Padang rembulan seperti tepat diatas kepalanya. Ditengah malam itu mulai dirasakan sakit diperut lalu dicarinya tempat yang kering dibawah pepohonan hutan jati diantara rindangnya pohon kemuning. Saat berkontraksi rasa sakit diperut tak henti-hentinya mendera, rasa mulas yang luar biasa sakitnya tidak seperti biasanya. Sambil menahan rasa sakit dikumpulkannya helai demi helai dedaunan kering. Ditata sedemikian rupa untuk sekedar tempat berbaring. Sendirian Nyai Rasup bergulat antara hidup dan mati. Berteman pohon-pohon besar yang setia meneduhinya. Hanya sepercik sinar rembulan yang sudi menerobos masuk meneranginya, menemani dalam kesusahan. Di keheningan malam itu suasana pecah oleh tangis pertama kelahiran bayi mungil. Tangis bahagia menemaninya malam itu. Beralas dedaunan kering dilahirkannya seorang bayi perempuan tanpa sentuhan pertolongan dukun beranak, tepat ditengah malam. Bagaimana pedihnya perjuangan seorang nyai Rasup didalam melahirkan dan bertahan untuk bisa tetap hidup, sungguh tidak bisa dilukiskan hanya dengan kata-kata.
Pak Amin masih menunggu jawaban dari Mbok Nah lalu kembali bertanya dengan nada tinggi.
"Apakah Nenek sendiri tidak tahu jika semua ini adalah bentuk kedzaliman atau bahkan mungkin satu bentuk penjajahan baru?"
Mbok Nah tersentak oleh pertanyaan pak Amin yang kedua. Terputus dari lamunan panjangnya.
"Saya tahu! Ini sama artinya dengan penjajahan oleh sebangsanya sendiri, tetapi diriku hanyalah perempuan biasa tidak bisa berbuat apa-apa. Kemarin saja sewaktu mencoba protes barang secuil, anda tau sendiri apa yang ku alami kemudian?"
"Ya sudah. Mulai sekarang Nenek tidak perlu takut dan tidak perlu khawatir, biarlah dari pihak kami nanti yang akan mengurus semuanya."
Siang itu seluruh warga Desa Rakusan geger. Kantor kepala Desa digerebek pihak kepolisian. Akhir dari semua itu kepala Desa Rakusan beserta para kroni-kroninya ditangkap lalu ditahan dikepolisian. Lagi-lagi masyarakat Desa Rakusan tidak banyak yang tahu mengenai akar permasalahan itu. Warga Desa Rakusan hanya bisa menerka-nerka dengan kejadian dihari sebelumnya, yaitu peristiwa penahanan Aminah di balai desa. Kesimpangsiuran berita mengenai penggerebekan menjadi suatu keniscayaan. kemudian kecurigaan lagi-lagi mengarah kepada Mbok Nah yang diketahui sehari sebelumnya ditahan di balai Desa. Tak satupun warga Desa Rakusan yang tahu jika yang memperkarakan masalah itu adalah pak Amin.
Dalam sebuah perbincangan dihandphone tempo hari, pak Amin mengancam pihak kepolisian. Ancaman itu tidak main-main, apabila permintaan penahanan kepala Desa tidak diindahkan, maka pak Amin tidak segan untuk memberitakan ke publik perihal pembiaran dan kongkalikong antara kepolisian dengan pemerintah desa Rakusan serta pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab ke berbagai media.
Sejak peristiwa penggerebekan balai Desa Rakusan, pelan dan pasti Mbok Nah menjadi terkucil dari pergaulan. Ia menjadi sesosok mahluk yang terasing ditengah-tengah keramaian. Orang-orang disekitarnya tiba-tiba menjauh dan enggan untuk sekedar bertemu dengannya. Tiada lagi tegur sapa yang merapat padanya. satu-satunya yang masih tetap bersahabat hanyalah alam, alam pesawahan serta burung-burung dan ikan.
Sekelompok burung pipit pemakan padi mulai berkurang seiring terik panas mentari yang kian menyengat. Siang itu sehabis menunggui padi Mbok Nah hendak shalat dluhur. Diambilnya mukena di langit-langit gubuk, ternyata ada beberapa kotoran cicak yang menempel. Rupanya kemarin ia lupa membungkusnya dengan plastik. Mukena yang warnanya telah memudar itu lalu dicuci di kali sembari mandi di siang hari. Dengan mukena yang masih basah itu ia mendirikan shalat di atas bebatuan yang telah diberi alas jerami kering. Usai shalat ia berdzikir dalam rentang waktu cukup lama, tanpa terasa mukena yang dikenakannya mengering. Lama-lama ia mengantuk dan tertidur beberapa saat lamanya. Begitu terbangun ia teringat sesuatu yang terselip di bawah pohon nangka. Seutas plastik untuk membungkus mukenanya. Sekali waktu diperhatikannya pohon nangka dari bawah hingga ujung penuh dengan babal bakal buah. Ia pun berencana membuat gulai nangka muda untuk lauk musim panen yang akan datang.
Hamparan padi dari bawah hingga keatas lereng persawahan mulai menguning serempak. Tak lama lagi memasuki musim panen. Sebuah masa yang dinanti-nanti sekian bulan lamanya kini mulai nampak didepan mata.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109