Mohon tunggu...
Fiksiana

Mendung Tak Selamanya

13 Oktober 2016   07:21 Diperbarui: 13 Oktober 2016   13:37 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Sambil menangis sesenggukan ia berujar seraya berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatan konyolnya itu. Qohar yang masih polos itupun tak tau harus bagaimana, sedangkan Mbok Nah masih melanjutkan sandiwaranya tanpa mempedulikan tangisan Qohar yang terus memelas.

     "Mak! bangun Mak? nanti aku hidup dengan siapa?" Keluhnya. Tanpa terasa pipinya basah oleh air mata, diusapnya air mata yang bening itu.

Mbok Nah masih memejamkan matanya, tetapi ia tak kuasa menahan tawa, guratan senyum simpul yang samar tersungging semakin nyata.

"Aku tahu sekarang. Maknyak pura-pura kan?  Tuh kaan pipinya dekil, Aku kan gak bisa ditipu" Selidiknya sembari manggut-manggut.

"Tak bisa ditipu tapi kok nangis." Sahutnya ketus.

"Aku kan pura-pura." Kilahnya dengan wajah malu-malu.

"Hmm...pura-pura." Mbok Nah pura-pura mengiyakan meski hatinya ingkar.

            Tanpa terasa hari telah siang, suara burung terkuok mulai terdengar bersahut-sahutan di sudut-sudut sepanjang aliran sungai. Burung-burung kutilang pun tak mau kalah, mulai memamerkan suaranya yang khas, melengking cukup lama seperti seorang Qori'. Burung-burung itu memanggil kawanannya. Selang beberapa menit kemudian sekawanan burung kutilang terbang melayang meniti angin lalu hinggap di dahan-dahan di atas pucuk pohon kapuk randu. Seakan-akan suara lengkingan burung kutilang yang pertama adalah suatu instruksi dari atasan agar secepatnya mengatur barisan, bersatu dan bersama-sama mencari makan. Sementara di atas sana langit begitu cerah seperti terhampar karpet biru yang sangat luas. Sayup-sayup terlihat rembulan seperti merana dikesendiriannya. Kalah oleh pancaran sinar terik panasnya matahari.

            Mereka berdua pulang, Mbok Nah menanak nasi sementara Qohar mulai asyik bermain egrang, mainan kuno yang cukup menantang, sanggup memacu adrenalin lebih kencang. Qohar dalam bermain egrang bisa betah berlama-lama. Setelah bosan ia lalu mencoba tantangan baru. Ia ingin neneknya bingung dan panik dibuatnya. Qohar pergi ke kamar dan mengendap-endap masuk ke kolong tempat tidurnya. Cukup lama ia sembunyi hingga akhirnya tertidur.

            Usai memasak Mbok Nah mencari cucunya. Seluruh isi rumah telah diperiksa namun belum juga ditemukan. Ia mengira Qohar pergi kesungai seperti biasanya bersama teman-temannya. Setelah dicari kesana kemari ternyata tidak juga diketemukan. Tanpa terasa bulir-bulir air matanya terus menetes dari kelopak matanya yang cekung. Selama ini kedua bola matanya selalu kering, hanya basah dikala berdo'a di tengah malam dan ketika teringat susahnya hidup pada zaman penjajahan.

Kekuatan bathinnya yang kian ulet itu tak lepas dari peran suaminya. Ilmu siasat dari kang Karta itu diyakini telah merasuk ke dalam diri perempuan tua itu. Pesan-pesan kang Karta itu masih teringat dibenaknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun