribu kali tidak akan menimbulkan rasa sakit ataupun luka yang serius. Tetapi seandainya pohon asem itu berbuah sebesar buah semangka atau mungkin sebesar labu pasti orang yang tertimpa akan pingsan dibuatnya atau bahkan mungkin bisa mati berdiri karenanya. Tetapi kebanyakan pohon yang besar dan tinggi buahnya tidak sebesar buah semangka. Semua itu adalah satu bukti keadilan Tuhan yang hanya dimengerti dan dipahami oleh orang-orang yang berfikir.
Tanpa disadarinya Mobil merah silver diparkir tak jauh dari pohon asem. Sebelumnya tak terdengar suara bising sama sekali. Tak seberapa lama kemudian keluar dua orang laki-laki dari dalam mobil. Salah satunya berkulit putih, matanya sipit dan berkacamata hitam. Dan seorang lagi berperawakan sedang seperti orang jawa pada umumnya. Mereka lalu menghampiri Mbok Nah yang tengah mengumpulkan buah Asem. Dengan agak terbata-bata berbahasa jawa salah seorang dari mereka lalu memperkenalkan diri. Seorang yang bermata sipit Pak Yusuf chen lau seorang wakil manajer direktur sebuah perusahaan minyak goreng dan juga pengelola perkebunan kelapa sawit. Dan seorang lagi Pak Amin ong gwe seorang Betawi berdarah jawa sunda menjabat Consultant dan merangkap sebagai wartawan lepas sebuah harian Ibu Kota. Mereka kemudian menanyakan kepada Mbok Nah perihal tanah kosong disepanjang jalan.
Mbok Nah kemudian menunjukkan lahan yang tengah mangkrak di dua tempat ditepi Jalan Raya. Dari selentingan yang beredar di masyarakat rencananya dua tanah kapling tersebut akan segera dijual oleh pemiliknya. Yang satu tempat milik Bu Marni tetangga jauh mbok Nah. Seorang perempuan paruh baya yang lebih mementingkan gengsi dari pada fungsi serta menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai seorang keturunan priyayi, trah darah biru. Perempuan paruh baya itu ingin menjual tanah kapling warisan ayahandanya untuk membiayai perjalanan ibadah Haji tahun depan. Yang kedua tanah kapling milik pak Sarwo yang rencananya akan hijrah ke Lampung membuka usaha warung pecel di sana.
Lahan itu berada dijalur lintas Provinsi, cocok untuk pengembangan usaha dengan hasil alamnya yang masih melimpah serta didukung ketersediaan bahan baku dari para petani yang relative murah. Sayangnya oleh orang-orang kampung tanah-tanah itu tidak dikelola dengan baik, bahkan tidak jarang di beberapa tempat dibiarkan mangkrak tidak tergarap sama sekali. Sedangkan pemiliknya kebanyakan menjadi kaum urban di perkotaan, menjadi buruh kaum borjuis.
Hari telah sore mentari di ufuk barat telah memberi pertanda sebuah sinyal akan segera membenamkan diri. Mbok Nah hanya menyarankan agar pertemuannya disambung dilain waktu, bertandang ke rumah. Mereka lalu mohon diri kemudian memberikan sebuah amplop berisi uang sebagai sebuah bentuk rasa terima kasih. Diterimanya amplop itu lalu dengan terburu-buru Mbok Nah dan Qohar bergegas melanjutkan perjalanan menuju kebun. Mengambil daun pisang, memanen cabe, kunyit dan sayur-sayuran.
Langit dibagian barat telah terbentang warna merah keemasan. Matahari seakan-akan tergesa-gesa membenamkan diri. perlahan rembulan memancarkan auranya. Bintang-bintang bermunculan di ikuti serbuan kelelawar yang hilir mudik mencari mangsa.
Selesai shalat maghrib dan berdzikir Mbok Nah teringat dua hari yang lalu Mbok Sarmah mengajaknya menjenguk Bambang. Bocah kecil seumuran Qohar yang menderita sakit cikungunya akut. Masih tergolek lemas hingga beberapa minggu lamanya. Tetangga kampung sebelah.
Selesai shalat Isya’ Mbok Nah ke rumah Mbok Sarmah, mengajaknya menjenguk Bambang.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
"Bagaimana? jadi menjenguk Bambang?"
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109