Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sistem Ekonomi Indonesia (101): Warisan Kolonial?

5 September 2024   07:15 Diperbarui: 5 September 2024   08:34 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sejarah Kolonialisme dan Dampaknya terhadap Sistem Ekonomi Modern di Negara Berkembang
(Bagaimana Warisan Kolonialisme Masih Membentuk Kebijakan Ekonomi Saat Ini)

Sejarah kolonialisme memainkan peran sentral dalam membentuk peta ekonomi global seperti yang kita kenal sekarang. Sebagai warisan dari masa-masa penjajahan, banyak negara berkembang hari ini masih dibayangi oleh dampak dari eksploitasi kolonial. Sistem ekonomi yang mereka warisi kerap kali mencerminkan pola-pola ketergantungan yang menjerat selama masa kolonialisme. Ironisnya, meskipun penjajahan telah lama berlalu, jejaknya masih jelas dalam kebijakan ekonomi dan perkembangan ekonomi negara-negara bekas jajahan.

Warisan Sistem Ekonomi Kolonial

Kolonialisme tidak hanya merampas kekayaan alam negara-negara yang didominasi, tetapi juga membentuk struktur dan mekanisme ekonomi yang menguntungkan kekuatan kolonial. Negara-negara seperti Indonesia, India, dan banyak bagian Afrika secara sistematis dibentuk untuk melayani kepentingan ekonomi negara penjajah. Sistem perkebunan, tambang, serta monopoli perdagangan yang diperkenalkan oleh penjajah menciptakan ekonomi berbasis ekspor komoditas primer, yang sangat tergantung pada kebutuhan negara-negara Eropa.

Seperti yang dicatat oleh Acemoglu, Johnson, dan Robinson dalam karya mereka, "Colonial Origins of Comparative Development" (2001), struktur ekonomi yang terbentuk selama periode kolonial memprioritaskan produksi barang-barang mentah untuk diekspor ke pasar internasional. Ketiadaan basis industri domestik yang kuat menjadikan negara-negara tersebut bergantung pada ekonomi global. Hal ini diperburuk oleh penetapan struktur sosial dan ekonomi yang bertujuan mempertahankan kekuasaan dan keuntungan bagi elit lokal yang berafiliasi dengan kolonial, menciptakan ketimpangan yang masih terlihat hingga saat ini.

Ketergantungan pada Ekspor Komoditas Primer

Salah satu warisan yang paling menonjol dari era kolonial adalah ketergantungan negara-negara berkembang pada ekspor komoditas primer seperti minyak, karet, kopi, kakao, dan kayu. Negara-negara seperti Nigeria, Angola, dan Indonesia, hingga kini masih bergantung pada ekspor sumber daya alam sebagai pilar utama ekonomi mereka. Sayangnya, ketergantungan ini menciptakan ketidakstabilan ekonomi karena harga komoditas di pasar internasional sangat fluktuatif, sering kali dikendalikan oleh kekuatan eksternal.

Dampak kolonialisme ini jelas terlihat dalam kebijakan ekonomi yang diambil oleh banyak negara berkembang, di mana mereka masih mengikuti pola-pola eksploitasi sumber daya alam yang diterapkan selama masa kolonial. Ini seperti yang dijelaskan oleh Rodney dalam bukunya How Europe Underdeveloped Africa (1972), bahwa sistem kolonial sengaja didesain untuk memastikan negara-negara koloni tidak membangun kemampuan industri mereka sendiri, melainkan tetap sebagai pemasok bahan mentah bagi negara penjajah. Struktur ini sangat sulit diubah dan terus berlanjut hingga kini dalam bentuk neo-kolonialisme ekonomi.

Neo-Kolonialisme Ekonomi dan Perdagangan Internasional

Meskipun negara-negara berkembang telah meraih kemerdekaan secara politis, namun secara ekonomi, mereka masih terjebak dalam apa yang dikenal sebagai "neo-kolonialisme." Istilah ini merujuk pada situasi di mana negara-negara bekas jajahan masih bergantung secara ekonomi pada negara-negara maju, terutama melalui perdagangan internasional dan investasi asing. Seperti yang disinggung oleh Kwame Nkrumah dalam Neo-Colonialism, the Last Stage of Imperialism (1965), kekuatan ekonomi besar tetap memiliki pengaruh yang dominan atas kebijakan ekonomi di negara-negara berkembang.

Banyak negara berkembang saat ini, meskipun tidak lagi di bawah kekuasaan penjajah, masih terikat oleh perjanjian perdagangan yang tidak adil, utang luar negeri yang besar, dan ketergantungan pada investasi asing. Ini mempersulit mereka untuk mengembangkan industri domestik yang kuat, yang pada gilirannya memperkuat ketergantungan mereka pada ekonomi global yang dikendalikan oleh negara-negara maju. Seperti yang dikatakan Stiglitz (2002) dalam Globalization and Its Discontents, globalisasi, alih-alih menciptakan kesetaraan, sering kali memperkuat pola ketergantungan lama yang telah dimulai sejak era kolonial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun