Mohon tunggu...
Syaiful Amran
Syaiful Amran Mohon Tunggu... Freelancer - Iman, Ilmu, Amal

Kejahatan muncul karena diamnya orang-orang baik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Inas Kritik SBY Terkait Ekonomi, Lah Sarjana Teknik Kok Nyinyiri Doktor Bidang Ekonomi?

25 September 2020   14:09 Diperbarui: 25 September 2020   14:33 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memberikan orasi ilmiah di IPB, Sumber: Koran Kampus IPB

Wakil Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir menyebut Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) "tidak"paham terkait perekonomian nasional.

Pernyataan Inas yang menyerempet ke SBY ini, ditenggarai oleh pernyataan Jusuf Kalla (JK) yang memaparkan efektifitas kepemimpinan SBY dalam menghadapi tantangan ekonomi.

Namun analisa "dangkal" Inas justru menegaskan peribahasa lama yang mengatakan, air beriak tanda tak dalam.

Begini pasalnya, Inas merupakan politisi dengan berlatar belakang pendidikan di bidang teknologi. Saya bisa memahami jika Inas menyebut SBY tak paham mengenai cara memasang instalasi internet, coding, dan atau cara memudahkan kerja buzzer  dengan instalasi jaringan komputer yang modern.

Tapi jika berbicara ekonomi, mungkin Inas perlu menggunakan keilmuannya di bidang system analitic yang rumit itu untuk mencari tahu latar pendidikan dan pencapaian SBY.

SBY, selain berlatar belakang militer, beliau juga merupakan Doktor dalam bidang Ekonomi Pertanian. Gelar tersebut didapatkannya dari Isntitut Pertanian Bogor pada tahun 2004.

Selain itu, pengakuan lainnya juga datang dari dunia internasional terkait kinerja SBY mengangkat perekonomian nasional semasa ia mengemban amanat rakyat menjadi Presiden RI.

Pada tahun 2012 SBY menerima penghargaan 21st Century Economic Achievement Award dari US-ASEAN Business Council, dan pata tahun 2014  menerima penghargaan Global Statesmanship Award dari World Economic Forum (WEF).

Saya sengaja tak menyebutkan (angka) keberhasilan SBY dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional selama sepuluh tahun dalam ukuran rata-rata pertahunnya maupun rata-rata selama sepuluh tahun.

Selain hal itu membuat Inas menjadi panas dingin dan menggebu-gebu ingin membela junjungannya, tentu saja hal itu, menurut saya hanya akan memudahkan Inas dalam tugas system analitic-nya untuk mendalami sosok SBY.

Lagian kalau Inas terpancing, tidak baik juga bagi psikisnya secara pribadi maupun situasi nasional yang hari ini tengah membutuhkan soliditas dan solidaritas di tengah pandemi.

Saya sepakat dengan himbauan Partai Demokrat, dengan situasi Covid-19 ini harusnya menjadi momentum persatuan seluruh elemen bangsa. Bersama kita kuat, bersatu kita bangkit (tagline Partai Demokrat).

Terkait pernyataan Pak JK itu, menurut saya ambil saja yang baiknya dan perbaiki hal-hal yang belum baik. Pernyataan Pak JK tak perlu dipolitisasi atau dipolarisasi sedemikian rupa. Bukankah pengalaman Pak JK yang pernah bekerja sama di dua figur kepemimpinan nasional adalah pengalaman belajar yang berharga?

Bayangkan, jika Pak JK justru mengkomersialisasikan pengalamannya tersebut. Dibuatnya kelas-kelas diskusi perbandingan kepemimpinan, atau seminar/webinar tentang efektivitas kepemimpinan dalam mengelola organisasi yang dilengkapi dengan pendekatan ilmiah dan aplikatif, belum tentu Inas dan anak-anak bangsa yang bercita-cita menjadi pemimpin Indonesia di masa mendatang bisa membayarnya dengan harga yang sesuai.

Jadi, sudah sepatutnya Inas berterimakasih pada Pak JK yang telah memberi warna terhadap ilmu perbandingan kepemimpinan di Indonesia.

Dan jika perlu, tak ada salah dan perlu malu kiranya Pak Inas untuk belajar langsung kepada SBY terkait leadership (crisis) management.

Apakah kita tak bangga punya pemimpin seperti SBY yang disejajarkan dengan pemimpin dunia lainnya seperti Presiden AS Ronald Reagan, Presiden Perancis Jaques Chirac, dan Presiden Turki Abdullah Gul yang dinobatkan Kerajaan Ingris sebagai "Knight Grand Cross of the Order of Bath"?

Kalau saya sih bangga, nggak tau kalau Inas. Namun jika Inas tak turut bangga, patut dipertanyakan perjuangannya di jalur politik. Apakah untuk dan demi kebanggan nusa dan bangsa, atau hanya sekedar untuk kepentingan sektoral dan materil semata?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun