Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jadi Ulat atau Naga; Kesenjangan atau Keberuntungan?

14 Juni 2024   04:00 Diperbarui: 15 Juni 2024   23:27 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era digitalisasi dan kecepatan teknologi telah membawa perubahan yang signifikan dalam kehidupan manusia. Teknologi informasi dan komunikasi, kecerdasan buatan, serta internet of things telah membuka peluang dan potensi baru yang belum pernah ada sebelumnya. Namun, di balik semua kemajuan ini, terdapat paradoks yang mencolok: jurang antara yang super kaya dan miskin semakin melebar. Disini akan mengupas bagaimana kecepatan teknologi dan digitalisasi memengaruhi kesenjangan ekonomi, serta dampak sosial yang timbul darinya.

Teknologi sebagai Mesin Penggerak Kekayaan

Dalam beberapa dekade terakhir, kita menyaksikan lahirnya para miliarder baru yang kekayaannya diperoleh dari inovasi teknologi. Nama-nama seperti Jeff Bezos, Elon Musk, Mark Zuckerberg, dan Jack Ma telah menjadi simbol dari kesuksesan luar biasa di era digital. Mereka adalah pionir di bidang teknologi yang berhasil mengidentifikasi peluang, menciptakan solusi inovatif, dan mendisrupsi industri konvensional. Kekayaan mereka berasal dari perusahaan teknologi yang memiliki nilai pasar ratusan miliar hingga triliunan dolar.

Keberhasilan ini sebagian besar disebabkan oleh skala ekonomi yang dapat dicapai melalui platform digital. Amazon, misalnya, dapat menjual produk ke seluruh dunia tanpa memerlukan infrastruktur fisik yang luas. Demikian pula, Facebook dapat menjangkau miliaran pengguna dengan biaya marjinal yang sangat rendah. Model bisnis ini memungkinkan akumulasi kekayaan yang sangat cepat dan dalam jumlah yang sangat besar bagi segelintir orang yang menguasai teknologi tersebut.

Berikut adalah waktu yang dibutuhkan oleh beberapa orang terkaya di dunia untuk mengumpulkan kekayaan mereka hingga mencapai status sebagai orang terkaya di dunia:

Warren Buffett

  • Awal Karir: Memulai investasi serius pada tahun 1956 dengan Buffett Partnership Ltd.
  • Titik Puncak: Menjadi orang terkaya di dunia pada tahun 2008 dengan kekayaan sekitar $62 miliar.
  • Durasi: Sekitar 52 tahun (1956-2008).

Bill Gates

  • Awal Karir: Mendirikan Microsoft pada tahun 1975.
  • Titik Puncak: Menjadi orang terkaya di dunia pada tahun 1995 dengan kekayaan sekitar $12,9 miliar.
  • Durasi: Sekitar 20 tahun (1975-1995).

Elon Musk

  • Awal Karir: Memulai dengan Zip2 pada tahun 1995.
  • Titik Puncak: Menjadi orang terkaya di dunia pada tahun 2021 dengan kekayaan lebih dari $185 miliar.
  • Durasi: Sekitar 26 tahun (1995-2021).

Jeff Bezos

  • Awal Karir: Mendirikan Amazon pada tahun 1994.
  • Titik Puncak: Menjadi orang terkaya di dunia pada tahun 2017 dengan kekayaan sekitar $100 miliar.
  • Durasi: Sekitar 23 tahun (1994-2017).

Mark Zuckerberg

  • Awal Karir: Mendirikan Facebook pada tahun 2004.
  • Titik Puncak: Menjadi salah satu orang terkaya di dunia pada tahun 2010-an, mencapai kekayaan $100 miliar pada tahun 2021.
  • Durasi: Sekitar 17 tahun (2004-2021).

Bernard Arnault

  • Awal Karir: Mengambil alih LVMH pada tahun 1989.
  • Titik Puncak: Menjadi orang terkaya di dunia pada tahun 2021 dengan kekayaan lebih dari $150 miliar.
  • Durasi: Sekitar 32 tahun (1989-2021).

Analisis dan Kesimpulan

  • Warren Buffett: 52 tahun, investasi jangka panjang.
  • Bill Gates: 20 tahun, perangkat lunak dan komputer pribadi.
  • Elon Musk: 26 tahun, teknologi canggih dan inovasi.
  • Jeff Bezos: 23 tahun, e-commerce dan teknologi.
  • Mark Zuckerberg: 17 tahun, media sosial.
  • Bernard Arnault: 32 tahun, barang mewah dan mode.

Dari perbandingan ini, terlihat bahwa waktu yang diperlukan untuk mencapai status sebagai orang terkaya di dunia bervariasi tergantung pada industri, inovasi, dan strategi bisnis. Mereka yang beroperasi di sektor teknologi dan media sosial cenderung mencapai kekayaan lebih cepat dibandingkan dengan sektor investasi jangka panjang atau barang mewah.

