Mohon tunggu...
Syaifud Adidharta 2
Syaifud Adidharta 2 Mohon Tunggu... Kompasianer -

Hidup Ini Hanya Satu Kali. Bisakah Kita Hidup Berbuat Indah Untuk Semua ?

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jejak Ekstrim Puncak Merapi Pusat Titik Utara Yogyakarta

19 Oktober 2017   16:46 Diperbarui: 21 Oktober 2017   03:27 1312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi ((Kompas.com/Ronny Adolof Buol))

"Gimana bro? lanjut muncak ngga nih?" Beberapa kawan mulai ragu untuk muncak setelah membaca tulisan di plang tersebut. Kami pun mulai terlibat diskusi kecil-kecilan untuk mengambil keputusan. Bagi saya, puncak adalah bonus dari perjalanan, dan juga menginjakkan kaki di puncak Merapi tak pernah jadi ambisi untuk diwujudkan.

Namun dari Pasar Bubrah, puncak merapi letaknya sudah tak jauh lagi bro, sesekali saat kabut mulai menipis tertiup angin, tanah tertinggi itu menampakkan kemegahannya seolah melambaikan tangan mengundang saya untuk datang kesana.

Karena tiba-tiba rasa penasaran datang menyerang, apalagi saat ini kami sudah terlanjur berada disini, dan lagi pendaki lain juga banyak yang sedang naik ke puncak. Setelah menimbang-nimbang factor-faktor tersebut, akhirnya kami ambil resiko untuk lanjut mendaki menuju puncak.

Entah karena saat itu keadaan masih cukup gelap, atau mungkin juga factor kualat karena melanggar batas, rombongan saya dan beberapa pendaki lain harus terjebak di jalur yang salah. Alih-alih lewat jalur kiri dengan trek berpasir yang biasanya dilewati banyak pendaki, kami malah lewat jalur kanan yang punya medan pasir kerikil dengan banyak batu besar yang rawan lepas menggelinding ke bawah.

Belum sampai setengah perjalanan, kaki saya sudah gemetaran bingung mencari pijakan yang aman dan tak membahayakan orang-orang yang mengekor di belakang. Belum ulagi konsentrasi harus terus dijaga demi bersiap-siap jika sewaktu-waktu ada batu besar yang datang dari atas. Dalam hati berkali-kali saya mengumpat kesal, sambil terus berdoa karena takut terjadi satu hal yang tak diinginkan.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Setapak demi setapak, dengan langkah sangat berhati-hati, akhirnya saya berhasil juga melewqati jalur mengerikan ini hingga sampai di daerah bebatuan yang nampak sangat kokoh untuk dijadikan pijakan. Itupun dengan pengorbanan harus meninggalkan beberapa kawan seperjalanan di bawah.

Dari atas sini saya bisa melihat 3 orang kawan yang masih kesulitan naik jauh di bawah sana. Agak egois memang, namun terus terang saya bingung, jangankan menolong kawan yang lain, berusaha untuk menolong diri sendiri saja sudah sangat menyulitkan.

Di sisi lain di jalur yang benar, serombongan bule malah asik meluncur turun di tanah berpasir. Mereka terlihat benar-benar menikmati seluncuran di atas trek pasir layaknya atlit ski di gunung bersalju seperti yang sering saya lihat di film-film. 2 jalur yang posisinya yang tak terlalu jauh ini benar-benar memunculkan situasi yang sangat kontras.

Setelah bersusah payah memacu adrenalin di jalur berbahaya, akhirnya saya tiba juga di bibir kawah Gunung Merapi yang katanya terkenal hingga ke mancanegara. Beberapa waktu lalu, tempat ini sempat menjadi hits dan mendominasi headline pemberitaan Nasional akibat kejadian tewasnya seorang pendaki yang terjatuh ke dasar kawah cuma gara-gara foto selpi di puncak tusuk gigi.

Karena masih sangat pagi, saat itu kawah merapi sedang berselubung kabut tebal bercampur asap belerang, membatasi jarak pandang saat sejenak melongok untuk melihat dasar kawah. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya kabut perlahan mulai menghilang dan memunculkan pemandangan mengerikan dasar kawah yang sangat dalam dengan hembusan asap belerang yang keluar tanpa henti.

Tepian kawah didominasi tebing bebatuan kasar yang nampak sangat labil, yang sepertinya sangat rawan longsor. Di bagian tertinggi, sebongkah batu runcing yang disebut puncak tusuk gigi atau banyak yang menyebutnya puncak garuda berdiri dengan gagah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun