Mohon tunggu...
Syaifuddin Sayuti
Syaifuddin Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

email : udin.sayuti@gmail.com twitter : @syaifuddin1969 IG: @syaifuddin1969 dan @liburandihotel FB: https://www.facebook.com/?q=#/udinsayuti69 Personal blog : http://syaifuddin.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bagaimana Memahami Pencapresan Jokowi?

15 Maret 2014   08:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Publik tanah air riuh rendah menyikapi pencalonan Joko Widodo sebagai Calon Presiden dari PDI-Perjuangan. Ada yang bersorak gembira karena akhirnya Jokowi yang kerap berada di posisi teratas survey Capres akhirnya ditetapkan secara resmi oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sebelum ini sempat beredar kabar Megawati lah yang akan turun gunung mencalonkan diri sebagai presiden.

Reaksi tak kalah ramainya datang dari lantai bursa. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung melesat hingga ke rekor tertingginya tahun ini di 4.878,643. Buat analis dan pelaku pasar Jokowi adalah fenomena. Baru dalam taraf pencalonan saja reaksi pelaku pasar sudah sedemikian rupa. Kerinduan pada "Sosok" dengan "S" besar yang memberi harapan pada pembenahan ekonomi yang lebih baik menjadi salah satu alasannya.

Bagaimana reaksi politisi yang notabene adalah capres pesaing Jokowi? Belum ada satupun Capres yang buka suara mengomentari pencalonan ini secara resmi. Namun saya perkirakan dalam pekan-pekan ke depan media massa akan bertambah ramai dengan masuknya Jokowi ke dalam gelanggang pencapresan.

Sebuah stasiun tv partisan yang pemiliknya juga mencalonkan diri sebagai Presiden kabarnya sudah menyiapkan rangkaian kampanye hitam untuk menjegal langkah Jokowi ke istana negara. Langkah ini tak mengherankan karena sejak nama Gubernur DKI Jakarta itu memuncaki sejumlah survey capres, media partisan tersebut paling 'rajin' menyerang sang mantan Walikota Solo tersebut. Bahkan saat Jakarta bergelut dengan persoalan banjir beberapa waktu lalu, hanya di tv inilah 'peran' Jokowi dinisbikan.

Jokowi, now or never!

Saat ini bisa jadi tidak ada satupun partai politik selain PDIP yang memiliki posisi paling menarik terkait figur calon Presiden. Dalam sejumlah survey yang diadakan sejak setahun terakhir nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo seringkali menjadi pemuncak hasil. Meski posisinya tak selalu di tempat teratas, namun tingkat keterpilihan Jokowi berdasarkan hasil survey merupakan yang tertinggi.

Setidaknya jika harus membandingkan dengan sosok-sosok Capres yang lebih dulu mendeklarasikan diri, sosok Jokowi cukup menjulang. Tingkat keterpilihan Jokowi yang cukup tinggi bisa jadi disebabkan liputan media terhadap sosok pengusaha mebel ini berlangsung begitu rupa. Sosoknya menjadi media darling, sosok kesayangan media massa karena berbagai langkah, kebijakan, terobosan, dan gaya komunikasinya yang berbeda dari kebanyakan pejabat atau politisi yang ada.

Segala tingkah polah Jokowi selama menjabat sebagai Gubernur DKI selalu menjadi sorotan, positif dan negatif tentunya. Jokowi selalu memberikan pembuktian bahwa menjadi pejabat tak harus selalu berada di belakang meja, hanya hadir dalam berbagai acara gunting pita peresmian anu atau pembukaan proyek ini. Namun Jokowi memberi arti baru terhadap sebuah jabatan publik, ia dengan cerdas mengkomunikasikan posisinya kepada masyarakat, mengajak serta dan berbagi beban bersama. Ini yang tak pernah dirasakan dan dilihat warga pada pejabat publik sebelumnya.

Di balik sederet puja, Jokowi juga menyimpan sejumlah ‘hutang’ bagi warga Jakarta. Ia baru 2 tahun menjabat sebagai kepala daerah yang memiliki persoalan yang kompleks.

Banyak pekerjaan yang belum selesai. Sejumlah proyek juga menanti sentuhan ide-ide kreatifnya yang sepertinya bisa mandeg jika tanpa campur tangan sang maestro. Ekspektasi warga Jakarta yang tinggi saat Jokowi terpilih sepertinya bakal kandas setelah ini. Harapan melihat ibukota yang lebih baik di bawah Jokowi bisa jadi akan tertutup.

Sebagai warga ber-KTP Jakarta terus terang saya sedih melihat fakta politik yang terjadi kemarin. Mudah sekali janji manis kampanye dan janji di awal masa jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta diingkari sendiri demi sebuah misi politik partai. Dengan dua kali meninggalkan ‘panggung’ politik di Solo dan Jakarta, saya sendiri khawatir ke depan langkah Jokowi sebagai pemimpin akan tersandera oleh kepentingan politik partai pendukungnya. Jika begini, mungkinkah berharap terlalu banyak pada sosok seorang Jokowi?

Sebagai kader partai, pastinya Jokowi haruslah tunduk pada keputusan partai. Apalagi bagi PDIP ini adalah saat yang tepat ‘meraih’ kursi istana setelah 2 kali Pemilu Presiden gagal. Baru kali ini PDIP dengan Jokowi begitu spesial posisinya di mata masyarakat maupun pelaku pasar. Dan jika tidak sekarang mungkin tidak akan ada kesempatan sama sekali. Bagi PDIP: Jokowi, now or never!

Tapi itulah politik. Tak pernah hitam putih. Ada nuansa warna yang cenderung berubah tergantung 'angin' politik yang tengah bertiup. Politik memang tak akan pernah satunya kata dan perbuatan. Apapun itu, pemilu kali ini saya prediksi akan berlangsung lebih seru dibanding pemilu sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun