Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id- www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengukuran Kualitas Hidup (16): Dialektika Definisi

29 Juli 2024   14:16 Diperbarui: 29 Juli 2024   14:16 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kualitas hidup merupakan konsep yang kompleks dan multidimensional, mencakup berbagai aspek kehidupan manusia yang tidak hanya berfokus pada aspek material, tetapi juga aspek non-material seperti kesehatan, pendidikan, hubungan sosial, dan lingkungan. Dalam beberapa dekade terakhir, pemahaman mengenai kualitas hidup telah berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial-ekonomi di seluruh dunia. Sebagai sebuah konsep yang luas, kualitas hidup tidak dapat diukur hanya dengan satu dimensi, melainkan memerlukan pendekatan yang holistik dan multidimensional untuk menangkap keragaman pengalaman manusia.

Dimensi ekonomi sering menjadi fokus utama dalam pengukuran kualitas hidup, karena kemakmuran material dianggap sebagai salah satu indikator kesejahteraan. Indikator seperti pendapatan, pekerjaan, dan akses terhadap barang dan jasa dasar merupakan bagian penting dari dimensi ini. Namun, meskipun penting, aspek ekonomi saja tidak cukup untuk menggambarkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Kesehatan fisik dan mental adalah komponen kunci dalam kualitas hidup. Akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, angka harapan hidup, dan kualitas kesehatan mental mempengaruhi kemampuan individu untuk menjalani kehidupan yang produktif dan memuaskan. Sebuah studi oleh World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa kesehatan yang baik adalah prasyarat untuk mencapai potensi penuh seseorang dalam berbagai aspek kehidupan (WHO, 2020).

Pendidikan memainkan peran penting dalam pemberdayaan individu dan komunitas. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi sering dikaitkan dengan kesempatan kerja yang lebih baik dan peningkatan kapasitas untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Pendidikan juga merupakan alat untuk meningkatkan kesadaran kritis dan keterampilan hidup, yang berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan (OECD, 2019).

Hubungan sosial dan dukungan komunitas sangat penting dalam menentukan kesejahteraan individu. Keterlibatan dalam kegiatan sosial dan adanya dukungan dari keluarga serta teman-teman dapat meningkatkan perasaan kepuasan hidup dan kebahagiaan. Robert Putnam dalam bukunya "Bowling Alone" mengemukakan bahwa modal sosial, yang mencakup jaringan sosial dan hubungan antar manusia, berkontribusi signifikan terhadap kualitas hidup (Putnam, 2000).

Lingkungan fisik di mana seseorang tinggal juga mempengaruhi kualitas hidup mereka. Akses terhadap lingkungan yang bersih, aman, dan berkelanjutan adalah faktor penting dalam menentukan kesejahteraan fisik dan mental. Lingkungan yang sehat mendukung aktivitas sehari-hari dan mempromosikan kesehatan yang lebih baik (Elliott, 2011).

Pendekatan tradisional dalam pengukuran kualitas hidup seringkali terlalu fokus pada indikator ekonomi dan mengabaikan aspek-aspek lain yang sama pentingnya. Misalnya, Produk Domestik Bruto (PDB) sering digunakan sebagai proxy untuk kualitas hidup, padahal PDB hanya mencerminkan nilai ekonomi dan tidak mempertimbangkan aspek sosial, kesehatan, atau lingkungan. Para kritikus berpendapat bahwa pengukuran yang terlalu sempit ini gagal menangkap kompleksitas pengalaman manusia dan tidak memberikan gambaran yang akurat tentang kesejahteraan sejati (Nussbaum, 2001).

Pendekatan multidimensional menawarkan cara yang lebih holistik dan komprehensif untuk mengukur kualitas hidup. Dengan mengakui bahwa kesejahteraan manusia terdiri dari berbagai dimensi yang saling terkait, pendekatan ini memungkinkan analisis yang lebih dalam mengenai bagaimana berbagai faktor mempengaruhi kehidupan individu. Human Development Index (HDI) yang dikembangkan oleh UNDP, misalnya, menggabungkan indikator kesehatan, pendidikan, dan pendapatan untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang kualitas hidup (UNDP, 2020).

Di Indonesia, pengukuran kualitas hidup yang multidimensional sangat penting mengingat keragaman budaya, geografis, dan ekonomi yang ada. Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur berbagai dimensi kualitas hidup yang relevan dalam konteks lokal. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lokal, model pengukuran yang lebih adaptif dapat dikembangkan untuk memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai kualitas hidup masyarakat Indonesia (BPS, 2021).

Kualitas hidup sebagai konsep multidimensional menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pengukurannya. Dengan mempertimbangkan berbagai dimensi yang mempengaruhi kesejahteraan individu, kita dapat mengembangkan kebijakan yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, pengembangan model baru yang mencerminkan kompleksitas dan keragaman lokal sangat penting untuk mempromosikan kesejahteraan yang lebih merata dan berkelanjutan. Studi dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menguji dan memvalidasi pendekatan multidimensional ini dalam mengukur kualitas hidup manusia.

Pengukuran kualitas hidup telah mengalami perkembangan signifikan sepanjang sejarah, seiring dengan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi yang terjadi di masyarakat. Pemahaman mengenai kualitas hidup telah berkembang dari fokus sempit pada kesejahteraan ekonomi menuju pendekatan yang lebih holistik dan multidimensional, yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia seperti kesehatan, pendidikan, dan lingkungan sosial. Esai ini akan membahas perkembangan historis dalam pengukuran kualitas hidup, menyoroti berbagai pendekatan dan indikator yang telah digunakan untuk mengukur kesejahteraan manusia.

Pada awal abad ke-20, pengukuran kualitas hidup terutama berfokus pada aspek ekonomi, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) digunakan sebagai proxy utama untuk kesejahteraan suatu negara. PDB mengukur nilai total barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara, dan selama beberapa dekade, dianggap sebagai indikator utama kemakmuran nasional. Namun, PDB hanya mencerminkan aspek material dari kesejahteraan dan mengabaikan faktor-faktor penting lainnya seperti distribusi pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.

Paradigma pada Abad ke-20

Pada pertengahan abad ke-20, para ekonom dan ilmuwan sosial mulai menyadari keterbatasan PDB sebagai pengukur kualitas hidup yang holistik. Kritik terhadap penggunaan PDB meningkat, karena indikator ini tidak mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan yang esensial untuk kesejahteraan manusia. Sebagai tanggapan, berbagai pendekatan alternatif mulai dikembangkan untuk menyediakan gambaran yang lebih lengkap tentang kualitas hidup.

Salah satu langkah penting dalam pengembangan pengukuran kualitas hidup adalah pengenalan Indeks Pembangunan Manusia (HDI) oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990. HDI menggabungkan tiga dimensi utama: kesehatan (diukur melalui harapan hidup), pendidikan (diukur melalui rata-rata tahun sekolah dan harapan tahun sekolah), dan standar hidup (diukur melalui pendapatan per kapita). Dengan menggabungkan indikator ekonomi dan sosial, HDI memberikan gambaran yang lebih seimbang tentang kesejahteraan manusia (UNDP, 1990).

Pada tahun 2010, UNDP memperkenalkan Indeks Kemiskinan Multidimensi (IKM) yang dirancang untuk menggantikan ukuran kemiskinan tradisional yang hanya didasarkan pada pendapatan. IKM mengukur kemiskinan dengan mempertimbangkan berbagai deprivasi yang dialami oleh individu, termasuk kesehatan, pendidikan, dan standar hidup. Pendekatan multidimensi ini memungkinkan identifikasi yang lebih tepat mengenai penyebab dan dampak kemiskinan, serta memberikan dasar yang lebih baik untuk intervensi kebijakan (Alkire & Foster, 2011).

Dalam dekade terakhir, pengukuran kebahagiaan subjektif telah menjadi fokus penting dalam pengukuran kualitas hidup. Laporan Kebahagiaan Dunia, yang diterbitkan oleh Sustainable Development Solutions Network, mengukur kesejahteraan subjektif berdasarkan survei terhadap individu di berbagai negara. Indeks ini mempertimbangkan faktor-faktor seperti dukungan sosial, kebebasan memilih, dan persepsi korupsi, menawarkan perspektif yang lebih holistik tentang kesejahteraan manusia (Helliwell et al., 2020).

Pada abad ke-21, semakin banyak perhatian diberikan pada integrasi aspek lingkungan dalam pengukuran kualitas hidup. Kesadaran akan dampak perubahan iklim dan degradasi lingkungan terhadap kesejahteraan manusia telah mendorong pengembangan indikator yang mencakup dimensi lingkungan. Indeks Kualitas Hidup Berkelanjutan (Sustainable Quality of Life Index) adalah salah satu upaya untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dengan aspek sosial dan ekonomi dalam pengukuran kualitas hidup (Sachs et al., 2015).

Meskipun telah ada kemajuan signifikan dalam pengukuran kualitas hidup, tantangan tetap ada dalam hal penyediaan data yang akurat dan representatif, terutama di negara berkembang. Keragaman budaya, sosial, dan ekonomi juga memerlukan pendekatan yang disesuaikan dengan konteks lokal untuk memastikan relevansi dan akurasi pengukuran. Di masa depan, pengukuran kualitas hidup kemungkinan akan terus berkembang dengan memanfaatkan teknologi baru dan data besar (big data) untuk menyediakan wawasan yang lebih mendalam tentang kesejahteraan manusia.

Perkembangan historis pengukuran kualitas hidup mencerminkan pergeseran paradigma dari fokus sempit pada aspek ekonomi menuju pendekatan yang lebih holistik dan multidimensional. Dengan mengintegrasikan berbagai dimensi kesejahteraan, pengukuran kualitas hidup dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap dan akurat tentang kesejahteraan manusia. Dalam konteks global yang terus berubah, penting bagi para peneliti dan pembuat kebijakan untuk terus memperbarui pendekatan pengukuran ini guna menangkap kompleksitas dan keragaman pengalaman manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun