Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Money

Bisnis (industri) Kopi Masih "Sunrise"?

30 Januari 2025   21:50 Diperbarui: 30 Januari 2025   21:50 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam lanskap ekonomi yang terus berkembang, istilah "industri sunrise" dan "industri sunset" sering digunakan untuk menggambarkan fase pertumbuhan atau penurunan suatu sektor. Industri sunrise merujuk pada sektor yang sedang mengalami pertumbuhan pesat dan memiliki prospek cerah di masa depan, sementara industri sunset mengacu pada sektor yang mengalami penurunan dan mungkin menuju keusangan. Namun, pertanyaan yang muncul adalah: apakah sebuah industri yang saat ini dianggap sunrise akan tetap berada dalam fase tersebut, ataukah ada kemungkinan pergeseran yang mengubah statusnya?

Dinamika Industri Sunrise

Industri yang dikategorikan sebagai sunrise biasanya ditandai dengan inovasi teknologi, permintaan pasar yang meningkat, dan potensi pertumbuhan yang signifikan. Contohnya, pada awal 2010-an, industri media sosial mengalami lonjakan pertumbuhan dengan munculnya platform seperti Facebook dan Twitter. Demikian pula, saat ini, industri kendaraan listrik (EV) di Indonesia menunjukkan tanda-tanda sebagai industri sunrise. Pemerintah Indonesia telah menetapkan peta jalan pengembangan EV hingga 2030, dengan target produksi mencapai 600 ribu unit untuk kendaraan roda empat atau lebih, dan 2,45 juta unit untuk roda dua. Investasi signifikan dari produsen global, seperti rencana BYD untuk menyelesaikan pabrik senilai $1 miliar di Subang pada akhir 2025, semakin memperkuat posisi industri ini. 

Faktor Penentu Keberlanjutan Status Sunrise

Meskipun sebuah industri mungkin saat ini berada dalam fase sunrise, beberapa faktor dapat mempengaruhi keberlanjutan status tersebut:

  1. Inovasi Berkelanjutan: Kemampuan industri untuk terus berinovasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi dan preferensi konsumen sangat penting. Industri yang stagnan dalam inovasi berisiko mengalami penurunan permintaan.

  2. Kebijakan Pemerintah: Dukungan regulasi dan insentif dari pemerintah dapat mendorong pertumbuhan industri. Sebaliknya, kebijakan yang tidak mendukung atau perubahan regulasi yang tiba-tiba dapat menghambat perkembangan.

  3. Dinamika Pasar Global: Perubahan dalam permintaan global, persaingan internasional, dan rantai pasok dapat mempengaruhi prospek industri. Misalnya, ketergantungan pada bahan baku impor dapat menjadi risiko jika terjadi gangguan pasokan.

  4. Kesadaran Lingkungan dan Sosial: Industri yang tidak memperhatikan aspek keberlanjutan dan tanggung jawab sosial mungkin menghadapi resistensi dari konsumen yang semakin sadar akan isu-isu tersebut.

Kasus Industri Tekstil di Indonesia

Industri tekstil di Indonesia pernah menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Namun, seiring berjalannya waktu, tantangan seperti persaingan global, perubahan tren mode, dan isu keberlanjutan membuat industri ini menghadapi tekanan. Beberapa pihak menganggapnya sebagai industri sunset. Namun, dengan inovasi seperti produksi benang ramah lingkungan dan adopsi teknologi Industri 4.0, industri tekstil berupaya mempertahankan relevansinya. 

Transformasi dari Sunrise ke Sunset

Tidak jarang sebuah industri mengalami transisi dari sunrise ke sunset. Contohnya, industri media cetak yang pernah berjaya kini menghadapi penurunan akibat digitalisasi. Demikian pula, industri batu bara yang dulunya menjadi sumber energi utama kini menghadapi tantangan seiring dengan pergeseran menuju energi terbarukan.

Strategi untuk Mempertahankan Status Sunrise

Agar tetap berada dalam kategori sunrise, industri perlu mengadopsi beberapa strategi:

  • Diversifikasi Produk dan Layanan: Mengembangkan produk atau layanan baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar saat ini dan masa depan.

  • Investasi dalam R&D: Meningkatkan investasi dalam penelitian dan pengembangan untuk mendorong inovasi.

  • Kemitraan Strategis: Bekerja sama dengan pihak lain, seperti institusi penelitian, pemerintah, atau perusahaan lain, untuk memperluas kapabilitas dan akses pasar.

  • Adopsi Teknologi Baru: Mengintegrasikan teknologi terbaru untuk meningkatkan efisiensi dan menawarkan nilai tambah kepada pelanggan.

