Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

10 "Bali Baru"

4 Oktober 2024   09:33 Diperbarui: 4 Oktober 2024   10:03 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia, dengan keindahan alamnya yang memukau dan kekayaan budayanya yang luar biasa, telah lama dikenal sebagai salah satu destinasi wisata utama di dunia. Bali, sebagai ikon pariwisata, telah menarik jutaan wisatawan lokal maupun mancanegara setiap tahunnya. Namun, seiring meningkatnya tekanan terhadap infrastruktur dan lingkungan di Bali, pemerintah Indonesia meluncurkan inisiatif untuk menciptakan "10 Bali Baru" sebagai upaya diversifikasi destinasi wisata. Inisiatif ini bertujuan untuk menyebarkan arus wisatawan ke berbagai wilayah lain di Indonesia, sekaligus meningkatkan pembangunan ekonomi di daerah-daerah tersebut.

Pertanyaannya adalah, mungkinkah rencana ambisius ini diwujudkan? Dan apakah Indonesia mampu menciptakan sepuluh destinasi wisata baru yang dapat menandingi daya tarik global Bali?

Potensi Wisata Indonesia yang Beragam

Indonesia memiliki kekayaan alam yang tidak tertandingi, dari pantai berpasir putih, pegunungan yang menjulang tinggi, hutan tropis yang lebat, hingga kekayaan bawah laut yang mempesona. Destinasi seperti Danau Toba di Sumatera Utara, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, hingga Raja Ampat di Papua Barat sudah lama dikenal memiliki potensi pariwisata kelas dunia. Oleh karena itu, ide untuk menciptakan "10 Bali Baru" bukanlah hal yang tidak realistis.

Namun, yang menjadi tantangan utama adalah bagaimana mengelola dan mengembangkan potensi tersebut secara berkelanjutan, baik dari segi infrastruktur, sosial, maupun lingkungan. Bali tidak dibangun dalam semalam, tetapi melalui proses panjang yang melibatkan pembangunan infrastruktur, branding pariwisata, dan investasi dalam berbagai sektor pendukung seperti perhotelan, kuliner, serta transportasi.

Untuk menciptakan "Bali Baru," setiap destinasi harus memiliki daya tarik unik yang bisa membuat wisatawan tertarik berkunjung. Keberagaman budaya dan alam di Indonesia memberikan peluang ini. Namun, keberhasilan Bali tidak hanya disebabkan oleh alamnya yang indah, melainkan juga bagaimana Bali dikemas sebagai destinasi yang memberikan pengalaman budaya, spiritual, dan relaksasi yang menyeluruh. Ini adalah sesuatu yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam mengembangkan destinasi-destinasi baru.

Infrastruktur Sebagai Kunci Pembangunan Pariwisata

Salah satu aspek yang tidak dapat diabaikan dalam pembangunan destinasi wisata baru adalah infrastruktur. Wisatawan, baik domestik maupun internasional, menginginkan akses yang mudah, nyaman, dan aman ke destinasi wisata. Bali, dalam hal ini, telah didukung oleh Bandara Internasional Ngurah Rai yang menjadi pintu gerbang utama bagi para turis.

Namun, tidak semua daerah di Indonesia memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan pariwisata. Sebagai contoh, beberapa destinasi "Bali Baru" yang diusulkan seperti Labuan Bajo dan Wakatobi masih memiliki keterbatasan dalam aksesibilitas. Bandara kecil dan terbatasnya moda transportasi darat menjadi hambatan bagi para wisatawan untuk mencapai lokasi-lokasi indah tersebut.

Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah berkomitmen untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur di daerah-daerah tersebut. Hal ini meliputi pembangunan bandara baru, peningkatan jalan raya, serta perluasan jaringan transportasi. Namun, pembangunan infrastruktur ini membutuhkan waktu dan investasi yang tidak sedikit. Konsistensi dalam pengelolaan proyek dan transparansi anggaran menjadi hal yang sangat penting agar program ini tidak hanya menjadi wacana semata.

Tantangan Lingkungan dan Keberlanjutan

Salah satu pelajaran terbesar yang bisa diambil dari Bali adalah pentingnya keberlanjutan dalam pengelolaan destinasi wisata. Ledakan pariwisata di Bali membawa berbagai dampak negatif, terutama terhadap lingkungan. Mulai dari masalah sampah plastik, pencemaran air, hingga degradasi lingkungan di pantai-pantai utama.

Untuk menghindari kesalahan serupa, pengembangan "10 Bali Baru" harus dirancang dengan memperhatikan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan. Setiap destinasi harus memiliki rencana jangka panjang yang mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, budaya lokal, serta kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat.

Wisatawan masa kini semakin sadar akan pentingnya pariwisata yang ramah lingkungan. Mereka tidak hanya mencari pengalaman, tetapi juga ingin menjadi bagian dari pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi setiap destinasi baru untuk mengintegrasikan elemen-elemen eco-tourism dan pariwisata berkelanjutan ke dalam perencanaannya. Hal ini bisa dimulai dari pembatasan jumlah wisatawan, pengelolaan sampah yang baik, hingga promosi penggunaan energi terbarukan di area wisata.

Melibatkan Masyarakat Lokal

Salah satu kunci sukses pembangunan pariwisata adalah keterlibatan masyarakat lokal. Bali adalah contoh nyata bagaimana masyarakat lokal menjadi bagian tak terpisahkan dari industri pariwisata, dengan berbagai usaha kecil dan menengah yang berkembang pesat di sektor ini. Mulai dari penginapan, restoran, kerajinan tangan, hingga pemandu wisata, semuanya memberi kontribusi signifikan terhadap ekonomi lokal.

Pemerintah harus memastikan bahwa pengembangan "10 Bali Baru" juga memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat. Pendidikan dan pelatihan di sektor pariwisata menjadi penting untuk memastikan bahwa masyarakat lokal dapat berpartisipasi aktif dan menikmati hasil dari pembangunan pariwisata ini. Jika masyarakat lokal merasa terpinggirkan atau tidak diuntungkan, pengembangan pariwisata justru dapat menimbulkan konflik sosial dan ketidakstabilan.

Dalam hal ini, pemerintah harus mendorong kemitraan antara investor, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal. Pemberdayaan masyarakat melalui usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pariwisata adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa pembangunan destinasi wisata benar-benar membawa kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

Branding dan Pemasaran

Tantangan berikutnya adalah bagaimana memasarkan "10 Bali Baru" kepada dunia. Bali telah memiliki reputasi global sebagai destinasi wisata utama yang menawarkan keindahan alam, kebudayaan, dan keramahan penduduk lokal. Pembangunan "Bali Baru" memerlukan strategi branding yang kuat untuk menarik perhatian wisatawan internasional.

Setiap destinasi harus memiliki identitas yang kuat dan unik, yang membedakannya dari Bali maupun destinasi wisata lain di dunia. Dalam era digital saat ini, media sosial dan platform digital memainkan peran penting dalam mempromosikan destinasi wisata. Pemerintah harus bekerja sama dengan pelaku industri pariwisata untuk menciptakan narasi yang menarik dan menginspirasi wisatawan untuk menjelajahi tempat-tempat baru di Indonesia.

Selain itu, kerjasama dengan media internasional, agen perjalanan, dan influencer bisa menjadi cara efektif untuk memperkenalkan destinasi wisata baru. Penting untuk menyoroti daya tarik lokal, seperti budaya, kuliner, dan kekayaan alam yang tidak bisa ditemukan di tempat lain.

Membangun "10 Bali Baru" adalah visi besar yang memiliki potensi luar biasa untuk meningkatkan sektor pariwisata Indonesia sekaligus menyebarkan kesejahteraan ekonomi ke berbagai daerah. Namun, mewujudkan visi ini memerlukan perencanaan yang matang, investasi yang berkelanjutan, dan komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat lokal.

Tantangan dalam hal infrastruktur, lingkungan, dan keterlibatan masyarakat lokal harus dihadapi dengan pendekatan yang berkelanjutan dan inklusif. Selain itu, penting juga untuk menjaga agar setiap destinasi baru memiliki identitas yang kuat dan unik, sehingga dapat menarik perhatian wisatawan domestik maupun internasional.

Dalam konteks global yang terus berubah, termasuk dampak dari pandemi COVID-19 dan perubahan iklim, pariwisata harus diadaptasi agar lebih tahan banting dan berkelanjutan. Jika dikelola dengan baik, inisiatif "10 Bali Baru" bisa menjadi tonggak baru bagi industri pariwisata Indonesia, sekaligus menciptakan warisan yang abadi bagi generasi mendatang.

Kebijakan dan Strategi yang Dibutuhkan

Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, menjadikannya sebagai destinasi wisata potensial yang mampu menarik perhatian wisatawan internasional. Inisiatif pemerintah untuk menciptakan "10 Bali Baru" adalah langkah ambisius yang bertujuan tidak hanya untuk memperluas sektor pariwisata, tetapi juga untuk meningkatkan pemerataan pembangunan ekonomi di berbagai daerah. Namun, untuk mewujudkan inisiatif ini, diperlukan perencanaan matang, strategi komprehensif, serta kebijakan yang tepat.

Membangun "10 Bali Baru" bukan sekadar duplikasi Bali di daerah lain, tetapi lebih kepada menciptakan destinasi yang mampu menawarkan daya tarik unik dan berkelanjutan. Setiap daerah memiliki karakteristik, budaya, serta potensi wisata yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan khusus yang mempertimbangkan aspek infrastruktur, lingkungan, sosial-budaya, serta ekonomi lokal.

Potensi dan Tantangan

Sebelum masuk pada strategi dan kebijakan yang diperlukan, penting untuk memahami bahwa tantangan utama dalam menciptakan "10 Bali Baru" adalah kompleksitas yang berbeda di setiap daerah. Beberapa destinasi, seperti Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, hingga Borobudur, telah diidentifikasi sebagai bagian dari rencana tersebut. Namun, masing-masing lokasi memiliki permasalahan berbeda, baik dari segi aksesibilitas, kesiapan infrastruktur, kapasitas lingkungan, maupun dukungan ekonomi lokal.

Di sisi lain, potensi besar pariwisata di Indonesia menjadi aset utama. Misalnya, Danau Toba memiliki panorama alam yang menakjubkan dan keunikan budaya Batak. Demikian pula, Labuan Bajo dikenal dengan keindahan Pulau Komodo yang mendunia. Potensi tersebut merupakan modal dasar yang harus dikembangkan, namun tanpa perencanaan yang matang, justru dapat memunculkan masalah baru seperti kerusakan lingkungan dan ketimpangan ekonomi.

Infrastruktur sebagai Fondasi

Salah satu elemen kunci dalam pengembangan destinasi wisata adalah infrastruktur. Wisatawan, baik domestik maupun internasional, menginginkan akses yang mudah dan nyaman ke lokasi wisata. Bali telah berkembang dengan pesat karena dukungan infrastruktur yang memadai, seperti Bandara Internasional Ngurah Rai, jaringan jalan yang baik, serta akses transportasi publik yang mendukung. Destinasi-destinasi baru di luar Bali harus mencontoh keberhasilan ini, namun dengan pendekatan yang lebih kontekstual.

Beberapa destinasi yang masuk dalam program "10 Bali Baru" masih memerlukan investasi besar dalam pengembangan infrastruktur dasar. Bandara di Labuan Bajo, misalnya, perlu ditingkatkan kapasitasnya untuk menampung lebih banyak wisatawan internasional. Selain itu, akses jalan menuju lokasi wisata harus diperbaiki agar dapat mempermudah mobilitas pengunjung. Tidak hanya itu, diperlukan juga pengembangan infrastruktur digital, terutama di era transformasi digital seperti saat ini, dimana wisatawan sering kali mencari dan memesan layanan wisata melalui platform online.

Strategi pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan juga harus diterapkan. Jangan sampai pembangunan yang masif justru merusak lingkungan dan budaya lokal. Oleh karena itu, perlu ada sinergi antara pembangunan fisik dan perlindungan terhadap lingkungan. Penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah yang baik, dan upaya meminimalkan jejak karbon harus menjadi bagian dari perencanaan infrastruktur pariwisata.

Pariwisata Berkelanjutan dan Pengelolaan Lingkungan

Pariwisata berkelanjutan menjadi isu krusial dalam membangun "10 Bali Baru". Bali sendiri telah mengalami berbagai masalah lingkungan akibat ledakan jumlah wisatawan, mulai dari pencemaran sampah plastik hingga degradasi alam di beberapa lokasi wisata. Pembelajaran dari Bali ini harus diadopsi dalam pengembangan destinasi baru.

Konsep pariwisata berkelanjutan mengharuskan adanya keseimbangan antara pengembangan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan pemberdayaan sosial-budaya. Setiap destinasi wisata harus memiliki rencana jangka panjang yang mempertimbangkan dampak lingkungan. Pengelolaan sampah, air bersih, serta penggunaan sumber daya alam yang efisien menjadi tantangan tersendiri. Penerapan teknologi ramah lingkungan serta upaya untuk menjaga keanekaragaman hayati di sekitar destinasi wisata harus diutamakan.

Selain itu, perlu adanya pembatasan jumlah wisatawan di beberapa destinasi sensitif, seperti Raja Ampat dan Labuan Bajo, yang terkenal akan kekayaan ekosistem lautnya. Pembatasan ini bertujuan untuk mencegah eksploitasi berlebihan yang dapat merusak lingkungan. Edukasi kepada wisatawan tentang pentingnya menjaga kelestarian alam juga perlu dilakukan secara masif, baik melalui kampanye lokal maupun internasional.

Keterlibatan Masyarakat Lokal

Salah satu pelajaran berharga dari Bali adalah peran masyarakat lokal dalam mendukung pengembangan pariwisata. Keberhasilan Bali tidak hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena masyarakat setempat berhasil terintegrasi dengan sektor pariwisata, mulai dari usaha penginapan, restoran, pemandu wisata, hingga industri kerajinan.

Dalam membangun "10 Bali Baru", masyarakat lokal harus menjadi bagian sentral dari proses pengembangan. Pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan di sektor pariwisata menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa mereka dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh manfaat ekonomi. Pemerintah harus berperan dalam memfasilitasi pelatihan keterampilan bagi masyarakat lokal, agar mereka bisa terlibat dalam berbagai bidang usaha yang terkait dengan pariwisata.

Selain itu, kearifan lokal dan kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dijadikan bagian dari daya tarik wisata. Di Bali, wisata budaya dan spiritual menjadi salah satu elemen utama yang menarik wisatawan internasional. Konsep serupa bisa diterapkan di destinasi lain, di mana wisatawan bisa berinteraksi dengan budaya lokal, upacara adat, dan berbagai bentuk kesenian tradisional.

Namun, perlindungan terhadap masyarakat lokal juga harus diperhatikan. Jangan sampai pembangunan pariwisata justru menimbulkan gentrifikasi yang meminggirkan penduduk asli dan membuat mereka kehilangan akses terhadap tanah dan sumber daya lokal. Oleh karena itu, kebijakan yang mengatur pembagian keuntungan antara masyarakat lokal dan investor perlu dirumuskan dengan bijak.

Penguatan Branding dan Pemasaran Destinasi

Selain pengembangan fisik dan sosial, strategi pemasaran menjadi elemen yang sangat penting dalam membangun destinasi wisata baru. Bali telah memiliki reputasi global sebagai destinasi wisata utama di Indonesia, namun destinasi lain seperti Mandalika atau Danau Toba masih belum sepenuhnya dikenal oleh wisatawan internasional.

Untuk itu, diperlukan branding yang kuat dan efektif untuk setiap destinasi baru. Setiap tempat harus memiliki identitas yang unik dan berbeda, yang tidak hanya menonjolkan keindahan alam, tetapi juga budaya, kuliner, dan pengalaman wisata yang otentik. Dalam era digital, pemasaran melalui media sosial, kerja sama dengan influencer, serta platform digital menjadi kunci untuk menarik minat wisatawan global.

Pemerintah harus bekerja sama dengan pelaku industri untuk menciptakan narasi yang kuat dan inspiratif tentang destinasi-destinasi tersebut. Partisipasi dalam pameran pariwisata internasional, kerjasama dengan maskapai penerbangan, dan promosi melalui berbagai media massa juga perlu ditingkatkan. Selain itu, kampanye digital yang menonjolkan daya tarik lokal serta komitmen terhadap pariwisata berkelanjutan bisa menjadi nilai tambah dalam menarik wisatawan yang sadar akan pentingnya kelestarian lingkungan.

Kebijakan dan Dukungan Pemerintah

Terakhir, dukungan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang jelas dan terarah sangat diperlukan. Program "10 Bali Baru" membutuhkan investasi besar, baik dari sektor publik maupun swasta. Oleh karena itu, kebijakan insentif fiskal, kemudahan perizinan, serta pembangunan infrastruktur penunjang harus diprioritaskan. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan pariwisata ini.

Selain itu, regulasi yang melindungi lingkungan serta masyarakat lokal harus ditegakkan dengan ketat. Pembatasan pembangunan properti yang tidak ramah lingkungan, aturan zonasi untuk menjaga kawasan konservasi, serta pengelolaan sampah yang baik harus menjadi bagian dari kebijakan pembangunan pariwisata di destinasi-destinasi baru tersebut.

Membangun "10 Bali Baru" di Indonesia merupakan visi besar yang berpotensi memperkuat sektor pariwisata nasional sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah. Namun, mewujudkan visi ini memerlukan strategi yang matang dan kebijakan yang terarah, termasuk pengembangan infrastruktur, pelestarian lingkungan, keterlibatan masyarakat lokal, dan penguatan branding serta pemasaran. Dengan pendekatan yang tepat, inisiatif ini dapat menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata kelas dunia yang tidak hanya berfokus pada Bali, tetapi juga pada keindahan dan keunikan daerah-daerah lain di Nusantara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun