Mohon tunggu...
Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

13 Oktober 2016   07:21 Diperbarui: 13 Oktober 2016   13:37 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masya Allah......

Begitu suasana terasa aman lalu dikenakan kembali pakaianya, Mbok Nah tak peduli dengan para tetangga sawah yang melihatnya. Kemudian dengan cekatan Mbok Nah berlalu pergi menuju sawah pak Taufik mengambil jatah pengairan dan mengalirkan ke sawahnya. Peristiwa itu menjadi headline berita para ibu-ibu di pematang sawah beberapa hari lamanya.

Kebun yang digarap Shobari itu adalah milik Mbok Nah. Waktu itu ia punya lahan perkebunan di beberapa tempat, tidak semua lahan terawat baik, dibeberapa tempat dibiarkan tak digarap. Salah satunya adalah lahan yang dirawat pak shobari yang ditanami pohon pisang, nenas dan beberapa pohon jambu. waktu itu tanahnya diberikan pada Mbok Rini dengan perjanjian lisan. Sebuah perjanjian yang tidak tertulis. Sesuatu hal yang lumrah pada zamannya, mengingat pada masa itu tak semua orang bisa mengerti dan memahami baca dan tulis.

            Mbok Rini, Ibu dari Shobari keadaannya memprihatinkan kala itu. Hidup dengan serba kekurangan hingga kemudian mengundang rasa simpati dari Mbok Nah. Sebagai mahluk sosial, Mbok Nah tidak tega melihat kenyataan pahit di depan mata. Lalu disuruhlah Mbok Rini menggarap lahan tersebut Seumur hidup dengan syarat, apabila Allah lebih dulu mengambil nyawa Mbok Nah, maka tanah itu menjadi milik Mbok Rini. Dan sebaliknya apabila Mbok Rini diambil nyawanya oleh Allah terlebih dahulu maka tanah itu kembali menjadi milik Mbok Nah. Tetapi akhirnya Mbok Rini telah lebih dulu dipanggil ke haribaan Ilahi. Kini tanah itu jatuh ke tangan Mbok Nah dengan sendirinya. Atas kebijaksanaannya maka hasil kebun boleh di ambil anak-anaknya selama masih mau merawat dan memelihara lahan pekarangan tersebut dengan cara dibagi sepertiga. Awalnya Mbok Nah memberi pilihan satu per dua namun dari pihak anak-anak Mbok Rini tak menyetujui dan mengajukan usul agar dibagi satu pertiga. Dua bagian untuk anak-anak Mbok Rini dan satu bagian untuk Mbok Nah. Atas usulan itu Mbok Nah menyetujuinya. Tetapi agaknya sifat serakah yang pada dasarnya telah tertanam dalam setiap diri manusia menyeruak ke permukaan, bermetamorfosa menjadi wajah yang penuh kedengkian dan beringas. Shobari seorang lelaki yang telah memiliki banyak uban itu seolah ingin menguasainya

Tak ingin dirundung sedih yang tak berkesudahan setelah sebelumnya disapa Shobari dengan kata-kata yang tidak sepantasnya. Mbok Nah tak habis harapan untuk melanjutkan hidup. Dengan sisa serpihan asa yang ada Mbok Nah pergi ke kebun menuju dua buah pohon dua abad, pohon sawo. Diperhatikannya dengan seksama satu persatu penuh dengan buah. Sebagian telah terlihat tua dan sebagian lagi masih terlihat muda. Mbok Nah lalu memanggil qohar dengan suara datar, menyuruh untuk diambilkan horok.

"Haar ...Qohar!"

"Ada apa Mak?"

"Maknyak ambilkan horok蜉1 disamping rumah!"

"Ya Mak. Tunggu sebentar!!"

            Sawo telah terkumpul sebanyak dua ember lalu di sortir terlebih dahulu kemudian dicuci bersih dan dijemur hingga layu. Manisnya sawo tidak langsung bisa dinikmati kecuali yang sudah matang di pohon. Diperlukan serangkaian panjang mengiringi proses masa kematangannya. Hanya ada beberapa buah yang telah matang di pohon. Begitu dicecap berasa manis penuh air.

Alhamdulillah...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun