Ulis yang juga seorang motivator dan public speaking trainer, dengan cerdiknya mengembalikan semua pertanyaan soal kebahagiaan itu pada diri orang itu sendiri. Mengapa harus membuat ukuran-ukuran kebahagiaan jika kita sebenarnya punya semua yang kita inginkan dan butuhkan? Bukankah kita sudah cukup bahagia dengan nikmat kehidupan yang kita rasakan. Saat bangun dari tidur dan kita masih hidup, bukankah itu adalah kebahagiaan yang paling hakiki?
Coba bayangkan jika anda mencoba bangun dari tidur dan tidak bisa karena nyawa anda sudah dicabut oleh yang Maha Kuasa? Apakah anda akan protes?
Nikmat terbesar dari hidup itu adalah HIDUP itu sendiri. Dalam buku ini Ulis mencoba menyadarkan kita bahwa teramat banyak hal yang tak kita sadari yang harusnya kita syukuri. Dan itu merupakan problem yang manusia banget.Â
Jika kita selalu bersyukur atas semua pencapaian, kita tak akan mungkin punya waktu untuk mengeluh, tak akan punya waktu untuk meratapi kegagalan.
Benar kata mas Ulis, bahagia itu hanya soal cara pandang. Naik mobil Jaguar atau ojek punya nilai kebahagiaan yang sama, tergantung bagaimana anda memaknainya. Ojek akan bisa menjadi kendaraan yang paling nyaman ketika anda menaikinya dengan suka cita, meski harus meliuk-liuk di kemacetan ibukota. Namun menaiki kemewahan Jaguar bisa jadi akan berasa di neraka jika anda terjebak kemacetan berjam-jam yang membuat meeting anda batal. Dan jaguar akan jadi kendaraan menyebalkan jika anda mengeluhkannya.
Semua tergantung cara pandang.
Sudah bahagiakah anda hari ini?
Judul Buku  : The Happinest Mindset
Pengarang  : Muchlis Anwar
Penerbit    : Bestari, Jakarta
Tebal Buku : 95 halaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H