Ketahanan pangan adalah isu global yang semakin kompleks di tengah tantangan perubahan iklim, konflik geopolitik, dan kebijakan perdagangan internasional. Sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tekanan besar untuk menjaga ketersediaan, aksesibilitas, dan kualitas pangan bagi masyarakatnya. Dalam konteks ini, kebijakan internasional memainkan peran signifikan, baik sebagai peluang maupun ancaman bagi ketahanan pangan nasional. Artikel ini akan mengupas bagaimana kebijakan internasional memengaruhi ketahanan pangan Indonesia, memberikan contoh konkret, serta membandingkannya dengan kasus serupa di negara lain.
Dinamika Perdagangan Global dan Ketergantungan Impor
Salah satu pengaruh terbesar kebijakan internasional terhadap ketahanan pangan Indonesia adalah melalui perdagangan global. Indonesia masih bergantung pada impor bahan pangan strategis, seperti gandum, kedelai, dan gula. Kebijakan tarif atau embargo yang diterapkan oleh negara eksportir dapat langsung memengaruhi pasokan pangan di Indonesia. Misalnya, konflik Rusia-Ukraina yang memengaruhi ekspor gandum telah menyebabkan kenaikan harga tepung terigu di Indonesia. Hal ini berdampak pada naiknya harga produk turunan seperti roti dan mi instan yang menjadi konsumsi utama masyarakat.
Sebagai perbandingan, India yang juga merupakan importir pangan strategis mengambil langkah berbeda. Saat krisis gandum terjadi, India melarang ekspor untuk menjaga pasokan domestiknya. Keputusan ini menunjukkan bagaimana kebijakan internasional yang proteksionis dapat menciptakan ketegangan dalam rantai pasok global. Indonesia perlu belajar dari situasi ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor dan mengembangkan kemandirian pangan.
Perjanjian Internasional dan Standar Global
Perjanjian internasional seperti Agreement on Agriculture (AoA) di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) turut memengaruhi kebijakan pangan domestik. Salah satu klausul AoA adalah penghapusan subsidi yang dianggap mendistorsi perdagangan global. Indonesia, yang memberikan subsidi bagi petani kecil untuk meningkatkan produktivitas, menghadapi dilema antara memenuhi kewajiban internasional dan melindungi petaninya.
Dalam konteks ini, negara maju sering kali menjadi sorotan karena masih memberikan subsidi besar bagi sektor pertaniannya. Uni Eropa, misalnya, menerapkan Common Agricultural Policy yang memberikan subsidi kepada petani untuk mempertahankan produksi dan stabilitas harga. Ketidakadilan ini memengaruhi daya saing produk pangan dari negara berkembang, termasuk Indonesia, di pasar global.
Perubahan Iklim sebagai Tantangan Global
Kebijakan internasional terkait perubahan iklim juga memberikan dampak besar pada ketahanan pangan Indonesia. Kesepakatan Paris, misalnya, mendorong negara-negara untuk mengurangi emisi karbon. Namun, transisi menuju praktik pertanian berkelanjutan memerlukan investasi besar. Bagi Indonesia, yang mayoritas petaninya adalah petani kecil, implementasi kebijakan ini menjadi tantangan besar.
Sebagai contoh, proyek internasional seperti Sustainable Rice Platform (SRP) yang didukung oleh UNEP dan FAO bertujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi padi sambil mengurangi dampak lingkungan. Meskipun inisiatif ini membantu menciptakan sistem pertanian yang lebih hijau, petani kecil sering kali kesulitan untuk mengadopsi teknologi baru karena keterbatasan akses terhadap pendanaan dan pelatihan. Oleh karena itu, kebijakan internasional yang tidak disertai dukungan teknis dan finansial bisa menjadi bumerang bagi negara berkembang.
Dampak Konflik Geopolitik