Mohon tunggu...
Syaifuddin Sayuti
Syaifuddin Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

email : udin.sayuti@gmail.com twitter : @syaifuddin1969 IG: @syaifuddin1969 dan @liburandihotel FB: https://www.facebook.com/?q=#/udinsayuti69 Personal blog : http://syaifuddin.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Film] Negeri 5 Menara, Ketika Mimpi Saja Tak Cukup

22 Februari 2012   10:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:19 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Roh dari cerita Negeri 5 Menara sesungguhnya ada pada mantra Man Jadda Wa Jadda, yang menjadi penyemangat ke-6 tokoh utama film ini. Mantra yang berarti Siapa yang Bersungguh-sungguh akan berhasil ini menjadi pelecut semangat para sahibul Menara dalam meraih tiap tahapan hidup mereka.

Sayangnya, meski secara tema cukup bagus, ada beberapa catatan untuk film N5M. Pertama, di awal alur film ini sangat lamban, nyaris membosankan. Adegan di kampung halaman Alif kurang 'emosinya'. Semula saya berharap sutradara bakal banyak mengeksplor keindahan lansekap Sumatera Barat. Tapi ternyata itu tak dilakukan dengan detil.

Kedua, pemilihan pemain. Gaza Zubizareta sebagai pendatang baru sebenarnya cukup bagus aktingnya, ia bermain cukup natural. Sayangnya Gaza punya wajah terlalu 'kota'. Meski di awal sudah didandani agar mirip "fuadi" dengan rambut gondrongnya, tetap saja wajahnya yang indo Pakistan tak mampu melenyapkan kesan ia anak kota.

[caption id="attachment_164289" align="aligncenter" width="300"]

13298416801208763509
13298416801208763509
[/caption]

Untuk pemain lainnya, khususnya pemeran Atang dan Baso, saya kira itu adalah pilihan tepat. Keduanya bermain wajar, dan menunjukkan 'local gesture' yang enak dilihat.

Ada juga sedikit yang kurang pas dengan pemilihan Ikang Fawzi sebagai kyai Rais. Akting Ikang masuk kategori lumayan lah. Tapi coba perhatikan gaya bicara Ikang di awal yang sangat maksa. Ia berusaha bicara dengan aksen medok Jawa, tapi yang keluar jadi berantakan.

Ketiga, ada kesan jumping dari suasana di pesantren di ujung film ke adegan di Trafalgar Square saat 3 tokoh utama bertemu. Mengapa tak ada benang merah yang menceritakan 'titik berhasil' para sahibul menara mengamalkan mantra Man Jadda Wa Jadda. Proses itu tak tergambarkan. Ini menurut saya merupakan bagian penting, karena tak semua penonton adalah pembaca buku N5M.

Tapi overall, film ini layak tonton kok! Temanya tak biasa. Kita perlu tema film-film macam ini ditengah arus film layar lebar yang kebanyakan bertema horor. Publik butuh film yang memberi inspirasi, yang meniupkan semangat pantang menyerah. Kalau publik banyak mengeluhkan serbuah film horror yang tak bermutu, maka saatnya publik juga membuktikan mereka mendukung film Indonesia yang bertema bagus seperti Negeri 5 Menara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun