Mohon tunggu...
Koes Syaidah
Koes Syaidah Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Ibu dan Pekerja

Seorang ibu yang bekerja

Selanjutnya

Tutup

E-Sport

Jangan Main Game Terus! Eh Tahu-Tahu Gedenya Jadi Atlet Esports

8 Juni 2022   09:07 Diperbarui: 8 Juni 2022   10:11 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permainan games sekarang telah masuk ke dalam bagian olahraga kategori esports, dan diakui sebagai salah satu cabang olahraga yang patut diperhitungkan. Beberapa nama games yang kemarin turut dipertandingkan di SEA GAMES 2021 di Hanoi, Vietnam antara lain: Mobile Legends (ML), Free Fire (FF), PUBG Mobile (PUBGM), FIFA 4, League of Legends, Cross Fire, dan Arena of Valor (AoV). Jenis games di SEA GAMES 2021 ini ada sedikit perbedaan dengan yang dipertandingkan di tahun 2019.

Menjadi seorang atlet esports kini menjadi pilihan karir baru, dengan level yang sama dengan atlet olahraga professional lainnya seperti: pemain sepakbola, petinju, pesilat, dan lain sejenisnya. Hal yang sebenarnya bertentangan dengan stigma masa lalu bahwa bermain games dapat merusak masa depan seorang anak. Sesuatu yang dulu menjadi musuh bagi orangtua setiap kali menemukan anaknya memegang gadget dan mulai bermain games.

Namun perlu diketahui bahwa seiring dengan pengertian bahwa bermain games adalah pilihan karir, kemampuan bermain games yang diperlukan pastinya harus diatas rata-rata. Diperlukan latihan dan pengetahuan yang mumpuni tentang games yang sedang ditekuni sebagaimana pilihan menjadi karir olahragawan professional lainnya. 

Pemain bola pasti dituntut kemampuan bermain bola yang tidak sama dengan orang biasa bermain bola. Seorang petinju, karateka, dan atlet-atlet sejenis pun sama. Tuntutan profesionalisme meliputi skill dan knowledge menjadi salah satu kunci sukses.

Di masa sekarang, beberapa sekolah baik di Indonesia maupun diluar negeri telah memasukkan esports sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler bahkan menjadi salah satu bagian mata pelajaran hingga satu jurusan khusus agar hobi anak bermain game menjadi peluang menjadi seorang professional gamer.

Lalu kapan kira-kira seorang anak diperbolehkan bermain game sebagai pilihan karirnya? Adalah pertanyaan yang bersifat fleksibel, tergantung kepada kondisi anak dan kebijakan orangtua. Kalau pengalaman saya, anak saya Ihsan bahkan tidak saya beri HP sampai dia duduk dikelas 2 SMP. 

Minat bermain games terlihat serius di saat dia klas 3 SMP, itupun game PC bukan mobile (HP) yakni game Lost Saga. Kemampuan yang dia tunjukkan dengan menjadi juara 1 tingkat DKI Jakarta di tahun 2015/2016 membuktikan besarnya passion dia menggeluti game. Meskipun saat itu saya awam dunia esports, saya tidak bisa begitu saja mematahkan minat besarnya hanya dikarenakan stigma bahwa games itu merusak pendidikan anak. Saya membuat komitmen dengan anak agar tetap menyelesaikan pendidikan dasar nya. Alhamdulilah sekarang dia telah sukses menjadi salah satu atlet esports Indonesia di game Mobile Legends.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten E-Sport Selengkapnya
Lihat E-Sport Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun