Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Adakah Jalan Tengah untuk Reboisasi vs Robohisasi?

23 September 2024   15:55 Diperbarui: 23 September 2024   16:02 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa dekade terakhir, perdebatan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan kerap kali dipandang sebagai dua hal yang saling bertentangan. Di satu sisi, para pendukung pembangunan ekonomi menganggap eksploitasi sumber daya alam sebagai motor utama yang mendorong pertumbuhan dan kesejahteraan. Di sisi lain, para ahli lingkungan memperingatkan bahwa pendekatan tersebut justru mempercepat kerusakan ekosistem yang tak tergantikan. Di sinilah muncul dilema: reboisasi atau robohisasi? Apakah mungkin menciptakan keseimbangan antara keduanya tanpa mengorbankan masa depan planet kita?

Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alamnya, sering kali menjadi medan pertempuran antara dua pandangan ini. Negara yang memiliki salah satu hutan tropis terbesar di dunia ini menjadi pusat perhatian global ketika berbicara tentang konservasi lingkungan. Namun, tekanan untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga tidak bisa diabaikan. Tantangan bagi kita adalah mencari jalan tengah yang memungkinkan pembangunan ekonomi berkelanjutan tanpa harus menghancurkan lingkungan.

Robohisasi: Mengorbankan Lingkungan Demi Pertumbuhan Ekonomi

Konsep robohisasi dapat dipahami sebagai upaya destruktif terhadap lingkungan demi mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek. Istilah ini dapat mencakup berbagai tindakan seperti deforestasi, konversi lahan, dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang sering kali didorong oleh kebutuhan ekonomi. Indonesia, sebagai negara berkembang dengan populasi yang terus bertambah, menghadapi tekanan besar untuk memenuhi kebutuhan pangan, energi, dan infrastruktur.

Aktivitas ekonomi seperti penebangan hutan untuk perkebunan kelapa sawit atau tambang batubara adalah contoh nyata dari pendekatan robohisasi ini. Di satu sisi, kegiatan tersebut mendorong ekspor dan menyediakan lapangan kerja bagi banyak orang. Namun, harga yang harus dibayar sangat mahal: hutan-hutan yang hilang, rusaknya habitat satwa liar, serta polusi udara dan air yang semakin parah.

Menurut data terbaru, Indonesia kehilangan jutaan hektar hutan setiap tahunnya, menjadikannya salah satu negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia. Dampak lingkungan dari robohisasi tidak hanya dirasakan secara lokal, tetapi juga memiliki implikasi global dalam bentuk emisi karbon yang meningkatkan perubahan iklim. Akibatnya, bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan semakin sering terjadi, yang ironisnya juga menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

Reboisasi: Menjaga Ekosistem untuk Masa Depan

Di sisi lain, reboisasi menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan untuk mengatasi krisis lingkungan yang dihadapi Indonesia. Dengan mengembalikan hutan yang telah rusak melalui penanaman kembali, reboisasi tidak hanya membantu mengurangi emisi karbon tetapi juga memulihkan keseimbangan ekosistem yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup.

Namun, reboisasi bukanlah tugas yang mudah dan memerlukan komitmen jangka panjang serta koordinasi berbagai pihak. Tantangan utamanya adalah menemukan lahan yang sesuai untuk ditanami kembali, terutama di wilayah yang telah digunakan untuk kepentingan ekonomi. Selain itu, kesuksesan reboisasi memerlukan pendekatan berbasis komunitas yang melibatkan masyarakat setempat dalam menjaga dan merawat hutan yang telah direboisasi.

Upaya reboisasi di Indonesia sudah mulai mendapatkan perhatian, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun pihak swasta. Program-program seperti "Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan" (GN-RHL) yang diluncurkan pemerintah bertujuan untuk memulihkan jutaan hektar hutan yang rusak. Namun, inisiatif semacam ini masih menghadapi kendala besar dalam hal pendanaan, pengawasan, dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan.

Jalan Tengah: Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Pertanyaannya kini adalah: apakah kita harus memilih antara reboisasi dan robohisasi, ataukah ada jalan tengah yang memungkinkan kedua tujuan tersebut berjalan seiring?

Jawabannya terletak pada konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan, yaitu model pembangunan yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga memperhitungkan dampak lingkungan dan sosial. Model ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan upaya konservasi untuk memastikan kesejahteraan generasi mendatang.

Dalam konteks ini, langkah-langkah seperti ekonomi sirkular dan ekonomi hijau menjadi relevan. Ekonomi sirkular adalah pendekatan yang menekankan penggunaan kembali dan daur ulang sumber daya, mengurangi limbah, dan memaksimalkan efisiensi. Sementara itu, ekonomi hijau mengarah pada pengembangan sektor-sektor yang ramah lingkungan seperti energi terbarukan, ekowisata, dan pertanian berkelanjutan.

Salah satu contoh penerapan konsep pembangunan berkelanjutan adalah diversifikasi ekonomi di wilayah-wilayah yang sebelumnya bergantung pada eksploitasi hutan. Alih-alih hanya mengeksploitasi kayu dan sumber daya alam lainnya, wilayah-wilayah ini dapat dikembangkan menjadi kawasan ekowisata yang mempromosikan pelestarian alam sekaligus meningkatkan ekonomi lokal. Masyarakat setempat juga dapat diberdayakan melalui pelatihan dan program-program pemberdayaan untuk menjaga hutan sambil memanfaatkan hasil hutan non-kayu seperti madu, rotan, atau tanaman obat.

Sinergi antara Pemerintah dan Sektor Swasta

Peran pemerintah dalam menciptakan kebijakan yang mendukung ekonomi berkelanjutan sangat penting. Kebijakan yang lebih tegas tentang pengelolaan sumber daya alam perlu diimplementasikan secara lebih konsisten. Regulasi yang jelas dan transparan, termasuk insentif bagi perusahaan yang mengadopsi praktik ramah lingkungan, dapat mendorong lebih banyak partisipasi sektor swasta dalam upaya pelestarian lingkungan.

Sektor swasta juga harus menjadi bagian dari solusi, bukan hanya pelaku yang merusak lingkungan. Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) harus dipandang bukan hanya sebagai kewajiban moral, tetapi sebagai bagian integral dari strategi bisnis jangka panjang. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, energi, atau perkebunan harus didorong untuk melakukan kompensasi atas kerusakan lingkungan melalui reboisasi atau proyek konservasi lainnya.

Selain itu, penggunaan teknologi juga dapat menjadi kunci untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Misalnya, penggunaan teknologi satelit untuk memantau deforestasi secara real-time dapat membantu pemerintah dan masyarakat lebih cepat merespons kerusakan hutan. Teknologi pertanian presisi juga dapat mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas pertanian skala besar.

Keseimbangan yang Dibutuhkan

Pada akhirnya, keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan adalah kunci menuju masa depan yang berkelanjutan bagi Indonesia. Robohisasi ekonomi yang menghancurkan lingkungan mungkin menawarkan keuntungan jangka pendek, tetapi dampaknya terhadap kesejahteraan jangka panjang sangat merugikan. Di sisi lain, reboisasi dan konservasi lingkungan harus dipandang sebagai investasi, bukan penghalang bagi pertumbuhan.

Dengan adopsi model pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara yang tidak hanya makmur secara ekonomi tetapi juga menjadi penjaga alam bagi generasi mendatang. Yang dibutuhkan saat ini adalah komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan---pemerintah, sektor swasta, masyarakat, dan komunitas internasional---untuk menemukan jalan tengah yang benar-benar menyejahterakan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun