Semua tudingan Nazaruddin tersebut dibantah Anas Urbaningrum yang saat itu masih Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Dia juga beberapa kali memastikan tidak ada politik uang dalam kongres Partai Demokrat di Bandung tersebut. Dia bahkan berani bersumpah siap digantung di Tugu Monas bila tuduhan itu terbukti.
Tentu saja tidak hanya Anas yang berkelit. Banyak pihak yang kemudian cuci tangan, tidak ingin terlihat kotor. Andi Malarangeng, misalnya, ia berkeras proyek Hambalang hanya meneruskan program lama saat Menpora dijabat Adyaksa Daud.
Namanya disebut-disebut Adyaksa Daud berang dan memastikan proyeknya tidak lebih dari sekadar sekolah olah raga dengan anggaran yang wajar. Hmm. Hambalang tampaknya sebuah rangkaian gerbong koruptor yang panjang. Siapa sajakah yang terlibat? Publik sedang menunggu kejujuran sebuah kesaksian dan kejujuran penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) sehingga kebusukan bisa terungkap sekalipun melibatkan orang-orang berpengaruh di lingkungan kekuasaan.
*****
Anas Urbaningrum lahir di Blitar, Jawa Timur, 15 Juli 1969; umur 44 tahun) adalah Ketua Umum DPP Partai Demokrat dari 23 Mei 2010 hingga menyatakan berhenti pada 23 Februari 2013. Terpilih pada usia 40 tahun menjadikannya salah seorang ketua partai termuda di Indonesia. Sebelumnya ia adalah Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah DPP Partai Demokrat dan Ketua Fraksi Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat. Anas terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2009 dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI (Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Tulungagung dengan meraih suara terbanyak. Sejak terpilih menjadi ketua partai, ia mengundurkan diri dari jabatannya di DPR.
Dirinya menempuh pendidikan dari SD hingga SMA di Kabupaten Blitar. Setelah lulus dari SMA, ia masuk ke Universitas Airlangga, Surabaya, melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada 1987. Di kampus ini ia belajar di Jurusan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, hingga lulus pada 1992.
Anas melanjutkan pendidikannya di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan meraih gelar master bidang ilmu politik pada 2000. Tesis pascasarjananya telah dibukukan dengan judul "Islamo-Demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid" (Republika, 2004). Kini ia tengah merampungkan studi doktor ilmu politik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kiprah Anas di kancah politik dimulai di organisasi gerakan mahasiswa. Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.
Dalam perannya sebagai ketua organisasi mahasiswa terbesar itulah Anas berada di tengah pusaran perubahan politik pada Reformasi 1998. Pada era itu pula ia menjadi anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik, atau Tim Tujuh, yang menjadi salah satu tuntutan Reformasi.
Pada pemilihan umum demokratis pertama tahun 1999, Anas menjadi anggota Tim Seleksi Partai Politik, atau Tim Sebelas, yang bertugas memverifikasi kelayakan partai politik untuk ikut dalam pemilu. Selanjutnya ia menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2001-2005 yang mengawal pelaksanaan pemilu 2004.
Setelah mengundurkan diri dari KPU, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sejak 2005 sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah.