[caption id="attachment_367034" align="aligncenter" width="520" caption="Baron, Salah Satu Pejantan Raksasa Blanakan (foto: koleksi pribadi)"][/caption]
Melintasi pantai utara (Pantura) Jawa sangat disayangkan jika tak mencoba berwisata ke sejumlah destinasi menarik yang terbentang mulai dari Pamanukan Subang hingga Tegal Jawa Tengah. Di kawasan Subang, Senin siang (19/1) kami dari tim 3 #JejakParaRiser menyempatkan berkunjung ke wisata alam Penangkaran Buaya di daerah Blanakan, Kabupaten Subang.
Untuk mencapai kawasan wisata ini bukanlah perkara mudah, meski tidak terlalu sulit juga. Dari jalan utama Pamanukan Pantura, hanya sekitar 8 kilometer saja. Jika dari arah Cikampek, letak plang lokasi wisata ini ada di sebelah kiri jalan.
[caption id="attachment_367035" align="aligncenter" width="455" caption="Datsun Go+Panca Sampai Juga ke Blanakan (foto: koleksi pribadi)"]
Nah, perjuangan baru terjadi begitu kita masuk lebih dalam ke ke arah lokasi wisata. Kami tiba di lokasi selepas hujan reda. Jalanan yang tak seluruhnya beraspal terlihat menggenang di sana-sini. Beberapa di antaranya malah lebih mirip dengan kubangan.
Saya tak habis pikir sebuah destinasi wisata yang tak jauh dari kota besar seperti ini namun tak memiliki sarana jalan penunjang ke lokasi yang memadai. Ke mana saja aparat Dinas PU setempat selama ini. Mobil Datsun Go+Panca yang saya kendarai terpaksa terseok-seok membelah jalan rusak yang dipenuhi genangan air. Ini terpaksa saya lakukan karena tak ingin terperosok ke dalam lubang yang dalam.
Sesekali mobil harus sabar menepi sejenak jika berpapasan dengan mobil lainnya, lantaran di depan kami tersaji genangan air yang kelihatannya cukup dalam. Kami tak mau ambil resiko menerjang genangan lalu tak bisa melanjutkan perjalanan.
Atraksi Buaya Rawa
Lalu, apa yang bisa disaksikan di lokasi wisata alam Blanakan? Seperti namanya di sini pengunjung bisa menyaksikan puluhan hewan buaya berbagai ukuran. Mulai dari buaya berukuran imut hingga raksasa. Namun spesies yang ada di taman wisata ini hanya satu, yakni buaya rawa dari Kalimantan. Jumlah buaya di sini mencapai lebih dari 400 ekor.
[caption id="attachment_367036" align="aligncenter" width="520" caption="Aksi Pawang Memanggil Buaya (foto: koleksi pribadi)"]
Dari puluhan ekor yang berkembang biak di sini, ternyata semuanya berasal dari 'ortu' yang sama, yakni 2 ekor pejantan bernama Jack dan Baron serta 5 ekor induknya.
Kami sempat bertemu dengan Jack dan Baron yang ternyata memiliki ukuran tubuh raksasa. Tubuh Baron panjangnya 7 meter dengan berat sekitar 750 kilogram, sementara Jack beratnya mencapai satu ton.
[caption id="attachment_367039" align="aligncenter" width="360" caption="Pawang dan Asuhannya Bisa Sedekat Ini (foto : koleksi pribadi)"]
Untuk menemui kedua buaya raksasa kami harus masuk ke dalam area khusus. Jangan bayangkan ini adalah tempat yang steril dari kehadiran manusia, sebab kami diminta oleh Imron dan Sanip ikut masuk ke area penangkaran.
Area ini jauh dari kesan sebagai tempat habitat buaya raksasa. Di tengah area ada kolam yang dihuni 7 buaya. Untuk membuat Jack dan Baron ke luar dari sarangnya di dalam air, Imron sang pawang memancing dengan cara memanggil dan memercikkan air kolam. Tak lama kemudian kedua pejantan tangguh itu pun perlahan keluar dari peraduannya.
[caption id="attachment_367040" align="aligncenter" width="346" caption="Hai� aku Baron .. (foto: koleksi pribadi)"]
Dan kami pun dibuat terkejut dengan penampakan kedua pejantan yang luar biasa besar. Yang lebih mengejutkan adalah kami bisa berhadapan langsung dengan kedua buaya dalam jarak yang sangat dekat, sekitar 5 meter. Imron menjamin buaya asuhannya tak akan menyerang pengunjung. Bahkan ia menggaransi keamanan pengunjung yang ingin berfoto selfie sambil memegang buaya. Tantangan yang langsung saya tolak. Saya hanya berani berfoto dari jarak yang menurut saya cukup aman.
[caption id="attachment_367041" align="aligncenter" width="480" caption="Pawang Berkomunikasi Dengan Baron (foto : koleksi pribadi)"]
Biasanya atraksi yang ditawarkan pada pengunjung adalah memberi makan buaya. Sejumlah ikan disiapkan untuk diberikan pada kedua buaya raksasa itu. Dalam sehari masing-masing buaya diberi makan 3 kali, sehingga total kebutuhan ikan untuk dikonsumsi buaya sekitar 1,5 kwintal per hari.
Baron dan Jack adalah jenis buaya rawa yang dibawa dari Kalimantan. Usia keduanya dan juga kelima induk sekitar 33 tahun. Dari ke-7 ekor buaya inilah taman wisata Blanakan mengembangbiakkan buaya-buayanya.
Umumnya buaya di sini diternakkan untuk kemudian diambil kulitnya bagi kepentingan industri fashion yang dijadikan produk berupa tas, dompet hingga sepatu. Sementara dagingnya tidak dijual, karena menurut Imron daging buaya tidak enak dikonsumsi.
Lokasi Wisata Tak Terurus
Lokasi wisata alam penangkaran buaya Blanakan berdiri sejak tahun 1983. Tempat ini merupakan satu-satunya lokasi penangkaran buaya mulai dari proses bertelur, penetasan, hingga pengembang biakan buaya satu-satunya di Jawa Barat. Taman wisata alam ini berada di bawah naungan Perhutani.
[caption id="attachment_367042" align="aligncenter" width="320" caption="Petugas di Taman Wisata Blanakan yang Bersahaja (foto: koleksi pribadi)"]
Berkunjung ke wisata alam penangkaran buaya Blanakan Anda bakal kaget dengan suasana apa adanya, bahkan seadanya di depan mata. Selain sarana jalan yang buruk, di sini manajemen tiketnya pun amburadul. Di pintu masuk pengunjung dikutip tiket masuk sebesar 11 ribu rupiah per orang dan parkir mobil 5 ribu rupiah. Namun jika ingin menyaksikan buaya raksasa pengunjung mesti kembali membayar tiket 8 ribu rupiah.
Sebuah kutipan uang yang membingungkan, sebab jika ke taman wisata ini dan tidak ikut membayar lagi tiket itu pengunjung hanya bisa menyaksikan kandang-kandang buaya yang kumuh, tak terawat.
Hal lainnya yang cukup memprihatinkan adalah faktor keamanan bagi pengunjung yang sepertinya diabaikan oleh pengelola. Tidak ada pagar pembatas yang optimal yang memagari pengunjung dari kemungkinan adanya serangan hewan buaya. Menurut Imron sang pawang, selama ini memang tak ada pagar permanen yang dipasang di taman wisata ini. Namun itu bukan berarti membahayakan pengunjung. Karena tiap pengunjung masuk untuk melihat Baron dan Jack selalu didampingi oleh pawang sebagai pemandu.
Perlu Pembenahan
Melihat kondisi taman wisata alam Blanakan yang terbengkalai, mestinya pemerintah daerah Jawa Barat serius membenahi taman wisata ini hingga menjadi lebih baik. Akses jalan menuju lokasi wisata dan di bagian dalam taman wisata mendesak untuk dibenahi. Harus dicari jalan keluar agar akses jalan menuju kawasan ini bisa dilalui kendaraan dengan aman dan pengunjung tidak segan bertandang kemari.
Oiya selain penangkaran buaya, taman ini juga menjadi 'rumah' bagi ribuan burung kuntul yang mendiami pepohonan yang ada di sejumlah titik. Umumnya burung kuntul hidup secara bergerombol, membuat sarang dan menempatkannya di ketinggian pohon.
Burung kuntul yang ada di taman wisata ini hidup secara mandiri. Mereka mencari makan ikan yang mereka dapat dari kolam-kolam/empang yang ada di sekitar lokasi wisata.
Sayangnya, keberadaan burung-burung ini seperti tak diinginkan oleh pengelola. Jika sadar bahwa keberadaan burung kuntul ini merupakan aset taman wisata, pengelola bisa membuatnya menjadi atraksi wisata yang menarik. Seperti apa? Itu pe-er yang mesti dikerjakan oleh Perhutani selaku pengelola taman wisata alam Blanakan.
Oya jangan lupa ikuti kisah para riser dalam #JejakParaRiser lainnya:
1. Hujan Tak Halangi Petualangan 9 Riser
2. Petualangan 9 Riser Bareng Datsun Go+Panca Dimulai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H