Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Swasembada Industri Pertahanan (69): Transformasi Menyongsong Ancaman Non-Tradisional

15 November 2024   11:29 Diperbarui: 15 November 2024   12:12 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kolaborasi Lintas Sektor dan Peran Sektor Swasta

Transformasi industri pertahanan dalam menghadapi ancaman non-tradisional memerlukan sinergi antara pemerintah, militer, akademisi, dan sektor swasta. Dalam menghadapi ancaman siber, misalnya, keterlibatan perusahaan teknologi dan para pakar keamanan digital menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Sektor swasta sering kali memiliki akses lebih cepat terhadap inovasi teknologi terkini yang sangat penting dalam menangkal serangan siber. Perusahaan teknologi besar seperti Google, Microsoft, dan IBM kini banyak bekerja sama dengan pemerintah untuk membangun infrastruktur keamanan digital yang lebih kuat, memitigasi serangan siber, dan menciptakan jaringan yang aman.

Contoh dari keterlibatan sektor swasta ini dapat dilihat dari pendekatan Amerika Serikat dalam melibatkan Silicon Valley dalam strategi keamanan nasional. Perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley dilibatkan secara aktif dalam pengembangan alat dan sistem keamanan digital yang digunakan oleh militer dan pemerintah AS. Hal ini memungkinkan pemerintah memiliki akses terhadap teknologi terbaru, sementara sektor swasta mendapat dukungan untuk menciptakan produk-produk yang lebih kuat dan tahan terhadap serangan.

Adaptasi Kebijakan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Ancaman non-tradisional yang semakin berkembang menuntut pula adanya perubahan dalam kebijakan keamanan dan pertahanan, yang tentunya harus diikuti oleh peningkatan sumber daya manusia (SDM). Pengembangan SDM kini tidak lagi terbatas pada prajurit atau personel militer, tetapi juga mencakup ahli keamanan siber, pakar epidemiologi, dan ilmuwan data yang memiliki keahlian khusus dalam mendeteksi dan merespons ancaman non-tradisional. Pelatihan bagi para personel pertahanan pun harus diperluas, mencakup pelatihan dalam bidang teknologi informasi, analisis data, serta pemahaman terhadap ancaman biologis dan ekologis.

Beberapa negara telah mulai mengintegrasikan pelatihan keamanan siber ke dalam kurikulum militer dan program pelatihan pemerintah lainnya. Di Singapura, misalnya, setiap tentara wajib mengikuti pelatihan dasar keamanan siber sebelum menjalankan tugas, sebagai langkah awal dalam membentuk kesadaran akan pentingnya keamanan digital. Langkah ini tidak hanya meningkatkan kapasitas pertahanan negara tersebut, tetapi juga memperkuat kesadaran akan pentingnya keamanan siber dalam masyarakat secara keseluruhan.

Tantangan dalam Transformasi Industri Pertahanan

Kendati transformasi industri pertahanan untuk menghadapi ancaman non-tradisional ini menjadi suatu keharusan, terdapat berbagai tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah tantangan terkait regulasi dan kebijakan yang mungkin tertinggal dari kemajuan teknologi. Ancaman siber, misalnya, memerlukan regulasi internasional yang jelas untuk menghindari konflik dan memperkuat kolaborasi antarnegara. Sayangnya, perbedaan kepentingan politik dan ekonomi sering kali menghambat tercapainya kesepakatan global mengenai keamanan siber.

Selain itu, isu pendanaan juga menjadi faktor penting dalam transformasi ini. Pengembangan teknologi canggih seperti AI dan infrastruktur siber memerlukan investasi yang besar. Negara-negara berkembang sering kali kesulitan dalam mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pengembangan teknologi pertahanan, terutama di tengah keterbatasan anggaran yang harus dibagi dengan sektor lain yang juga penting seperti pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, negara maju seperti Amerika Serikat dan Tiongkok yang memiliki anggaran besar mampu melakukan inovasi yang lebih cepat dan agresif, sehingga menciptakan kesenjangan kemampuan pertahanan antara negara maju dan berkembang.

Menyongsong Masa Depan Pertahanan yang Lebih Adaptif

Transformasi industri pertahanan dalam menghadapi ancaman non-tradisional bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga menyangkut perubahan paradigma dan adaptasi berkelanjutan. Di era yang semakin kompleks ini, pendekatan satu dimensi dalam menghadapi ancaman sudah tidak relevan. Ke depan, diperlukan sistem pertahanan yang lebih adaptif, mampu merespons dengan cepat terhadap perubahan situasi global, dan memiliki fleksibilitas untuk mengintegrasikan beragam elemen pertahanan, baik itu fisik maupun digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun