Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sistem Ekonomi Indonesia (144): Masihkah Kurs Berperan?

11 September 2024   08:13 Diperbarui: 11 September 2024   08:15 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya, dalam sistem ekonomi campuran, yang diterapkan di banyak negara berkembang, pemerintah memiliki peran aktif dalam mengelola ekonomi, termasuk intervensi dalam menentukan nilai tukar. Negara-negara berkembang yang menggunakan pendekatan ini sering kali menerapkan kebijakan nilai tukar tetap atau kebijakan yang mengendalikan fluktuasi nilai tukar dengan tujuan menjaga stabilitas ekonomi domestik.

Sebagai contoh, negara-negara seperti India dan Malaysia telah menerapkan kebijakan intervensi pemerintah dalam menjaga nilai tukar agar tetap stabil. Dengan kebijakan nilai tukar tetap atau intervensi yang terukur, pemerintah dapat menstabilkan harga barang-barang impor, menjaga inflasi pada tingkat yang terkendali, serta memberikan kepastian bagi investor asing. Namun, kebijakan intervensi juga memiliki risikonya sendiri. Pemerintah harus memiliki cadangan devisa yang cukup untuk mendukung kebijakan ini, dan ketergantungan pada kebijakan intervensi dapat membatasi kemampuan negara tersebut dalam merespons dinamika pasar global (Frieden, 2003).

Nilai Tukar dan Pertumbuhan Ekonomi

Dalam sistem ekonomi berkembang, nilai tukar memiliki hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi. Fluktuasi nilai tukar dapat memengaruhi perdagangan internasional, di mana negara-negara berkembang sering kali bergantung pada ekspor komoditas utama. Nilai tukar yang menguat dapat membuat ekspor menjadi kurang kompetitif, yang pada gilirannya akan mengurangi pendapatan dari sektor ekspor. Sebaliknya, nilai tukar yang melemah dapat meningkatkan volume ekspor, tetapi dengan konsekuensi meningkatnya biaya impor barang-barang penting.

Sebagai ilustrasi, Brazil sebagai salah satu negara berkembang terbesar di dunia, memiliki ekonomi yang sangat bergantung pada ekspor komoditas seperti biji kopi, kedelai, dan minyak mentah. Ketika nilai tukar real Brazil melemah terhadap dolar AS, produk ekspor mereka menjadi lebih kompetitif di pasar internasional, sehingga meningkatkan pendapatan ekspor negara tersebut. Namun, pada saat yang sama, melemahnya nilai tukar juga meningkatkan harga impor, yang memperburuk inflasi di dalam negeri (Rodrik, 2008).

Dampak Nilai Tukar pada Investasi Asing

Selain berdampak pada perdagangan, fluktuasi nilai tukar juga memengaruhi arus investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI). Negara berkembang sering kali bergantung pada investasi asing untuk mendorong pembangunan infrastruktur, memperluas sektor manufaktur, dan menciptakan lapangan kerja. Namun, ketidakpastian nilai tukar dapat menghalangi arus masuk investasi asing, karena investor asing akan lebih berhati-hati dalam menempatkan modal mereka di negara-negara yang memiliki volatilitas nilai tukar yang tinggi.

Dalam konteks ini, stabilitas nilai tukar menjadi faktor penting untuk menarik investor asing. Negara-negara seperti Vietnam dan China, yang memiliki kebijakan nilai tukar yang relatif stabil, telah berhasil menarik arus masuk FDI yang besar dalam beberapa dekade terakhir. Kebijakan nilai tukar yang stabil memberikan jaminan bagi investor bahwa nilai aset dan keuntungan mereka tidak akan terkikis oleh fluktuasi mata uang (Bhagwati, 2004).

Tantangan Kebijakan Nilai Tukar di Negara-Negara Berkembang

Negara berkembang menghadapi berbagai tantangan dalam mengelola kebijakan nilai tukar. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan cadangan devisa yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar. Tanpa cadangan devisa yang memadai, intervensi pemerintah dalam pasar valuta asing akan terbatas, yang dapat mengakibatkan depresiasi tajam saat terjadi guncangan eksternal. Selain itu, negara berkembang juga sering kali menghadapi dilema antara menjaga stabilitas nilai tukar dan mempertahankan suku bunga yang rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebagai contoh, Turki selama beberapa tahun terakhir telah menghadapi krisis nilai tukar yang dipicu oleh ketidakseimbangan ekonomi domestik dan ketidakpastian geopolitik. Depresiasi lira Turki yang tajam pada tahun 2018 menyebabkan inflasi melonjak, yang memaksa bank sentral untuk menaikkan suku bunga secara drastis guna mengendalikan inflasi. Kebijakan ini, meskipun berhasil menstabilkan nilai tukar dalam jangka pendek, memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena suku bunga yang tinggi membatasi investasi dan konsumsi domestik (Eichengreen, 2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun