Cinta dalam generasi keempat ini membawa kebebasan baru---kebebasan untuk mencintai dengan cara yang berbeda, tetapi tetap berpijak pada fondasi yang sama. Mereka menemukan bahwa cinta, meski hadir dalam berbagai bentuk, tetaplah hal yang abadi, sebagaimana yang ditunjukkan Opa dan Oma melalui setiap tindakan, setiap pandangan yang saling berbicara tanpa kata.
Renungan di Bawah Bintang
Pada malam hari perayaan Diamond Wedding mereka, Opa dan Oma duduk di taman belakang rumah, ditemani oleh suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan. Langit malam yang cerah, bertabur bintang, seakan ikut merayakan cinta mereka. Dalam heningnya malam, terdengar suara Oma berbisik pelan, "Apakah kau ingat saat pertama kali kita duduk di sini, Tjiptadinata? Saat itu, kita hanya berdua, sekarang lihatlah... cinta kita telah menjadi harta yang diwariskan ke generasi berikutnya."
Opa mengangguk, matanya menatap bintang-bintang di atas, seolah mencari kilasan masa lalu. "Aku ingat segalanya, Roselina. Setiap momen bersama adalah berlian yang berkilauan di dalam ingatan. Dan lihatlah, cinta kita kini hidup dalam setiap keturunan kita, menerangi jalan mereka."
Dan di malam itu, di bawah langit penuh bintang, warisan cinta Opa Tjiptadinata Effendi dan Oma Roselina Tjiptadinata tidak hanya hidup dalam kenangan, tetapi juga dalam hati generasi keempat mereka---cinta yang tak akan pernah pudar, cinta yang akan terus tumbuh, seperti pohon yang akar-akarnya menembus jauh ke dalam tanah, memberi kehidupan dan harapan bagi masa depan.
Cinta ini adalah simfoni tiga generasi---dan kini, dalam generasi keempat, melodi itu akan terus bergema, semakin kuat, semakin indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H