Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Swasembada Industri Pertahanan (83): Sistem Kendali Senjata Canggih

17 November 2024   20:02 Diperbarui: 17 November 2024   20:17 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kemandirian dalam produksi sistem kendali senjata canggih merupakan elemen krusial dalam memperkuat ketahanan nasional. Di tengah dinamika geopolitik global yang semakin kompleks, kemampuan suatu negara untuk mengembangkan dan memproduksi teknologi militer secara mandiri menjadi tolok ukur kedaulatan dan kekuatannya di kancah internasional. Bagi Indonesia, yang memiliki luas wilayah strategis serta tantangan keamanan yang beragam, kemandirian ini tidak sekadar pilihan, tetapi kebutuhan mutlak untuk melindungi kepentingan nasional di masa depan.

Urgensi Kemandirian Teknologi Militer

Kemandirian teknologi militer berarti kemampuan suatu negara untuk merancang, memproduksi, dan mengoperasikan perangkat militer tanpa ketergantungan signifikan pada pihak asing. Dalam konteks sistem kendali senjata canggih, hal ini mencakup berbagai teknologi seperti sistem panduan rudal, drone bersenjata, hingga perangkat komunikasi enkripsi tinggi. Ketergantungan pada impor teknologi senjata memiliki risiko strategis, seperti potensi embargo senjata yang dapat melumpuhkan pertahanan negara, serta ancaman backdoor dalam perangkat teknologi yang diimpor.

Sebagai contoh, pengalaman Iran menghadapi embargo militer dari negara-negara Barat menunjukkan betapa pentingnya kemandirian teknologi. Iran mampu mengembangkan rudal balistiknya secara mandiri setelah menghadapi pembatasan selama dekade 1980-an. Hal ini tidak hanya mengamankan pertahanannya tetapi juga meningkatkan posisi tawarnya secara politik. Indonesia harus belajar dari kasus ini, terutama mengingat tantangan serupa dapat terjadi sewaktu-waktu.

Potensi Indonesia dalam Teknologi Militer

Indonesia memiliki potensi besar untuk mandiri dalam bidang ini. Dengan populasi muda yang melimpah dan banyaknya institusi pendidikan teknik berkualitas, basis pengembangan teknologi militer sebenarnya sudah tersedia. Sebagai contoh, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama PT Pindad telah menunjukkan kemajuan dalam pembuatan senjata ringan dan kendaraan tempur. Namun, sistem kendali senjata canggih, seperti teknologi kendali jarak jauh untuk drone militer, masih membutuhkan banyak investasi dan riset lebih lanjut.

Kolaborasi antara lembaga pemerintah dan sektor swasta bisa menjadi kunci keberhasilan. Di Amerika Serikat, misalnya, pengembangan teknologi militer canggih seringkali didorong oleh kerjasama erat antara Pentagon dan perusahaan teknologi besar seperti Lockheed Martin dan Raytheon. Indonesia bisa mengadaptasi model ini dengan melibatkan perusahaan teknologi lokal yang berbasis di Bandung atau Yogyakarta untuk menjadi mitra strategis.

Tantangan dalam Mewujudkan Kemandirian

Namun, mewujudkan kemandirian teknologi tidaklah mudah. Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan anggaran pertahanan. Dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, alokasi anggaran militer Indonesia relatif kecil, sehingga prioritas sering kali diberikan pada pembelian peralatan siap pakai daripada investasi jangka panjang dalam penelitian dan pengembangan.

Selain itu, hambatan birokrasi juga memperlambat proses inovasi. Regulasi yang kompleks sering kali menghambat kolaborasi antara peneliti dan industri. Sebagai contoh, izin untuk pengujian teknologi baru sering memakan waktu bertahun-tahun, yang berujung pada hilangnya momentum dalam pengembangan proyek strategis. Dalam hal ini, diperlukan reformasi regulasi agar proses inovasi dapat berjalan lebih lancar.

Tidak kalah penting, tantangan lain terletak pada akses terhadap komponen teknologi tinggi. Banyak komponen kritis, seperti semikonduktor dan sensor presisi tinggi, masih harus diimpor dari negara-negara maju. Di tengah persaingan global untuk mendapatkan komponen-komponen ini, Indonesia sering kali tidak memiliki daya tawar yang cukup besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun