"Teruntuk Indonesia tercinta, tetap menjadi negara yang aman, damai, dan sejahtera, seperti amanah dari para pahlawan Indonesia"Â - dari kami kaum millenial Indonesia
Setiap rakyat menginginkan pemimpin yang baik untuk negara, pemimpin yang jujur, adil, dan bijaksana.
Sesekali aku berpikir, aku sudah cukup pintar untuk hidup didunia, dengan seluruh pengetahuan yang aku miliki, apalagi hanya tentang politik, aku cukup pintar memilah mana yang benar dan mana yang salah, mereka tidak dengan mudah membodohi ku, memprovokasi, dan merubah pola pikir ku.
Namun ternyata aku salah, ternyata dunia politik memang sekejam ini. Kesadaran ini bermula saat pemilu 2019 kemarin, ya tepatnya tanggal 17 april 2019. Ini kisah ku,
14 april 2019,
Hari ini adalah 3 hari menuju pemilu, namun aku belum juga menentukan pilihanku, aku bingung sebagai seorang pemula aku tidak tau harus memilih siapa, dan mengapa.
Segelintir pertanyaan mulai menghantui ku "milih siapa nanti?", "jangan golput loh". Rasa penasaran ku pun muncul, segeralah aku mencari informasi tentang 2 paslon tersebut.
Mulai dari latar belakangnya, sejarahnya, program kerjanya, visi misi, dan sebagainya. Hingga akhirnya pada tanggal 17 april 2019 aku sudah menetapkan pilihanku.
17 april 2019
Ini hari yang paling aku tunggu - tunggu, pertama kali aku akan pergi ke tps, dengan sangat antusias. Karena aku yakin akan pilihanku. Dengan hati yang ikhlas aku berdoa 'yatuhan, siapapun presidennya jadikan lah beliau pemimpin yang baik' ku lipat kertas tersebut dan ku masukan kedalam kotak suara. Dengan hati tenang aku berjalan pulang kerumah.
Beberapa jam setelah pemilu,
Ternyata semua tidak semudah itu, segelintir berita berita buruk mulai bertebaran di Internet, segelintir fitnah - fitnah keji mulai menimbulkan kontroversi dimasyarakat.
Hasil quick count di televisi dianggap palsu, masyarakat mulai terpecah, tidak terima kalah, tidak terima difitnah. Provokasi dimana - mana, sampai kulihat tulisan tentang ' PERGERAKAN PEOPLE POWER' rasa takut pun mulai menyelimuti ku, Ini kah awal mula perpecahan negara? Akan kah tragedi tragedi sebelumnya terulang? Jujur aku kecewa.
Aku kecewa dengan sikap politikus yang tidak demokrasi, sikap politikus yang provokasi, seketika kuingat kembali riset yang aku dapat sebelum pemilu.
Riset yang menunjukan pola politik yang kejam, permainan kaum elit yang egois, tidak memikirkan rakyat, ketika perbedaan menjadi salah, ketika agama menjadi kunci provokasi meraih suara, ketika fitnah digunakan untuk menjatuhkan lawan, ketika beramal dijadikan ajang untuk membuat citra, ketika masyarakat menuhankan para ulama, ketika politikus memikirkan kepentingan pribadi, inikah negara ku? Inikah Indonesia?
Teringat kembali cerita nenek ku dulu, tentang bagaimana para pahlawan merebut Indonesia dari para penjajah, bagaimana perjuangan mereka memerdekakan Indonesia, bagaimana mereka menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat, semboyan bhinneka tunggal ika yang selalu menjadi acuan bangsa, peringatan dari para pahlawan terdahulu untuk selalu saling menghormati perbedaan. Para pejuang negara yang hanya menginginkan kemerdekaan bukan uang.
Seketika air mata ku menetes, seakan mengkhianati para pahlawan, seakan menghancurkan negara yang telah mereka bangun, perpecahan dalam negara, perpecahan sesama bangsa, semua hanya terjadi karena keegoisan semata. Hai para pemimpin terdahulu, kami menginginkan Indonesia seperti dulu, negara yang adil, damai, dan sejahtera.
- dari kami para penerus bangsaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H