Ketidak berdayaan.
Biasanya setelah sarapan Mbok Nah pergi ke ladang, tetapi tidak di pagi itu. Kepalanya merasakan pusing. Dengan bergelayut rasa bimbang ia langkahkan kakinya menuju kebun pisang tak jauh dari rumahnya sambil membawa parang dan cangkul. Ia mengira dengan pergi ke kebun rasa nyeri yang dideritanya berangsur-angsur sembuh, karena tempatnya teduh dan tidak terlalu panas. Apalagi matahari, sang bola api raksasa telah merangkak mendaki hingga sepenggalah ketinggiannya.
Di kebun telah ada shobari sedang memanen pisang. Tak seperti biasanya hari itu shobari tak bertegur sapa dengan Mbok Nah. Dari raut muka dan sorot matanya terlihat seperti ada sesuatu yang ingin diutarakannya. Namun Ia hanya nggerundel蜉1 seperti orang yang sedang menahan amarah. Sebagai Orang tua Mbok Nah berusaha mengalah dengan mengawali sebuah pembicaraan.
"Pisangnya sudah tua Shob?" Tanya Mbok Nah serius tanpa basa-basi.
"Mau tua mau muda bukan urusanmu Mbok! memang apa hak Simbok melarang-larang!" Jawabnya seperti sengatan kalajengking. Dengan air muka memerah seperti hendak mengajak perang. Lelaki yang berjerawat hampir di seluruh badannya itu agaknya ingin menguasai tanah yang belum selesai dibukukan itu.
"Aku tidak melarang, kalau perlu ambil semua pisangnya!" Ucapnya dengan hati dongkol. Hatinya serasa teriris setelah mendengar perkataan Shobari yang kasar , kata-kata itu telah menghujam tepat di jantung hati perempuan tua itu. Hatinya berdarah dan meninggalkan luka, luka yang tidak mudah untuk diobati apalagi disembuhkan. Sambil menahan amarah Mbok Nah pergi meninggalkan kebunnya begitu saja.
Seumur hidup dalam kamus hidupnya selalu memegang prinsip pantang mengalah dan menangis dihadapan siapapun, bahkan pada preman kampung sekalipun. Tapi hari itu Mbok Nah yang setegar karang di lautan itu hanya bisa menjerit sakit didalam bathin. Lalu kemudian ditumpahkan di rumah. Qohar yang tak tau duduk perkaranya pun ikut-ikutan bersedih.
Mbok Nah adalah perempuan biasa yang gemar bersilaturrahim, namun bukan berarti Mbok Nah hidup tanpa musuh, ada saja rasa dengki dari sebagian tetangga maupun saudaranya sendiri tanpa diketahui sebabnya. Tetapi Mbok Nah selalu berusaha mengalah dan memposisikan dirinya sebagai orang tua yang lemah, ia merasa sebagai perempuan biasa yang lebih memilih menangis ketimbang beradu otot atau perang mulut apabila sedang terjadi kisruh dengan tetangga. Tetapi tidak demikian apabila menghadapi masalah dengan orang yang tidak begitu dikenalnya, bahkan dengan perangkat desa sekali pun.
Pernah suatu ketika Mbok Nah berhadapan dan perang mulut dengan pak Taufik seorang ladu. Akar masalahnya, waktu itu jatah pengairan belum selesai, tinggal kurang lebih hanya seperempatnya, namun Pak Taufik mengklaim telah selesai dan memutus mata rantai aliran air tersebut. Kontan Mbok Nah tak terima dan diacungkannya parang serta sebatang patahan pohon singkong. Dengan bersuara lantang Mbok Nah meminta jatah airnya dikembalikan, tetapi Pak Taufik tetap bergeming. Tak mempedulikan kemarahan Mbok Nah. Bahkan pak Taufik malah berbalik mengancam akan membabat habis seluruh tanaman padi dan sayurannya.
Segagah apapun Mbok Nah, ia juga seorang manusia yang punya hati sanubari, ia tak mungkin berbuat senekat itu dan pak Taufik tahu betul siapa itu Mbok Nah watak dan tabiat yang sebenarnya. Pak Taufik tak takut sama sekali dengan bentuk perlawanan dari Mbok Nah. Lelaki yang selalu berpenampilan necis, berkalung dan perutnya membuncit itu telah terbiasa menghadapi orang-orang yang dianggapnya membandel macam mbok Nah.
Mengetahui gertak sambalnya tak di gubris Mbok Nah tak habis akal. Di lucutinya pakaian yang menempel di badannya satu persatu hingga kemudian terlihat bertelanjang, tak sehelai benangpun yang menempel di tubuh Mbok Nah. Tanpa banyak kata Pak Taufik segera pergi meninggalkannya. Aksi gilanya itu sempat membuat pasang-pasang mata ibu-ibu buruh tandur disawah tetangga terbelalak dengan mulut menganga, tetapi mereka hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan semua itu.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109