Status sebuah industri sebagai sunrise tidaklah permanen. Dinamika pasar, inovasi teknologi, kebijakan pemerintah, dan faktor lainnya dapat mempengaruhi perjalanan sebuah industri. Oleh karena itu, penting bagi pelaku industri untuk terus beradaptasi, berinovasi, dan peka terhadap perubahan agar dapat mempertahankan pertumbuhan dan relevansi di pasar yang kompetitif.

Bagaimana Dengan Kopi?

Industri kopi Indonesia telah lama menjadi pilar penting dalam perekonomian nasional, baik sebagai sumber devisa melalui ekspor maupun sebagai bagian integral dari budaya konsumsi domestik. Namun, pertanyaan yang kerap muncul adalah: apakah industri ini masih berada dalam fase "sunrise" atau justru mulai memasuki fase "sunset"? Untuk menjawab pertanyaan ini, diperlukan analisis mendalam yang mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari tren produksi, konsumsi, hingga tantangan dan peluang yang dihadapi.

Tren Produksi dan Konsumsi Kopi di Indonesia

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi kopi Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2022 dengan total produksi sebesar 794.762 ton. Namun, estimasi untuk tahun 2023 menunjukkan penurunan produksi menjadi 789.609 ton. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kondisi cuaca yang tidak menentu akibat fenomena El Nio, serangan hama, dan kurangnya peremajaan tanaman kopi yang sudah tua. 

Di sisi lain, konsumsi kopi domestik menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Gaya hidup "ngopi" semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar. Pertumbuhan ini ditandai dengan menjamurnya kafe dan gerai kopi, baik lokal maupun internasional, yang menawarkan berbagai varian kopi untuk memenuhi selera konsumen. 

Dinamika Ekspor dan Posisi Indonesia di Pasar Global

Sebagai salah satu produsen kopi terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran penting dalam pasar kopi global. Namun, penurunan produksi pada tahun 2023 berdampak pada volume ekspor, yang turun menjadi 276.335,2 ton dari 433.881,1 ton di tahun sebelumnya. Nilai ekspor juga mengalami penurunan menjadi US$916,5 juta. 

Meskipun demikian, proyeksi untuk tahun 2024-2025 menunjukkan optimisme. Laporan dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memperkirakan produksi kopi Indonesia akan pulih, dengan estimasi mencapai 10,9 juta kantong seberat 60 kg. Pemulihan ini diharapkan dapat meningkatkan kembali volume ekspor dan memperkuat posisi Indonesia di pasar kopi global. 

Tantangan dan Peluang dalam Industri Kopi

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh industri kopi Indonesia adalah produktivitas yang relatif rendah. Data menunjukkan bahwa produktivitas kopi Indonesia tercatat sebesar 817 kilogram per hektar, yang lebih rendah dibandingkan negara-negara produsen kopi lainnya seperti Vietnam dan Brasil. 

Selain itu, perubahan iklim dan fenomena cuaca ekstrem seperti El Nio berdampak signifikan pada produksi kopi. Kondisi ini mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil panen, serta meningkatkan risiko serangan hama dan penyakit tanaman.

Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang yang dapat dimanfaatkan. Permintaan global terhadap kopi spesialti dan organik terus meningkat. Indonesia, dengan keanekaragaman varietas kopi dan kondisi geografis yang mendukung, memiliki potensi besar untuk mengembangkan segmen pasar ini. Inisiatif untuk meningkatkan kualitas produksi, sertifikasi organik, dan pemasaran yang tepat dapat membuka peluang ekspor ke pasar premium.

Inovasi dan Keberlanjutan sebagai Kunci Masa Depan

Untuk memastikan industri kopi Indonesia tetap berada dalam fase "sunrise", inovasi dan keberlanjutan harus menjadi fokus utama. Penerapan teknologi dalam proses produksi, seperti penggunaan mesin pemanggang kopi yang terotomasi dan pemanfaatan perangkat lunak untuk memantau kualitas, dapat meningkatkan efisiensi dan konsistensi produk. 

Selain itu, praktik pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan perlu diterapkan untuk menjaga kesuburan tanah dan keberlanjutan produksi. Program peremajaan tanaman, pelatihan bagi petani, dan diversifikasi produk turunan kopi dapat menjadi strategi untuk meningkatkan daya saing dan ketahanan industri.

Meskipun industri kopi Indonesia menghadapi berbagai tantangan, seperti penurunan produksi dan fluktuasi pasar, peluang untuk berkembang masih sangat terbuka. Dengan fokus pada peningkatan produktivitas, inovasi teknologi, dan praktik keberlanjutan, industri kopi Indonesia dapat mempertahankan posisinya sebagai sektor yang terus bersinar dan berkontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun