Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Memahami Perdebatan antara Reboisasi dan Robohisasi: Perspektif Ekonomi Industri

23 September 2024   04:58 Diperbarui: 23 September 2024   05:01 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam beberapa dekade terakhir, diskusi tentang bagaimana seharusnya kita memulihkan hutan yang rusak dan melindungi ekosistem alam semakin memanas. Isu reboisasi dan robohisasi muncul sebagai dua pendekatan yang sering kali diperdebatkan, terutama dalam konteks perubahan iklim, keberlanjutan ekonomi, dan pengelolaan sumber daya alam. Keduanya memiliki tujuan yang sama---memulihkan tutupan hutan yang hilang---tetapi pendekatan serta dampaknya terhadap ekologi dan ekonomi sangat berbeda.

Reboisasi: Solusi Klasik yang Kontroversial

Reboisasi merujuk pada praktik menanam pohon kembali di lahan yang sebelumnya telah kehilangan tutupan hutannya. Ini dianggap sebagai salah satu solusi alami untuk mengatasi degradasi hutan, meningkatkan serapan karbon, dan memperbaiki keseimbangan ekosistem. Pemerintah Indonesia, misalnya, telah lama mendukung program reboisasi dengan tujuan meningkatkan tutupan hutan untuk meredam dampak perubahan iklim.

Namun, di balik manfaat reboisasi, muncul kritik yang cukup serius. Salah satu tantangan utama adalah penggunaan spesies pohon yang kurang bervariasi, seperti tanaman monokultur, yang justru bisa merusak biodiversitas lokal. Dalam banyak kasus, pohon yang ditanam dalam program reboisasi tidak selalu spesies asli atau lokal, tetapi jenis pohon cepat tumbuh seperti akasia atau pinus. Hal ini, meskipun mempercepat proses penyerapan karbon, sering kali mengurangi nilai ekologis dan keanekaragaman hayati. Di samping itu, keberlanjutan ekonomi dari program reboisasi skala besar sering kali dipertanyakan karena banyak proyek gagal untuk memastikan bahwa lahan yang direboisasi benar-benar dijaga dalam jangka panjang.

Sebagai solusi yang berorientasi pada pendekatan jangka panjang, reboisasi memerlukan investasi yang besar dan pemahaman mendalam tentang ekosistem lokal. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa efektivitas reboisasi dalam mitigasi perubahan iklim sangat bergantung pada bagaimana proyek-proyek ini direncanakan dan diimplementasikan, bukan hanya dari jumlah pohon yang ditanam, melainkan juga spesies, lokasi, dan pemeliharaannya.

Robohisasi: Paradigma Ekonomi atau Kerusakan?

Robohisasi, di sisi lain, adalah istilah yang mengacu pada praktik penebangan hutan secara massal tanpa memperhatikan dampak ekologis jangka panjang. Istilah ini mungkin belum umum terdengar, tetapi dalam kenyataannya, robohisasi telah menjadi bagian dari eksploitasi sumber daya alam yang didorong oleh tuntutan pasar global.

Penebangan hutan secara besar-besaran dilakukan dengan alasan untuk membuka lahan pertanian, industri, atau pembangunan infrastruktur. Namun, dampaknya jauh lebih luas daripada hanya sekadar perubahan penggunaan lahan. Robohisasi sering kali dikaitkan dengan degradasi lingkungan yang serius, termasuk hilangnya keanekaragaman hayati, degradasi tanah, dan meningkatnya emisi gas rumah kaca. Di Indonesia, robohisasi sering terjadi dalam konteks perkebunan kelapa sawit atau tambang, di mana hutan-hutan tropis yang kaya biodiversitas ditebang untuk tujuan komersial.

Kritik terhadap robohisasi bukan hanya datang dari kalangan aktivis lingkungan, tetapi juga dari para ekonom ekologis yang menekankan pentingnya mempertahankan sumber daya alam dalam jangka panjang. Robohisasi mungkin menghasilkan keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi kerugian ekologisnya bisa jauh lebih besar dan tidak terukur, baik dalam bentuk hilangnya layanan ekosistem maupun bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.

Keseimbangan Ekologi dan Ekonomi

Perdebatan antara reboisasi dan robohisasi sebenarnya mencerminkan pertarungan ideologis yang lebih besar antara kepentingan ekonomi jangka pendek dan keberlanjutan ekologis jangka panjang. Sementara beberapa pihak berpendapat bahwa penebangan hutan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan lapangan kerja dan memperluas lahan produktif, yang lain menunjukkan bahwa manfaat tersebut tidak sebanding dengan kerugian lingkungan yang ditimbulkan.

Sebagai contoh, dalam kerangka ekonomi ekologis, alam tidak dilihat semata-mata sebagai aset yang dapat dieksploitasi, melainkan sebagai basis keberlanjutan yang harus dikelola dengan hati-hati. Ini adalah perspektif yang lebih holistik yang memandang ekosistem sebagai sumber daya yang terbatas dan tidak dapat dipulihkan dengan cepat. Keanekaragaman hayati, kualitas air, dan stabilitas iklim adalah contoh layanan ekosistem yang tak ternilai yang disediakan oleh hutan alam, dan hilangnya hutan melalui robohisasi tidak hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga pada masyarakat yang bergantung pada ekosistem tersebut.

Di sisi lain, reboisasi, jika dilakukan dengan benar, bisa menjadi bagian dari solusi. Namun, program reboisasi yang berhasil harus dirancang dengan hati-hati dan berbasis ilmiah, dengan mempertimbangkan faktor-faktor lokal dan kebutuhan ekosistem yang kompleks. Proyek reboisasi yang hanya berfokus pada angka---berapa pohon yang ditanam---tanpa memperhatikan kualitas dan kesinambungan ekosistem, dapat menjadi bumerang.

Jalan Tengah: Agroforestri dan Pemulihan Berbasis Komunitas

Di tengah perdebatan ini, muncul berbagai alternatif yang mencoba menjembatani kepentingan ekonomi dan ekologi. Salah satunya adalah konsep agroforestri, di mana pohon-pohon ditanam bersama tanaman pertanian di lahan yang sama. Ini tidak hanya meningkatkan produktivitas lahan tetapi juga menjaga keberlanjutan ekosistem dengan memulihkan tutupan hutan.

Pendekatan berbasis komunitas juga semakin diakui sebagai kunci keberhasilan dalam konservasi dan pemulihan hutan. Dengan melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam, proyek reboisasi dapat lebih berkelanjutan dan memiliki dampak jangka panjang yang lebih besar. Pendekatan ini juga meningkatkan keterlibatan dan tanggung jawab komunitas terhadap lingkungan sekitarnya.

Perdebatan antara reboisasi dan robohisasi tidak hanya tentang lingkungan tetapi juga tentang bagaimana kita memandang hubungan antara manusia, ekonomi, dan alam. Sementara robohisasi mungkin menghasilkan keuntungan ekonomi instan, kerusakan ekologis yang ditimbulkan sering kali tidak dapat diperbaiki. Di sisi lain, reboisasi, jika dilakukan dengan cermat dan berkelanjutan, dapat memberikan solusi untuk memulihkan ekosistem yang rusak dan meredam dampak perubahan iklim.

Untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan keberlanjutan ekologis, kita memerlukan pendekatan yang lebih terintegrasi, seperti agroforestri dan pengelolaan hutan berbasis komunitas. Pada akhirnya, kebijakan publik harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang dinamika lingkungan dan ekonomi agar kita dapat menghindari kerusakan yang lebih besar dan memastikan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Penulis adalah seorang pakar dalam bidang Ekonomi Industri dan Ekonomi Ekologis yang peduli terhadap masa depan keberlanjutan ekosistem dan keberlanjutan ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun