Selain itu, Asia Tenggara juga berhasil melakukan diversifikasi ekonomi. Negara-negara seperti Indonesia dan Vietnam telah beralih dari ketergantungan pada sektor pertanian dan komoditas alam menjadi basis manufaktur yang kuat. Globalisasi membuka pintu bagi Asia Tenggara untuk menjadi bagian dari rantai pasokan global, di mana produk-produk yang dibuat di kawasan ini diekspor ke seluruh dunia.
Amerika Latin: Ketergantungan pada Komoditas dan Ketidakstabilan Ekonomi
Sementara Asia Tenggara fokus pada diversifikasi dan integrasi global, Amerika Latin tetap terjebak dalam model ekonomi yang sangat bergantung pada ekspor komoditas. Negara-negara seperti Brasil dan Venezuela mengandalkan ekspor minyak, mineral, dan produk pertanian untuk menggerakkan perekonomian mereka. Ketika harga komoditas global naik, negara-negara ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat. Namun, ketika harga turun, mereka menghadapi krisis ekonomi yang parah.
Venezuela adalah contoh ekstrem dari dampak negatif ketergantungan pada ekspor minyak. Di bawah pemerintahan Hugo Chavez, negara ini memusatkan ekonominya pada industri minyak dan mengabaikan sektor-sektor lain. Ketika harga minyak dunia anjlok pada awal 2010-an, ekonomi Venezuela runtuh, mengakibatkan hiperinflasi dan krisis kemanusiaan yang mendalam (Rodriguez, 2022). Kasus ini menunjukkan betapa rentannya negara-negara Amerika Latin terhadap fluktuasi harga komoditas di pasar global.
Selain itu, proteksionisme juga menjadi ciri khas dari kebijakan ekonomi di Amerika Latin. Banyak negara di kawasan ini memilih untuk melindungi industri dalam negeri mereka dengan memberlakukan tarif tinggi dan pembatasan perdagangan. Meskipun langkah-langkah ini dimaksudkan untuk melindungi industri lokal, sering kali hasilnya adalah kurangnya inovasi dan efisiensi di sektor-sektor tersebut. Tanpa tekanan dari persaingan internasional, industri lokal cenderung stagnan dan tidak mampu bersaing di pasar global.
Pengaruh Kebijakan Pemerintah terhadap Globalisasi di Kedua Wilayah
Perbedaan dalam cara negara-negara di Asia Tenggara dan Amerika Latin merespons globalisasi juga berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah. Di Asia Tenggara, banyak pemerintah mengambil pendekatan proaktif dalam membuka pasar mereka bagi perdagangan internasional dan investasi asing. Pemerintah Thailand, misalnya, mengadopsi kebijakan "Thailand 4.0" yang berfokus pada inovasi, teknologi, dan pertumbuhan berbasis pengetahuan untuk mendorong ekonomi negara (Chan, 2020).
Sementara itu, di Amerika Latin, kebijakan populis sering kali mendominasi. Pemimpin seperti Hugo Chavez di Venezuela atau Cristina Fernandez de Kirchner di Argentina mengadopsi kebijakan yang fokus pada distribusi kekayaan tanpa memperhatikan keberlanjutan jangka panjang dari pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan ini, meskipun populer dalam jangka pendek, sering kali menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan krisis keuangan.
Asia Tenggara vs. Amerika Latin: Efek Globalisasi yang Kontras
Meskipun globalisasi memberikan kesempatan besar bagi pertumbuhan ekonomi, respons yang berbeda dari Asia Tenggara dan Amerika Latin menunjukkan bahwa dampaknya tidak seragam di seluruh dunia. Di Asia Tenggara, keterbukaan terhadap perdagangan internasional, investasi asing, dan inovasi telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan. Sementara itu, di Amerika Latin, ketergantungan pada komoditas dan kebijakan proteksionis telah menghambat integrasi penuh dengan ekonomi global, menyebabkan siklus pertumbuhan dan resesi yang berulang.
Indonesia, sebagai bagian dari Asia Tenggara, juga mengalami dampak positif dari globalisasi, terutama melalui pertumbuhan sektor manufaktur dan teknologi. Namun, tantangan tetap ada, termasuk kebutuhan untuk memastikan bahwa manfaat globalisasi dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya oleh segelintir elit.