Deforestasi atau robohisasi, yang merujuk pada proses perusakan hutan dalam skala besar, telah menjadi salah satu ancaman terbesar bagi lingkungan global. Hilangnya hutan tidak hanya merusak keanekaragaman hayati, tetapi juga berdampak langsung pada siklus hidrologi yang memengaruhi ketersediaan dan kualitas air. Air, sebagai sumber kehidupan utama, sangat bergantung pada keseimbangan ekosistem, terutama hutan yang berfungsi sebagai "penjaga" siklus air alami. Ketika hutan hilang, sumber air pun terancam, menciptakan krisis yang melanda banyak wilayah di dunia.
1. Peran Hutan dalam Siklus Air
Hutan memainkan peran sentral dalam siklus air melalui berbagai mekanisme yang krusial bagi keseimbangan ekosistem. Salah satunya adalah melalui proses intersepsi, di mana pohon-pohon menyerap air hujan dan mengatur laju aliran air ke dalam tanah. Akar pohon yang dalam juga membantu menyerap dan menyimpan air dalam tanah, yang kemudian dilepaskan secara bertahap ke sungai, danau, serta sumber air tanah. Selain itu, hutan berfungsi sebagai "spons" yang menjaga ketersediaan air sepanjang tahun, bahkan di musim kemarau.
Ketika hutan mengalami robohisasi, seluruh proses ini terganggu. Tanpa hutan, air hujan langsung mengalir ke permukaan, menyebabkan banjir dan erosi tanah, serta berkurangnya infiltrasi air ke dalam tanah. Dalam jangka panjang, robohisasi mengakibatkan penurunan cadangan air tanah, yang mengancam ketersediaan air bagi masyarakat di daerah hilir.
2. Deforestasi dan Penurunan Kualitas Air
Selain mempengaruhi ketersediaan air, robohisasi juga berdampak buruk pada kualitas air. Hutan berfungsi sebagai filter alami yang menyaring kotoran dan polutan dari air sebelum mencapai sumber-sumber air seperti sungai dan danau. Ketika pohon-pohon ditebang, tanah menjadi rentan terhadap erosi, yang menyebabkan lumpur dan sedimen mengalir ke dalam aliran air. Akibatnya, kualitas air menurun drastis.
Proses sedimentasi ini dapat menyumbat saluran air dan menyebabkan penurunan kualitas air minum. Selain itu, robohisasi juga sering dikaitkan dengan peningkatan penggunaan bahan kimia, seperti pestisida dan pupuk, dalam kegiatan pertanian yang menggantikan hutan. Zat kimia ini dapat mencemari sumber air, meningkatkan kandungan zat berbahaya yang berdampak buruk pada kesehatan manusia dan ekosistem akuatik.
3. Krisis Air sebagai Dampak Langsung Deforestasi
Krisis air merupakan dampak langsung dari robohisasi yang tak terhindarkan. Hutan-hutan tropis di Indonesia, Amazon, dan Afrika tengah, misalnya, adalah kawasan-kawasan penting yang berperan sebagai pusat pengendali siklus air global. Ketika deforestasi terjadi di wilayah-wilayah ini, tidak hanya masyarakat lokal yang terdampak, tetapi juga daerah yang jauh dari lokasi deforestasi itu sendiri. Penurunan cadangan air tanah dan meningkatnya risiko kekeringan menyebabkan banyak komunitas mengalami kekurangan air, terutama selama musim kering.
Sebagai contoh, Indonesia mengalami masalah deforestasi yang parah, terutama di Kalimantan dan Sumatra. Hilangnya hutan-hutan ini mengganggu pola curah hujan dan memperburuk ketersediaan air di daerah yang bergantung pada aliran sungai dari kawasan hutan. Krisis air yang dihadapi beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, tidak terlepas dari efek jangka panjang robohisasi di daerah hulu yang mempengaruhi pasokan air bersih.
4. Dampak Jangka Panjang pada Pertanian dan Kehidupan Manusia