Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengukuran Kualitas Hidup (16): Dialektika Definisi

29 Juli 2024   14:16 Diperbarui: 29 Juli 2024   14:16 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada awal abad ke-20, pengukuran kualitas hidup terutama berfokus pada aspek ekonomi, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) digunakan sebagai proxy utama untuk kesejahteraan suatu negara. PDB mengukur nilai total barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara, dan selama beberapa dekade, dianggap sebagai indikator utama kemakmuran nasional. Namun, PDB hanya mencerminkan aspek material dari kesejahteraan dan mengabaikan faktor-faktor penting lainnya seperti distribusi pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.

Paradigma pada Abad ke-20

Pada pertengahan abad ke-20, para ekonom dan ilmuwan sosial mulai menyadari keterbatasan PDB sebagai pengukur kualitas hidup yang holistik. Kritik terhadap penggunaan PDB meningkat, karena indikator ini tidak mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan yang esensial untuk kesejahteraan manusia. Sebagai tanggapan, berbagai pendekatan alternatif mulai dikembangkan untuk menyediakan gambaran yang lebih lengkap tentang kualitas hidup.

Salah satu langkah penting dalam pengembangan pengukuran kualitas hidup adalah pengenalan Indeks Pembangunan Manusia (HDI) oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990. HDI menggabungkan tiga dimensi utama: kesehatan (diukur melalui harapan hidup), pendidikan (diukur melalui rata-rata tahun sekolah dan harapan tahun sekolah), dan standar hidup (diukur melalui pendapatan per kapita). Dengan menggabungkan indikator ekonomi dan sosial, HDI memberikan gambaran yang lebih seimbang tentang kesejahteraan manusia (UNDP, 1990).

Pada tahun 2010, UNDP memperkenalkan Indeks Kemiskinan Multidimensi (IKM) yang dirancang untuk menggantikan ukuran kemiskinan tradisional yang hanya didasarkan pada pendapatan. IKM mengukur kemiskinan dengan mempertimbangkan berbagai deprivasi yang dialami oleh individu, termasuk kesehatan, pendidikan, dan standar hidup. Pendekatan multidimensi ini memungkinkan identifikasi yang lebih tepat mengenai penyebab dan dampak kemiskinan, serta memberikan dasar yang lebih baik untuk intervensi kebijakan (Alkire & Foster, 2011).

Dalam dekade terakhir, pengukuran kebahagiaan subjektif telah menjadi fokus penting dalam pengukuran kualitas hidup. Laporan Kebahagiaan Dunia, yang diterbitkan oleh Sustainable Development Solutions Network, mengukur kesejahteraan subjektif berdasarkan survei terhadap individu di berbagai negara. Indeks ini mempertimbangkan faktor-faktor seperti dukungan sosial, kebebasan memilih, dan persepsi korupsi, menawarkan perspektif yang lebih holistik tentang kesejahteraan manusia (Helliwell et al., 2020).

Pada abad ke-21, semakin banyak perhatian diberikan pada integrasi aspek lingkungan dalam pengukuran kualitas hidup. Kesadaran akan dampak perubahan iklim dan degradasi lingkungan terhadap kesejahteraan manusia telah mendorong pengembangan indikator yang mencakup dimensi lingkungan. Indeks Kualitas Hidup Berkelanjutan (Sustainable Quality of Life Index) adalah salah satu upaya untuk mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dengan aspek sosial dan ekonomi dalam pengukuran kualitas hidup (Sachs et al., 2015).

Meskipun telah ada kemajuan signifikan dalam pengukuran kualitas hidup, tantangan tetap ada dalam hal penyediaan data yang akurat dan representatif, terutama di negara berkembang. Keragaman budaya, sosial, dan ekonomi juga memerlukan pendekatan yang disesuaikan dengan konteks lokal untuk memastikan relevansi dan akurasi pengukuran. Di masa depan, pengukuran kualitas hidup kemungkinan akan terus berkembang dengan memanfaatkan teknologi baru dan data besar (big data) untuk menyediakan wawasan yang lebih mendalam tentang kesejahteraan manusia.

Perkembangan historis pengukuran kualitas hidup mencerminkan pergeseran paradigma dari fokus sempit pada aspek ekonomi menuju pendekatan yang lebih holistik dan multidimensional. Dengan mengintegrasikan berbagai dimensi kesejahteraan, pengukuran kualitas hidup dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap dan akurat tentang kesejahteraan manusia. Dalam konteks global yang terus berubah, penting bagi para peneliti dan pembuat kebijakan untuk terus memperbarui pendekatan pengukuran ini guna menangkap kompleksitas dan keragaman pengalaman manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun