“Sudah lama yang kedua sekitar seminggu yang lalu.”
“Jadi peristiwa itu terjadi hingga dua kali? Selorohnya dengan nada heran.”
“Iya dua kali.” Mbok Nah mengangguk perlahan.
Wawancara sore itu disiarkan secara live dibeberapa stasiun TV nasional. Semakin banyak wartawan dari luar kota yang ingin mengetahuinya lebih mendalam. Belum lagi para wartawan dan reporter tempo hari yang kecewa. Kabarnya mereka juga mulai merencanakan peliputan kembali nanti pagi.
Mbok nah mohon ijin ke dapur mengambil ubi jalar rebus. Sebaskom penuh ubi jalar rebus yang masih hangat itu lalu disajikan bersama teh manis hangat. Qohar sempat tak sengaja menjatuhkan satu gelas hingga pecah karena saking gugupnya. Mbok Nah berusaha memahaminya.
“Mbah! kami mohon kehadiran anda dalam sebuah acara kami di jakarta besok. Bisa kan?” Pinta Pak Amin sambil mendekat ke arah telinganya.
“Besok kapan? Saya tidak bisa.” Jawabnya sambil menggelengkan kepala.
“Lha bisanya kira-kira kapan mbah?”
“Entahlah. Saya juga belum tahu.”
“Masih ada sesuatu yang mengganjal? atau ada yang tak bisa ditinggal?”
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109