Di era revolusi digital, teknologi telah menjadi jantung perkembangan ekonomi, pendidikan, dan kehidupan sosial. Namun, di balik kemajuan yang begitu pesat, ketimpangan akses teknologi masih menjadi tantangan serius yang menciptakan jurang sosial-ekonomi antara mereka yang memiliki akses dan mereka yang tertinggal. Ketimpangan ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan isu multidimensional yang menyentuh aspek pendidikan, ekonomi, hingga kesenjangan geografis.
Dinamika Ketimpangan Akses Teknologi
Ketimpangan akses teknologi sering kali muncul karena kombinasi dari faktor ekonomi, geografis, dan sosial. Dalam konteks ekonomi, biaya perangkat digital dan akses internet yang masih mahal menjadi kendala utama bagi banyak masyarakat berpenghasilan rendah. Tidak semua keluarga mampu membeli perangkat seperti laptop, tablet, atau smartphone yang semakin menjadi kebutuhan esensial, terutama di dunia pendidikan dan pekerjaan.
Faktor geografis juga memperburuk situasi ini. Di daerah perkotaan, akses internet cenderung lebih cepat dan terjangkau. Sebaliknya, di pedesaan atau daerah terpencil, infrastruktur teknologi masih sangat terbatas. Wilayah-wilayah ini sering kali tidak memiliki jaringan internet yang stabil, dan biaya untuk membangun infrastruktur digital di daerah terpencil dianggap tidak ekonomis oleh banyak penyedia layanan.
Aspek sosial turut memperparah ketimpangan. Pendidikan yang rendah sering kali berhubungan dengan rendahnya literasi digital, yang berarti kelompok ini tidak hanya kesulitan mengakses teknologi tetapi juga tidak memiliki keterampilan untuk memanfaatkannya. Akibatnya, mereka semakin tertinggal dalam memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh teknologi.
Pendidikan dalam Bayang-Bayang Ketimpangan Teknologi
Sektor pendidikan adalah salah satu yang paling terdampak oleh ketimpangan akses teknologi. Selama pandemi COVID-19, misalnya, pembelajaran daring menjadi norma baru di seluruh dunia. Namun, tidak semua siswa memiliki akses yang sama ke perangkat digital atau koneksi internet.
Di Indonesia, banyak siswa di daerah terpencil terpaksa berhenti belajar karena ketiadaan perangkat atau sinyal internet. Bahkan ketika perangkat tersedia, kualitas pengajaran sering kali tidak optimal karena kurangnya pelatihan bagi guru dalam memanfaatkan teknologi secara efektif. Situasi ini menciptakan "generasi yang hilang," di mana kelompok tertentu kehilangan akses ke pendidikan berkualitas hanya karena kendala teknologi.
Ketimpangan dalam Dunia Kerja
Teknologi telah mengubah dinamika dunia kerja, dengan otomatisasi dan digitalisasi menciptakan berbagai peluang baru. Namun, kelompok yang tidak memiliki akses teknologi sering kali terjebak dalam pekerjaan dengan produktivitas dan pendapatan rendah.
Buruh kasar atau pekerja di sektor informal, misalnya, jarang memiliki akses atau literasi digital yang memadai untuk memanfaatkan peluang pekerjaan berbasis teknologi. Sementara itu, mereka yang sudah terampil dalam teknologi justru semakin meningkatkan kapasitasnya, menciptakan jurang yang semakin lebar antara pekerja dengan keterampilan tinggi dan rendah.