Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id- www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Struktur Pasar Industri (3): Persaingan Sempurna, Realitas atau Ilusi?

16 September 2024   05:01 Diperbarui: 16 September 2024   08:08 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori persaingan sempurna telah menjadi salah satu landasan utama dalam ilmu ekonomi klasik. Dalam skema ini, pasar ideal digambarkan sebagai arena yang sepenuhnya terbuka dan efisien, di mana tidak ada pelaku pasar yang memiliki kekuatan untuk memengaruhi harga. Semua perusahaan menjadi "price taker," dan sumber daya didistribusikan secara optimal berkat banyaknya pemain pasar dan ketiadaan hambatan masuk. Namun, apakah teori ini relevan dengan kenyataan ekonomi di Indonesia? Apakah pasar Indonesia benar-benar mendekati konsep ini, atau justru terbentur oleh realitas yang jauh lebih kompleks?

Teori Persaingan Sempurna: Standar Ideal yang Sulit Tercapai

Dalam teori persaingan sempurna, terdapat beberapa asumsi mendasar yang menopang struktur pasar ini: banyaknya penjual dan pembeli, produk yang homogen, informasi sempurna, serta ketiadaan hambatan untuk masuk atau keluar dari pasar. Di bawah kondisi ini, harga sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran, tanpa campur tangan pemain besar. Dalam kondisi ideal ini, kesejahteraan konsumen dan efisiensi ekonomi mencapai titik maksimal.

Namun, dalam konteks Indonesia, sangat sulit menemukan pasar yang memenuhi semua asumsi tersebut. Sebagian besar industri di negara ini dikuasai oleh sedikit pemain besar atau bahkan didominasi oleh satu atau dua perusahaan besar. Fenomena ini jauh dari gambaran pasar persaingan sempurna yang mengharuskan banyak pemain dengan kekuatan yang relatif sama.

Dominasi Oligopoli di Berbagai Sektor

Salah satu tantangan terbesar bagi terciptanya persaingan sempurna di Indonesia adalah adanya dominasi oligopoli di berbagai sektor. Contoh yang paling jelas bisa dilihat di industri telekomunikasi. Meskipun ada beberapa pemain besar seperti Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata, kekuatan pasar mereka sangat besar dibandingkan dengan operator kecil yang mencoba masuk. Akibatnya, mereka memiliki kontrol yang signifikan terhadap harga dan inovasi dalam industri ini.

Fenomena serupa juga dapat ditemukan di sektor perbankan, di mana sejumlah bank besar mendominasi pasar dengan layanan dan produk yang sulit disaingi oleh bank-bank kecil. Di sini, kita melihat bagaimana hambatan masuk yang tinggi, mulai dari regulasi hingga biaya operasional, membuat pasar semakin terkonsentrasi di tangan sedikit pemain.

Hambatan Masuk dan Diferensiasi Produk: Menjauh dari Persaingan Sempurna

Selain oligopoli, faktor lain yang mempersulit terciptanya persaingan sempurna di Indonesia adalah adanya hambatan masuk yang tinggi di banyak industri. Dalam teori persaingan sempurna, diasumsikan bahwa perusahaan dapat masuk dan keluar pasar dengan mudah. Namun, di dunia nyata, biaya awal yang tinggi, regulasi yang kompleks, dan keterbatasan sumber daya membuat banyak perusahaan baru sulit untuk bersaing dengan pemain besar yang sudah mapan.

Sebagai contoh, di industri energi, khususnya sektor listrik, dominasi BUMN seperti PLN membuat perusahaan swasta kesulitan masuk ke pasar. Hambatan regulasi dan investasi modal yang sangat besar membuat kompetisi yang diharapkan dalam teori menjadi sulit terwujud. Hal ini jauh dari gambaran pasar dengan kebebasan masuk dan keluar yang digambarkan dalam teori persaingan sempurna.

Selain itu, banyak industri di Indonesia tidak memproduksi barang atau jasa yang homogen, melainkan produk yang sangat tersegmentasi berdasarkan merek, kualitas, atau fitur lainnya. Dalam sektor seperti ritel atau otomotif, misalnya, perusahaan bersaing dengan cara mendiferensiasi produk mereka, bukan hanya melalui harga. Ini jelas bertolak belakang dengan asumsi dalam teori persaingan sempurna yang mengharuskan produk yang identik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun