[caption id="attachment_369291" align="aligncenter" width="650" caption="Cantiknya Bandung dari Tebing Kraton (foto: koleksi pribadi)"][/caption]
Selepas subuh serombongan blogger galau asal Jakarta membelah pagi dengan bergegas ke sebuah tempat yang sedang hits didatangi para traveller yakni Tebing Kraton. Kami beranjak dari ponpes Babussalam di kampung Ciburial, kabupaten Bandung ditemani Kompasianer Fajr Muchtar sebagai guide.
Fajar, begitu panggilannya, adalah blogger yang juga seorang ustad. Dan di kawasan ini namanya cukup kondang. Setidaknya beberapa kali kami diberi kemudahan oleh penduduk setempat untuk masuk lebih dekat ke areal tebing Kraton. Padahal banyak pengunjung yang hanya bisa memarkirkan mobilnya lebih jauh dari lokasi.
Jalan menuju tebing Kraton lumayan menantang. Sempit dan hanya cukup dilalui satu kendaraan. Jika berpapasan dengan mobil lainnya bakal merepotkan, karena mesti mepet got yang ada di dua sisi jalan. Jalanan juga menanjak cukup tajam, beberapa diantaranya dalam kondisi licin sehabis hujan. Saran saya, jika kemari mesti membawa seorang pemandu (guide) yang hapal jalan. Pengetahuan akan jalan sangat berarti, salah antisipasi bisa terperosok ke tebing.
[caption id="attachment_369292" align="aligncenter" width="650" caption="Antara Gaya dan Beresiko (foto: koleksi pribadi)"]
Dari kampung Ciburial kami melalui jalanan pintas yang menanjak dan berkelok-kelok. Perjalanan juga melewati sebuah tanjakan yang diberi nama tanjakan putus asa. Dinamakan demikian karena jalanan yang kita lalui terus menanjak tanpa pernah kita tahu kapan selesainya. Tanjakan ini makin membuat putus asa karena licin dan berbatu.
Begitu sampai di warung bandrek, mobil mesti dititipkan. Ini adalah lokasi pertemuan (meeting point) para pesepeda dari Bandung. Warung bandrek sendiri menjual minuman hangat dan cemilan yang menjadi langganan komunitas pesepeda setelah mengayuh sepeda dari kawasan Dago bawah.
Di sini biasanya kendaraan tak bisa lanjut ke atas. Namun jangan cemas, sejumlah ojek sepeda motor siap mengantar hingga ke atas tebing. Ongkos ojek sekitar 20 ribu rupiah.
Beruntung karena membawa ustad Fajar mobil kami diperbolehkan lanjut terus ke atas. Kontur jalan yang kami lalui masih terjal dengan bebatuan yang tajam. Mobil kami parkir sekitar beberapa ratus meter dari puncak tebing.
Dan jalan kaki adalah satu-satunya cara mencapai puncak. Lumayan melelahkan, setidaknya buat yang jarang berolahraga seperti saya.
Tak perlu terburu-buru ingin menggapai puncak tebing, sebab pemandangan yang tersaji di sepanjang perjalanan sangat cantik. Jangan sia-siakan pemandangan ini dengan melewatinya tanpa mengambil gambar dan berfoto selfie.