Mendengar ucapan Soca membuat Hendrik terkekeh, "HAHAHAHAHA Jangan membuatku tertawa lebih keras lagi tolong, perut ku tak kuat menahan semua ini. Kau? Ingin membunuhku? Ingatlah Soca, aku ini bukan lagi makhluk hidup, aku ini hanya kematian yang kebetulan masih bisa berjalan di bumi ini," Kata Hendrik sambil menahan tawanya. "Tapi, biarpun kau memang bisa membunuh kematian itu sendiri, aku tak akan menyerahkan diriku dengan mudah."
Kini giliran Hendrik yang mendekati Soca, memperkecil jarak antara mereka. "Aku harap kau tidak lupa sebenarnya aku ini apa." Kata Hendrik berbisik tepat di telinga Soca. "Baiklah tak usah bertele-tele. Ayo Soca, kita akhiri ini sesegera mungkin, aku sudah tak sabar ingin memiliki mata gadis itu." Hendrik melompat mundur dan segera memasang ancang-ancang.
Suasana menjadi hening tanpa adanya suara. Jarah antara Soca dan Hendrik cukup jauh, tentu ini akan menguntungkan Soca karena ia akan menggunakan pistolnya dan mungkin ini adalah akhir bagi Hendrik. Mata mereka saling menatap, menyelam kedalam gelapnya malam, menggali masa lalu yang sudah dilupakan.
"Terima ini!" Hendrik melompat dengan cepat menuju Soca, dengan cepat juga Soca menarik pelatuk pistolnya. 'DORR!' Lagi lagi suara tembakan menggema di ruangan. Hendrik pun tersungkur dari pijakannya, tergeletak dengan darah menggenang. Soca segera menghampiri Grise yang ternyata sudah menangis sedari tadi. "Kau tidak apa apa? Biar aku lepas ikatannya." Soca segera melepaskan ikatan pada tangan Grise. Tapi...
"Aagh!" Soca menjerit kesakitan. Soca reflek mengarahkan pistolnya dan berbalik badan. "Sial, ternyata yang tadi itu belum cukup ya Hendrik? Sesuai perkiraanku." Kata Soca sembari menahan rasa sakitnya. Kini, berdiri didepannya sosok Hendrik yang berbeda dari sebelumnya, bahkan kini ia lebih menyeramkan lagi. Soca pun menembakkan pistolnya kearah Hendrik, namun Hendrik yang sudah melepaskan kekuatan aslinya mampu menghindari semua tembakan itu dengan cepat.
"Sial kau Hendrik." Gumam Soca kesal. Didalam ruangan yang sempit mereka bertarung dengan sengitnya. "Sudah berapa peluru yang kubuang buang, aku harus mengakhiri ini sekarang juga." Soca pun berlari menuju Hendrik begitupun Hendrik yang begitu cepat melompat kearah Soca. "Rasakanlah kematian Hendrik!!" Teriak Soca sambil menancapkan Kerisnya kedada Hendrik.
"AAAAAGH!" Hendrik berteriak dengan kencang. Dengan segera Soca mengeluarkan pistol nya dan menembakkan peluru terakhir itu tepat di kepala Hendrik, "Dengan begini, berakhirlah sudah."
'DORR!!' Lagi lagi suara tembakan menggema di ruangan itu. Hendrik pun menghilang bagaikan abu yang tertiup angin. Soca yang sadar akan luka yang semakin mengeluarkan darah perlahan melemah, ia pun tersungkur. Pandangan Soca perlahan mulai menggelap semuanya begitu gelap.
"Tuan Soca? Tuan? Apakah anda baik baik saja?" Tanya Grise sedikit berteriak, "Siapapun tolong! Tolong!!" Dengan segenap kekuatannya Grise berteriak minta tolong. Teriakan itu terdengar sampai keluar rumah sakit sampai sampai Arya yang sedang tertidur di mobil langsung terbangun dan berlari menuju asal suara.
"Apa yang sudah terjadi diatas sana? Soca bertahan lah, Aku akan segera sampai." Gumam Arya dalam hati. Arya segera berlari menuju sumber suara.
"Tuan Soca, bertahanlah sedikit lagi, aku mohon." Ucap Grise tanpa bergerak sedikit pun karena dirinya masih dalam posisi terikat di kursi. "Maaf aku telat, apa yang sudah terjadi?" Arya datang dengan terengah-engah, "Soca?! Bertahanlah sebentar lagi aku akan berusaha mengobati mu." Arya segera mengeluarkan alat pengobatan yang ia miliki untuk menutup luka Soca.