Lautan telah lama menjadi arena strategis dalam menjaga kedaulatan suatu negara. Di tengah peningkatan ketegangan di perairan internasional, khususnya di kawasan Indo-Pasifik, pengembangan sistem pertahanan laut yang mandiri menjadi kebutuhan mendesak bagi negara-negara kepulauan seperti Indonesia. Sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia perlu mengembangkan sistem pertahanan laut yang mampu melindungi wilayah perairannya dari ancaman eksternal. Namun, meskipun terdapat peluang besar untuk mencapai kemandirian ini, ada pula tantangan kompleks yang harus dihadapi, baik dalam aspek teknologi, sumber daya manusia, maupun pendanaan.
Potensi Kemandirian Sistem Pertahanan Laut
Kemandirian dalam sistem pertahanan laut dapat memberikan keuntungan strategis yang besar bagi Indonesia. Salah satu potensi utama adalah kemampuan untuk mengontrol sepenuhnya keamanan di perairan nasional tanpa ketergantungan pada teknologi asing. Sebuah sistem yang sepenuhnya dikembangkan dan diproduksi di dalam negeri memungkinkan peningkatan keamanan data serta kontrol penuh terhadap perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan. Negara-negara yang telah berhasil menciptakan sistem pertahanan laut mandiri, seperti Jepang dan Korea Selatan, mampu menjaga kedaulatan laut mereka dengan lebih efektif dan fleksibel.
Indonesia dapat belajar dari model-model ini, dengan memulai dari tahap pengembangan yang bertahap, seperti melalui produksi kapal perang, radar pantai, dan sistem deteksi bawah laut. Upaya ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada impor, tetapi juga memperkuat industri dalam negeri melalui kolaborasi antara pemerintah, industri, dan lembaga riset nasional. Jika pengembangan ini berhasil dilakukan, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam sektor pertahanan maritim di kawasan ASEAN, memberikan keuntungan geopolitik serta menciptakan lapangan kerja baru di bidang teknologi maritim.
Tantangan Teknologis: Membangun Infrastruktur Pertahanan Laut yang Mandiri
Meskipun ada peluang besar untuk mandiri, tantangan dalam pengembangan teknologi pertahanan laut masih sangat besar. Peralatan dan teknologi militer laut, seperti kapal selam, sistem sonar, dan perangkat deteksi bawah laut lainnya, membutuhkan tingkat teknologi yang canggih. Sebagai contoh, pembuatan kapal selam konvensional saja membutuhkan sumber daya manusia yang terampil dalam berbagai bidang, mulai dari teknik mesin hingga ilmu kelautan, yang tidak mudah didapatkan.
Indonesia memiliki keterbatasan dalam hal teknologi pembuatan kapal selam dan perangkat deteksi modern lainnya. Selain itu, negara-negara maju sering kali menempatkan pembatasan ekspor pada teknologi tertentu, yang dapat membatasi akses Indonesia terhadap teknologi yang diperlukan untuk pengembangan sistem pertahanan laut. Tanpa teknologi mutakhir, efektivitas sistem pertahanan laut dalam mendeteksi ancaman potensial akan berkurang secara signifikan, terutama jika dibandingkan dengan kekuatan militer negara tetangga yang memiliki anggaran dan sumber daya lebih besar.
Tantangan Anggaran dan Keterbatasan Finansial
Anggaran pertahanan sering kali menjadi kendala terbesar dalam upaya mencapai kemandirian sistem pertahanan laut. Membiayai proyek-proyek besar seperti pembuatan kapal patroli atau kapal selam membutuhkan investasi yang signifikan. Saat ini, anggaran pertahanan Indonesia cenderung dialokasikan untuk kebutuhan dasar, seperti pemeliharaan alutsista dan operasi rutin. Keterbatasan ini menghambat proses pengembangan teknologi militer yang membutuhkan penelitian dan pengembangan (R&D) jangka panjang.
Sebagai perbandingan, Australia, yang secara geografis juga negara kepulauan, menginvestasikan anggaran besar untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir dan armada kapal perang canggih melalui kemitraan dengan negara lain. Sementara itu, Indonesia perlu merancang strategi anggaran yang efisien agar mampu bersaing di tingkat regional, misalnya dengan memprioritaskan pengembangan teknologi kunci yang relevan dengan kondisi geografis negara.
Kebutuhan Sumber Daya Manusia dan Kolaborasi Lintas Sektor