Kesenjangan Digital: Mengapa yang Miskin Semakin Tertinggal

Sementara teknologi memberikan peluang besar bagi mereka yang dapat memanfaatkannya, banyak orang masih tertinggal karena kurangnya akses, pendidikan, dan keterampilan yang diperlukan. Istilah "kesenjangan digital" merujuk pada perbedaan antara mereka yang memiliki akses dan kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dan mereka yang tidak. Faktor-faktor seperti lokasi geografis, tingkat pendidikan, dan status ekonomi memainkan peran besar dalam menentukan akses ini.

Di banyak negara berkembang, infrastruktur teknologi masih sangat terbatas. Internet cepat dan perangkat teknologi masih merupakan barang mewah bagi sebagian besar penduduk. Tanpa akses ini, mereka tidak dapat bersaing di pasar kerja modern yang semakin digital. Selain itu, kurangnya keterampilan digital menghalangi banyak orang dari memanfaatkan peluang pekerjaan yang diciptakan oleh ekonomi digital.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Kesenjangan yang melebar antara yang super kaya dan miskin ini memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Di satu sisi, ada kelompok kecil orang yang menikmati kekayaan dan kemakmuran luar biasa. Mereka memiliki akses ke pendidikan terbaik, perawatan kesehatan berkualitas tinggi, dan berbagai peluang investasi yang menguntungkan. Di sisi lain, terdapat mayoritas yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar, menghadapi ketidakpastian ekonomi, dan kurangnya mobilitas sosial.

Ketidakadilan ini dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial. Ketika sebagian besar populasi merasa terpinggirkan dan tidak mendapatkan bagian yang adil dari kemajuan ekonomi, mereka cenderung kehilangan kepercayaan pada sistem yang ada. Ini bisa memicu ketegangan sosial, protes, dan bahkan kerusuhan. Selain itu, kesenjangan ekonomi yang besar dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang karena mengurangi permintaan agregat dan memicu siklus kemiskinan yang sulit diputus.

Solusi dan Jalan ke Depan

Mengatasi masalah ini memerlukan pendekatan yang holistik dan terkoordinasi. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil harus bekerja sama untuk memastikan bahwa manfaat dari teknologi dan digitalisasi dapat dinikmati oleh semua orang. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:

  1. Investasi dalam Infrastruktur Teknologi: Memperluas akses internet cepat dan perangkat teknologi ke daerah pedesaan dan komunitas miskin.
  2. Pendidikan dan Pelatihan Digital: Menyediakan program pendidikan dan pelatihan yang fokus pada keterampilan digital untuk mempersiapkan tenaga kerja masa depan.
  3. Kebijakan Ekonomi yang Inklusif: Mengembangkan kebijakan yang mendukung usaha kecil dan menengah serta mendorong inovasi di berbagai sektor.
  4. Regulasi dan Pajak yang Adil: Menerapkan regulasi yang memastikan perusahaan teknologi besar berkontribusi secara adil terhadap perekonomian dan masyarakat.
  5. Kemitraan Publik-Swasta: Mendorong kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam mengatasi kesenjangan digital.

Era kecepatan teknologi dan digitalisasi menawarkan peluang besar, namun juga menghadirkan tantangan signifikan terkait kesenjangan ekonomi. Meskipun para pionir teknologi menikmati kekayaan luar biasa, banyak orang masih tertinggal dalam bayang-bayang kemajuan ini. Dengan upaya bersama untuk memperluas akses, meningkatkan pendidikan, dan menciptakan kebijakan yang inklusif, kita dapat membangun masa depan di mana teknologi benar-benar menjadi alat pemberdayaan bagi semua lapisan masyarakat.

Daftar Pustaka

  1. Atkinson, A. B., Piketty, T., & Saez, E. (2011). Top Incomes in the Long Run of History. Journal of Economic Literature, 49(1), 3-71.
  2. Brynjolfsson, E., & McAfee, A. (2014). The Second Machine Age: Work, Progress, and Prosperity in a Time of Brilliant Technologies. W.W. Norton & Company.
  3. Castells, M. (2010). The Rise of the Network Society: The Information Age: Economy, Society, and Culture. Wiley-Blackwell.
  4. Deaton, A. (2013). The Great Escape: Health, Wealth, and the Origins of Inequality. Princeton University Press.
  5. Goldin, I., & Kutarna, C. (2016). Age of Discovery: Navigating the Risks and Rewards of Our New Renaissance. Bloomsbury.
  6. OECD. (2018). Bridging the Digital Divide: Inclusive Growth in the Digital Age. OECD Publishing
  7. Piketty, T. (2014). Capital in the Twenty-First Century. Harvard University Press.
  8. Schwab, K. (2017). The Fourth Industrial Revolution. Crown Business.
  9. Stiglitz, J. E. (2012). The Price of Inequality: How Today's Divided Society Endangers Our Future. W.W. Norton & Company.
  10. United Nations. (2020). The Impact of Digital Technologies. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD).
  11. Van Dijk, J. A. G. M. (2020). The Digital Divide. Polity Press.
  12. World Bank. (2016). Digital Dividends: World Development Report 2016. World Bank Publications.
  13. Zuboff, S. (2019). The Age of Surveillance Capitalism: The Fight for a Human Future at the New Frontier of Power. PublicAffairs.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun