Misalnya, lembaga penelitian seperti LIPI atau BRIN dapat bermitra dengan perguruan tinggi dan perusahaan teknologi lokal untuk mengembangkan algoritma ML yang spesifik untuk kebutuhan pertahanan.
Kedua, investasi dalam pendidikan dan pelatihan di bidang kecerdasan buatan harus menjadi prioritas. Program beasiswa atau pelatihan khusus dapat membantu mencetak generasi baru ahli ML yang mampu mendukung transformasi ini. Langkah ini dapat didukung dengan menciptakan ekosistem inovasi, seperti inkubator teknologi atau pusat riset berbasis pertahanan.
Ketiga, pengembangan infrastruktur teknologi yang memadai menjadi keharusan. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengambil pelajaran dari negara-negara lain yang berhasil membangun jaringan pusat data berteknologi tinggi untuk mendukung analisis berbasis ML. Infrastruktur ini tidak hanya penting untuk pengolahan data tetapi juga untuk memastikan kelangsungan operasional sistem berbasis ML.
Potensi pembelajaran mesin dalam industri pertahanan mandiri sangat besar, dengan aplikasi yang mencakup pengawasan, intelijen, hingga simulasi pelatihan. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, Indonesia harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan sumber daya manusia hingga isu keamanan dan etika.Â
Dengan strategi yang tepat, kolaborasi lintas sektor, dan investasi yang berkelanjutan, Indonesia dapat memanfaatkan teknologi ini untuk memperkuat kedaulatan dan keamanan nasional. Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan efektivitas pertahanan tetapi juga mempercepat transformasi teknologi di berbagai sektor lainnya, menjadikan Indonesia lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H