Masyarakat kini tengah diramaikan oleh kasus kontraversi #justiceforaudrey terkait pengeroyokan siswi SMP oleh 12 orang siswa SMA, sekitar 3 juta orang menandatangani petisi yang menuntut keadilan untuk korban. Tidak hanya itu, beberapa influencer, artis, bahkan presiden ikut turun tangan mengenai kasus ini. Kasus yang berujung dengan menetapkan 3 tersangka yang divonis penjara 3,5 tahun ini nampaknya masih ramai dibicarakan dengan munculnya taggar baru #audreyjugabersalah bahkan banyaknya berita  hoax di media yang mengatakan bahwa kasus ini merupakan rekayasa.
1. Melihat dari sudut pandang korban
Pemberitaan yang beredar tentang rekam jejak korban di internet membuat masyarakat kaget. Hal tersebut seketika menghancurkan ekspektasi masyarakat yang beranggapan bahwa korban hanyalah anak kecil polos yang dibully oleh siswa SMA.
* Dianggap rekayasa
Adanya pemberitaan yang menganggap bahwa korban hanya merekayasa cerita membuat pihak korban kecewa. Hasil vonis ulang yang membuktikan tidak adanya bukti penganiyayaan berat pada korban membuat masyarakat berpikir bahwa kasus ini hanya rekayasa.
* Membantah karena dianggap drama
Pihak keluarga menunjukan bukti bukti foto bekas luka, lebam pada tubuh korban seperti tangan, kaki, perut dan membantah tuduhan atas cerita yang dianggap rekayasa tersebut.
Â
2. Melihat dari sudut pandang pelaku
* Membantah berita tentang pengroyokan
Berdasarkan klarifikasi pelaku membantah adanya pengroyokan mereka mengatakan memang benar bahwa mereka melakukan penganiyayaan, namun hanya penganiyayaan ringan, tidak mengkroyok melainkan satu lawan satu bergantian, kami hanya bertiga dan yang lainnya hanya menonton
* Membantah berita tentang merusak alat vital
Pelaku juga mengatakan bahwa pemberitaan mengenai merusak alat vital itu sama sekali tidak benar. Mereka mengaku hanya menjambak, mendorong sampai terjatuh, melempar sendal. Pemberitaan tentang membenturkan kepala Korban ke aspal, mencolok kemaluan korban, serta menendang dengan sendal gunung itu tidak benar.
3. Melihat dari sudut pandang politisi
* Menetapkan 3 tersangka
Berdasarkan data serta bukti - bukti yang terkumpul polisi akhirnya menetapkakan 3 tersangka dengan hukuman penjara 3,5 tahun
* Melakukan vonis ulang pada korban
Setelah menetapkan 3 tersangka tersebut polisi melakukan vonis ulang pada korban dan menyatakan bahwa hasil vonis tersebut normal, tidak ada luka, lebam, serta tidak ada kerusakan di selaput korban
* Diduga adanya kasus penyuapan
Sebagian masyarakat yang merasa dipermainkan dengan kasus ini berasumsi adanya kasus penyuapan yang terjadi antara pelaku dan hukum. Masyarakat mencurigai tindakan vonis ulang pada korban setelah permasalahan selesai dan sudah menetapkan 3 pelaku dan menjatuhkan hukuman penjara. Masyarakat curiga akan keputusan hukum yang berubah ubah. Selain itu mereka merasa aneh bagaimana bisa pelaku sudah dijatuhkan hukuman jika memang bukti atau data yang ada belum valid.
4. Melihat dari sudut pandang netizen
* Mengangkat latar belakang korban dan melebelinya dengan anak nakal.
Kasus # justiceforaudrey ini nampaknya belum membuat masyarakat puas dengan hasil akhir yang menetapkan 3 tersangka. Rupanya masyarakat memunculkan beberapa hipotesis baru dan mencari tau latar belakang korban maupun pelaku. Ternyata mereka menemukan adanya karakter korban yang nakal dan sering berkata kasar disosial media. Bahkan perkataan ini dianggap tidak sepantasnya diucapkan oleh orang dewasa apalagi anak anak. Label 'anak polos' pada korban seketika tercoreng dimata masyarakat. Empati dari masyarakatpun menjadi menurun. Tidak jarang yang merubah presepsinya dengan mendukung pelaku, menyalahkan korban, bahkan membully korban.
* Mudah terpengaruhi media / masyarakat labil
Adanya pro dan kontra terkait kasus #justiceforaudrey dan #Audreyjugabersalah ini membuat antusias masyarakat untuk berkontribusi serta mengeluarkan pendapatnya. Informasi yang bertebaran diinternet dengan cepat diterima oleh masyarakat sehingga menciptakan makna yang berubah - ubah / labil.
* Berekspektasi lebih dan kecewa.
Adanya pemberitaan dari media yang melabeli kasus ini sebagai kasus 'bully' seakan akan menciptakan perspektif masyarakat bahwa korban adalah anak polos. Kata bully biasanya digunakan untuk tindakan penindasan yang kuat terhadap yang lemah.
5. Sudut pandang media
* berita sebagai rating
Penyebaran informasi media yang begitu cepat tanpa memverifikasi informasi terlebih dahulu membuat banyaknya berita hoax yang bermunculan. Media dengan cepat mencari informasi terkait kasus viral yang ada untuk menaikan rating untuk kepentingannya.
* mengemas berita secara berlebihan
Penggunaan tata bahasa pada berita yang berlebihan menciptakan perspektif negatif pada masyarakat. Strategi 'clickbait' yang sudah menjadi andalan untuk memasarkan artikel menciptakan ekspektasi berlebih ke masyarakat. Sehingga masyarakat kaget bahkan kehilangan empati saat mengetahui latar belakang korban serta penjelasan atau klarifikasi pelaku yang sebenarnya.
Jadi bagaimana pendapat kalian terkait kasus ini? Apa mungkin pelaku tidak bersalah walaupun mereka sudah melakukan pengakuan? Apakah mungkin benar pihak korban melebih lebihkan informasi yang ada? Apakah benar kasus ini hanya rekayasa? Apakah benar ada permainan antara pelaku dengan hukum sehingga membuat peralihan masalah?
Apakah benar ada permainan antara media dan pelaku sehingga menciptakan pro dan kontra terhadap masyarakat? Dan apa motivasi korban jika memang mereka merekayasa hal ini? Serta apa motivasi media dan netizen untuk menguak latar belakang korban ke khalayak luas? Apakah ada permainan dari pihak pelaku untuk mendapatkan empati agar mendapat keringanan hukum?
Sebagai pembelajaran bagi kita untuk menyaring informasi media terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H