Mohon tunggu...
Syaifud Adidharta 2
Syaifud Adidharta 2 Mohon Tunggu... Kompasianer -

Hidup Ini Hanya Satu Kali. Bisakah Kita Hidup Berbuat Indah Untuk Semua ?

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Bergoyang atau di Goyang Menuju Kursi DKI 1

26 September 2014   01:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:30 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Massa Front Pembela Islam (FPI) dan Front Betawi Bersatu (FBB) melakukan aksi demo di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, 24 September 2014. Demo ini adalah aksi Menolak Ahok jadi Gubernur DKI Jakarta. (ilustrasi : Syaifud Adidharta)"][/caption]

Pergi menjauh dari ketidaksamaan dalam prinsif kode etik politik dan idialisme politik yang dialami Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) semakin kuat untuk meninggal Partainya, Gerindra.

Ahok yang semula diusung Partai Gerindra untuk menduduki kursi (Wagub) Wakil Gubernur DKI Jakarta sejak 15 Oktober 2012 lalu, akhirnya Ahok tetap pada pendiriannya keluar dari Partai Gerindra yang mengusung dirinya tersebut. Rupanya kabar tersebut benar membuat Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto (Prabowo) geram terhadap Ahok.

Prabowo menganggap Ahok bagaikan kacang lupa dengan kulitnya, dan tidak punya rasa terima kasih terhadap Gerindra yang membuat dirinya saat ini berjaya di DKI Jakarta, Ibukota Negara Republik Indonesia.

Akan tetapi rupanya publik sudah mengetahui lebih dalam mengapa Ahok harus lari dari Partai Gerindra, dan Ahok pun punya alasan sendiri untuk prisif  kode etik politiknya terhadap Partai Gerindra.

Keluarnya Ahok dari Partai Gerindra karena Ahok sudah merasa muak dengan Partai Gerindra, dan ternyata Partai Gerindra itu sendiri sudah lepas jalur dari plafonnya. Dan Ahok sendiri merasa kecewa dengan Gerindra yang mendukung usulan kepala daerah dipilih DPRD.

Jelas hal itu menurut Ahok adalah Partai Gerindra bukan partai demokrasi dan reformis, justru akan mengembalikan kembali cara-cara orde baru. Selain itu menurutnya dukungan itu berbeda jauh dari visi misi Gerindra ketika partai itu menariknya dari Partai Golkar.

"Kalau Gerindra memiliki pandangan konstitusi pemilihan kepala daerah oleh DPRD, kenapa waktu menarik saya keluar dari Golkar mengatakan kita perjuangkan pilihan rakyat?" tegas Ahok di Balaikota Jakarta, Selasa (9 September 2014).

Padahal, kata Ahok, jika bukan karena pilihan rakyat waktu Pilkada DKI dua tahun lalu, dia tak akan menduduki kursi Wakil Gubernur DKI. Sebab, dukungan Gerindra di legislatif tak cukup kuat dibandingkan lawannya kala itu, Fauzi Bowo dari Partai Golkar.

Sementara itu Ahok yang tengah bersiap menggantikan posisi Joko Widodo (Jokowi)sebagai Gubernur DKI Jakarta, justru Ahok pun dihadapi berbagai gonyangan dari Partai Gerindra dan kelompok lain yang tidak menghendaki Ahok jadi orang nomor satu di DKI Jakarta.

Dan Wagub DKI Jakarta Ahok akan segera dilantik menjadi Gubernur, menggantikan Gubernur DKI Jokowi yang terpilih menjadi Presiden. Namun langkah Ahok menuju kursi DKI satu tak berjalan mulus.

Dan ada saja kelompok yang tidak suka bila Ahok menjadi Gubernur. Salah satunya Front Pembela Islam (FPI) yang terang-terangan menolak Ahok dengan memasang spanduk dan mengancam akan menggeruduk kantor DPRD DKI. (sumber detikNews 19 September 2014).

Bagi Ahok penolakan FPI adalah hal yang demokrasi, dan Ahok memang akan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sesuai Undang-undang Negara yang belaku, dia menggantikan Jokowi yang terpilih menjadi presiden RI periode 2014-2019. Proses Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta ini sesuai hukum. Ahok juga mendapat pujian soal kinerjanya.

Dia dikenal bersikap tegas tak pandang bulu bila ada penyimpangan. Ahok juga dikenal suka berzakat, sodaqoh, dan infak. Dari gajinya tiap bulan dia rutin menyisihkan ke (BAZIS) Badan Zakat, Infaq dan Shadaqah.

Penolakan FPI terhadap Ahok yang siap menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta, Ahok tetap bersikap kalem. Ahok memilih tak berpolemik. Dia malah melontarkan pujian atas spanduk yang dipasang FPI di beberapa wilayah DKI Jakarta atas penolakan dirinya tersebut. "Biarin saja, ya baguslah," terang Ahok di Jakarta, Kamis (detiknews, 18 September 2014).

Dari peristiwa yang terungkap diatas soal Ahok harus di goyang keras untuk tidak bisa menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi, goncangan kuat datang dari kelompok FPI, dan sementara itu banyak kalangan beranggapan hal itu kemungkinan ada hubungannya dengan perseteruan Ahok dengan Parta Gerindra.

Namun rupanya Partai Gerindra membantah keras atas banyak tudingan keterlibatan Partai Gerindra dengan aksi FPI menolak Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. Hal itu diungkapkan dengan tegas oleh Ketua DPP Gerindra Desmon J Mahesa.

Desmon mengatakan, meski FPI mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2014, bukan berarti punya kaitan kuat dalam persoalan spanduk tolak Ahok. Menurut dia, isu ini sengaja dihembuskan untuk memperburuk citra Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto.

"Meski dukung di pilpres, bukan berarti ada kaitannya. Itu aja yang kira-kira cari pembusukan nama Prabowo Subianto. Enggak mungkin lah," ujar Anggota Komisi III DPR itu.

Dia mengisyaratkan partainya tidak ingin mencampuri jika memang FPI benar menolak Ahok.

"Enggak ah, enggak benar itu," sebutnya.

FPI DKI Jakarta diketahui memasang dan menyebar spanduk penolakan mereka terhadap Ahok yang akan menggantikan Jokowi. Spanduk itu disebar di sejumlah wilayah, berukuran 2x1 meter persegi, dan bertuliskan 'TOLAK AHOK.. HARGA MATI!!!

*****

Meneliti pernyataan Ketua DPP Gerindra Desmon J Mahesa atas penolakan kerasnya Partai Gerindra ada dibelakang aksi FPI tersebut, memang hal itu perlu dibuktikan dengan nyata dalam perangkat hukum perundang-undangan negara yang berhubungan dengan politik nasional, selain itu perlunya Partai Gerindra dapat lebih menyamankan suasana politik yang lebih demokrasi serta bermartabat.

Partai Gerindra harus dapat memberikan penjelasan yang terang benderang soal perseteruannya terhadap Ahok, selain itu dapat pula memberikan pencerahan yang lebih mendidik tentang politiknya yang demokrasi dan reformis kepada masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal itu perlu dilakukannya. Bukan hanya bisa berkomentar keras dan menolak keras atas prinsif demokrasi seseorang seperti Ahok.

*****

Ditulis oleh : Syaifud Adidharta atau Syaifud Adidharta Edisi : 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun