"Menulis adalah cara paling jujur untuk berbicara kepada dunia tanpa harus berteriak." Kalimat ini sering terlintas di pikiran saya setiap kali saya memulai tulisan baru di Kompasiana. Sebagai platform berbasis komunitas, Kompasiana memberikan ruang bagi siapa saja untuk berbagi pemikiran, pengalaman, dan opini. Namun, sering kali muncul pertanyaan dari teman atau kenalan serta kolega: "Kenapa kamu mau-maunya menulis di Kompasiana? Bukannya itu buang-buang waktu?"
"Jangan-jangan bener juga, karena insentif menulis artikel ilmiah biasanya dua digit!" hehehe..
Atau menulis buku ajar maupun monograf jauh lebih monetize ; sekali merangkuh dayung : point dan koin... Wow!
Bagi saya, pertanyaan itu adalah peluang untuk merefleksikan perjalanan menulis di Kompasiana, (saya menulis di kompasiana pertama kali 20 Januari 2024 tentang Resolusi 2024) yang tidak hanya menjadi sarana berbagi, tetapi juga tempat belajar, bertumbuh, dan menemukan makna. Berikut adalah beberapa pelajaran yang saya dapatkan dari pengalaman menulis di Kompasiana.
Pelajaran Utama yang Saya Dapatkan
1. Menulis untuk Membentuk Identitas Diri
Menulis di Kompasiana bukan sekadar menghasilkan artikel, tetapi tentang membangun narasi pribadi di tengah hiruk-pikuk digital. Ketika saya mulai menulis, saya menyadari bahwa setiap kata yang saya pilih mencerminkan siapa saya. Kompasiana memberikan kebebasan yang tidak saya temukan di platform lain. Tidak ada aturan ketat tentang topik atau gaya penulisan, sehingga saya bisa menulis tentang hal-hal yang benar-benar penting bagi saya. (Sebenarnya bisa saja Saya menulis apapun : asal viral, yang penting AU dsb, hehehe... )
Tapi ini bukan soal riuh tepuk tangan sorak sorai digital. Ini bagi Saya adalah bekal abadi untuk perjalanan abadi. Jadi, harus bermanfaat. Itulah sebabnya Saya ingin fokus di "cara asik belajar ilmu ekonomi" yang pasti sunyi senyap kayak kuburan di tahun baru (nah lho...)
Contohnya, salah dua artikel saya di Bulan Januari 2024 yang qodarulloh lansung AU setelah 10 hari menulis yang membahas tentang (silahkan cek sendiri, hahaha..). Tanggapan dari pembaca Kompasiana tidak hanya memberi saya semangat, tetapi juga menyadarkan saya bahwa cerita sederhana pun bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Dalam proses ini, saya belajar bahwa menulis adalah cara untuk menemukan dan memperkenalkan diri saya yang sesungguhnya. Sebenarnya sejak itu Saya juga sudah paham : kayak mana mainnya ini barang
2. Belajar dari Komunitas yang Beragam
Kompasiana adalah rumah bagi berbagai pemikiran, opini, dan sudut pandang. Menulis di sini berarti berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda. Komentar yang saya terima sering kali membuka wawasan baru atau bahkan memperbaiki pandangan saya tentang suatu hal.
Sebagai contoh, ketika saya menulis artikel tentang pentingnya literasi keuangan, ada seorang pembaca yang memberikan sudut pandang baru tentang cara pengelolaan uang di komunitas pedesaan. Hal ini mengingatkan saya bahwa tulisan bukan hanya tentang apa yang saya sampaikan, tetapi juga tentang bagaimana saya membuka ruang untuk diskusi dan saling belajar.
3. Konsistensi adalah Kunci Kemajuan
Menulis secara rutin di Kompasiana mengajarkan saya tentang pentingnya konsistensi. Dalam dunia digital yang penuh distraksi, mempertahankan jadwal menulis bukanlah hal mudah. Namun, saya menyadari bahwa semakin sering saya menulis, semakin baik kemampuan saya dalam mengolah ide dan menyusun narasi.
Salah satu artikel saya yang mendapat apresiasi luas adalah hasil dari usaha saya untuk terus menulis meski mengalami kebuntuan ide. Proses ini mengajarkan saya bahwa konsistensi adalah jembatan antara ide sederhana dan karya yang berarti.
Konsistensi juga Saya maknai tidak ikut-ikutan "nimbrung" membahas trending topik dan sebagainya tapi konsisten juga dengan peta tulisan dan stok artikel yang sudah antri naik tayang, ciee...
Tantangan dan Hambatan dalam Menulis di Kompasiana
Meskipun banyak pelajaran berharga, perjalanan menulis di Kompasiana tentu tidak tanpa hambatan.
1. Bukan Rasa Tidak Percaya Diri
Sebagai seorang penulis pemula, Sebagian mungkin sering merasa bahwa tulisannya tidak cukup baik untuk dipublikasikan. Ketika melihat artikel lain yang begitu apik, ada kalanya orang lain mungkin merasa kecil hati. Namun, saya sebaliknya. Saya justru sebenarnya (atau mungkin) terlalu percaya diri karena sudah terbiasa menulis sebagai tuntutan status, ahay...
Maksudnya justru inilah tantangannya ; bahwa hidup bukan soal merapa lebih baik akan tetapi berusaha jadi baik (tausiyah dikit yaa...)
2. Kritik dan Tanggapan Negatif
Berinteraksi dengan pembaca berarti membuka diri terhadap kritik, termasuk yang tidak konstruktif. Pada awalnya, saya mugkin merasa kesal dengan komentar negatif yang tidak relevan. Namun, seiring waktu, saya belajar untuk memfilter kritik, mengambil yang bermanfaat, dan mengabaikan yang tidak membangun. Tapi kenyataannya justru penuh puja-puji, wah gaswat ini! Saya bisa besar kelapa, besar kepala, besar lubang hidung atau lainnya yang tidak harus besar!
3. Tantangan Mengelola Waktu
Di tengah kesibukan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, mencari waktu untuk menulis adalah perjuangan tersendiri. Ada kalanya saya merasa lelah dan ingin menyerah. Namun, saya menyadari bahwa menulis adalah investasi jangka panjang untuk pengembangan diri. Ada banyak yang membahas ini ; peta topik, stok artikel dsb.
Refleksi: Melangkah ke Depan dengan Optimisme
Dunia digital terus berkembang, dan begitu pula Kompasiana. Untuk bertahan dan terus berkembang, saya menyadari bahwa saya perlu beradaptasi. Berikut adalah langkah-langkah yang saya rencanakan:
- Mengembangkan Gaya Penulisan yang Lebih Menarik
Saya ingin terus bereksperimen dengan berbagai gaya dan format tulisan agar dapat menjangkau audiens yang lebih luas. Ini terus terang sangat menantang tapi layak dicoba. - Menggunakan Data dan Fakta yang Kuat
Tulisan berbasis data selalu memiliki daya tarik lebih. Saya berkomitmen untuk memperkuat artikel saya dengan riset mendalam. Tapi ga monetize, hahaha... - Memanfaatkan Teknologi Digital
Dengan adanya teknologi seperti analitik dan AI, saya dapat memahami tren pembaca dan meningkatkan kualitas tulisan saya. - Sebenarnya ini adalah bagian dari riset pribadi Saya (alias ga ada sponsor) tentang berbagai hal. Semoga ada waktu menyampaikan hasilnya kelak. Aamiin.Â
Kompasiana telah menjadi bagian penting dari perjalanan menulis saya. Meskipun ada tantangan, setiap langkah dalam proses ini memberikan pelajaran berharga. Saya percaya bahwa menulis bukan hanya tentang menghasilkan karya, tetapi juga tentang membangun koneksi, berbagi pengalaman, dan meninggalkan jejak positif di dunia digital.
Jadi, mengapa saya mau-maunya menulis di Kompasiana? Karena di sinilah saya menemukan panggilan, belajar bertumbuh, dan berbagi cerita kepada dunia.Â
Terima kasih kepada semua pihak : kompasiana, kompasianer dan semua orang Indonesia. Saya ingin menyebut beberapa nama tapi kuatir nanti yang lain komplain, jadi ga jadi ajah! Hehehe...Â
Selamat Tahun Baru!
Apa resolusi Anda?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI