Mohon tunggu...
Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

13 Oktober 2016   07:21 Diperbarui: 13 Oktober 2016   13:37 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Swiji bentuk roso tresno sangkeng Gusti Allah mareng poro kawulane iku, hakikote saben-saben manungso kapesten diwenehi ujian uriping dunyo. Saben-saben manungso kang katitis ono ingatase nduwur lemah kudu biso ngalahake ujineng ngalam dunyo ingkang datenge sangkeng gusti. Ora kalebu manungso pilihan kang agaweane nyerah lan pasrah tanpo arekoso. Opo maneh nyerah lan pasrahe tanpo obahe lelakon. Sak tumleking atusaning masalah kang thukul, sahinggo supados ditanamken ingatase awak dewene sifat gatot koco. Supoyo gampang olehe nemu kecukupaning bathin. Masalahing wong urip iku kapesten, ora nggo diwedheni, dilhayoni lan didhohi tinapi nggo diadhepi, sahinggo bakal dadi manungso kang mulyo.

Sebuah bentuk rasa cinta dan kasih sayang dari Tuhan kepada para hambanya. Pada hakikatnya setiap Manusia selalu diberi ujian dan tantangan. Setiap manusia yang terlahir di atas Bumi, sebagai konsekuensinya harus bisa dan berani menahlukkan akan sebuah tantangan dari sang Khalik. Namun bukan termasuk manusia pilihan apabila harus menyerah begitu saja. Apalagi penyerahan dan kepasrahannya sebelum babak pertandingan usai. Begitu kompleksnya suatu permasalahan hidup. Sehingga perlu  ditanamkan dalam diri manusia sifat ulet dan pantang menyerah. Agar mudah  mencapai titik klimaks  sebuah kepuasan bathin. Permasalahan hidup adalah suatu keniscayaan. Bukan untuk ditakuti, bukan untuk dikejar dan dijauhi. Tetapi untuk dihadapi. Sehingga kelak menjadi insan yang mendapat tempat yang tertinggi. 'Maqoomam mahmuuda'.

Sepeninggal Kang Karta Mbok Nah menjalani hidup bersama kedua putrinya, akan tetapi setelah dewasa putri pertamanya Marsinah secara diam-diam menyusul buleknya ke negeri Sakura, tetapi kepada Mbok Nah waktu itu ia menuturkan keinginannya pergi ke Jakarta menyusul Faridah tetangganya yang telah lebih dulu bekerja sebagai pedagang lontong pecel, karuan saja Mbok Nah tak mengijinkannya, tetapi toh akhirnya ia nekat pergi dari rumah. Putri keduanya meninggal beberapa saat setelah melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Qohar Abdullah. Sebelum meninggal ia sempat mengutarakan keinginannya pergi dari rumah ingin menyusul Marsinah ke negeri Sakura secepatnya. Namun Mbok Nah melarangnya,

            Sebenarnya Marsiyah ingin pergi ke negeri sakura lantaran ingin melupakan suatu masalah yang dianggapnya sebagai beban hidup. Ia mencoba untuk menafakuri jalan hidupnya yang monoton, ternyata suaminya kang Arman yang pengangguran itu belum bisa mencerna arti dari sebuah tanggung jawab. Seorang lelaki dengan kebiasaannya nongkrong dipinggir jalan dengan ditemani asap rokok dan secangkir kopi. Lama-lama marsiyah menyebut suaminya dengan sebutan lelaki tempe busuk, lanangan asu buntung.

Belum sempat ke negeri sakura menemui Marsinah ia telah lebih dulu memenuhi panggilan Ilahi, pergi menuju alam baka. Meski bathin Mbok Nah sebenarnya terpukul kala itu karena kehilangan seorang anak perempuan satu-satunya yang masih tersisa, namun ia berusaha tegar meski itu terasa berat. Mbok Nah hanyalah sesosok manusia yang terus mencoba untuk tawakkal dan berusaha mengikhlaskan kepergian putrinya. Toh kalaupun ditangisi dengan lelehan air mata seluas samudra marsiyah tak akan pernah kembali dan bertemu lagi dengannya, kecuali pertemuan itu hanya dalam mimpi.

            Setelah kepergian Marsiyah Mbok Nah mensiasati tangisan Qohar kecil dengan merelakan puting susunya yang telah keriput untuk dijadikan pengganti ASI. Walau pada hakikatnya sudah tidak bisa keluar air susu setetespun, tetapi agaknya telah membuat Qohar terhibur. Setiap hari Qohar kecil diberi asupan air tajin sebagai pengganti susu. Dan kini cucu satu-satunya yang senantiasa dicintainya itu hilang entah kemana. Ia telah mencoba bertanya kepada para tetangga tetapi hasilnya nihil. Mereka tidak mengetahui keberadaannya, para tetangga yang bersimpati datang silih berganti hingga sore menjelang lalu kemudian satu persatu pamit pulang.

            Di saat suasana kembali lengang pikirannya kembali buyar. Aneka macam makanan dan buah-buahan di meja pemberian tetangga sama sekali tak disentuhnya. Tidak ada nafsu makan dan juga gairah hidup malam itu. Meski galau bercampur rasa gundah, ia masih saja berharap dan tetap meyakini bahwa Qohar pasti kembali ke pangkuannya tetapi rasa khawatir itu semakin bergelayut dalam pikirannya. sekujur tubuhnya terasa berat seperti orang yang baru kerja seharian. Tubuhnya yang renta semakin lemas tak berdaya, hanya pasrah kepada yang Kuasa yang ia mampu. Ia mencoba berdiri dan berjalan menuju sumur mengambil air wudlu hendak melaksanakan shalat ashar. Belum sempat melaksanakan wudlu ia dikejutkan suara gesekan sendok dan piring. Alangkah terkejutnya Mbok Nah setelah melihat Qohar tengah menenteng sepiring nasi di ruang dapur yang bersebelahan dengan sumur.

     "Qohar!kamu masih ingat rumah?" Ujar Mbok Nah tak habis pikir."Ingat makan lagi.."

     "Saya lapar Mak!” Sergahnya. Mengalihkan pembicaraan.

     "Kalau lapar ya makan jangan keluyuran. Kamu tau!tadi kamu ku cari sampai buyeng"

     "Saya tidak tahu". Katanya polos."Ooiya Mak! Aku ingat tadi siang ngumpet dibawah kolong tempat tidur sampai ketiduran." Ujarnya berselidik mencoba mengingat kejadian barusan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun