Meskipun ekonomi syariah menawarkan solusi yang lebih berkeadilan dan etis, sistem ini masih harus bersaing dengan ekonomi konvensional yang telah mapan. Di Indonesia, perbankan konvensional masih mendominasi pasar keuangan, dengan pangsa pasar perbankan syariah yang hanya sekitar 6-7% dari total aset perbankan nasional. Persaingan ini semakin diperburuk oleh fakta bahwa produk-produk keuangan syariah sering kali dianggap kurang kompetitif dari segi biaya dan kemudahan akses.
Selain itu, banyak masyarakat yang masih terikat dengan sistem ekonomi konvensional karena faktor-faktor seperti sejarah, kebiasaan, dan infrastruktur yang telah ada. Oleh karena itu, meskipun minat terhadap ekonomi syariah meningkat, adopsi massal terhadap sistem ini masih membutuhkan waktu yang cukup lama.
5. Perkembangan Teknologi Finansial Syariah yang Tertinggal
Di era digital saat ini, teknologi finansial (fintech) telah menjadi tulang punggung bagi perkembangan sektor keuangan global, termasuk di Indonesia. Namun, fintech syariah masih tertinggal dibandingkan dengan fintech konvensional dalam hal inovasi, adopsi, dan penetrasi pasar. Kurangnya investasi dalam teknologi yang mendukung ekonomi syariah menjadi salah satu penyebab utama keterlambatan ini.
Fintech syariah berpotensi besar untuk mendorong inklusi keuangan dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat yang selama ini belum terjangkau oleh sistem perbankan formal. Namun, tanpa adanya dorongan yang kuat dari pemerintah dan pelaku industri, perkembangan teknologi finansial syariah ini akan sulit mencapai potensi maksimalnya.
6. Kepatuhan Syariah dalam Praktik Nyata
Sistem ekonomi syariah memiliki prinsip-prinsip yang ketat terkait kepatuhan terhadap hukum Islam, seperti larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi). Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut dalam praktik nyata, terutama dalam dunia bisnis modern yang semakin kompleks.
Banyak pelaku industri yang menghadapi kesulitan dalam menafsirkan dan menerapkan prinsip-prinsip syariah ini dalam konteks ekonomi kontemporer. Misalnya, dalam pembiayaan syariah, sering kali terdapat perdebatan tentang apakah suatu produk atau transaksi benar-benar bebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh syariah.
7. Keterbatasan Infrastruktur Pendukung
Infrastruktur yang memadai sangat penting untuk mendukung perkembangan sistem ekonomi syariah di Indonesia. Namun, saat ini infrastruktur pendukung, seperti lembaga sertifikasi halal, pengadilan ekonomi syariah, dan lembaga audit syariah, masih terbatas. Kekurangan infrastruktur ini berdampak pada lambatnya proses verifikasi dan validasi kepatuhan syariah, yang pada akhirnya mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap produk-produk ekonomi syariah.
8. Kurangnya Dukungan Internasional