Mohon tunggu...
Syahtian Suprayogi
Syahtian Suprayogi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Hanya Mahasiswa Biasa

Born To Borneo

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Harapan di Lahan Gambut

14 Agustus 2020   18:32 Diperbarui: 17 Agustus 2020   04:13 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Rumah miring akibat daya topang gambut rendah (sumber: dok.pribadi)

Ketapang, Banyaknya tanggapan negatif tentang tanah gambut mungkin sering terdengar ditelinga kita. Mulai dari kesuburannya yang rendah, penyumbang kebakaran hutan dan emisi karbon yang tinggi. Serta statmen yang sudah melekat dimana tanah gambut identik dengan kelapa sawit. 

Tanah gambut itu sendiri adalah tanah yang terbentuk dari sisa-sisa bagian tumbuhan seperti batang, ranting dan akar. Akibat penimbunan lebih cepat dibandingkan penguraiannya sehingga terbentuklah yang kita kenal sekarang dengan nama gambut Berdasarkan pembentukan tanah gambut dibagi dua yaitu topogen dan ombrogen.

Kebakaran hutan banyak terjadi dilahan gambut, dikarenakan lahan gambut menyimpan carbon yang tinggi. Masalah muncul ketika orang membuka gambut dengan cara dibakar, menebang pohon yang ada sehingga tanah gambut terbuka. 

Lahan gambut yang terbuka kelembabanya akan menurun dan lama-kelamaan akan mongering, carbon yang terperangkap didalam tanah pun akan lepas keluar, dan sangat mudah memicu kebakaran hutan. Sehingga pada saat pengenlolaan lahan gambut pentingya menanam tanaman penutup tanah agar kelembaban lahan gambut dapat terus terjaga.

Lahan gambut dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan budidaya perikanan. Beberapa tanaman yang dapat dibudidayakan ditanah gambut antara lain, nanas, lidah buaya, padi, cabai, karet dan kelapa sawit. 

Sementara budidaya ikan yang dapat dilakukan di lahan gambut antara lain, patin, nila dan lele. Sebelum menjadikan lahan gambut sebagai lahan pertanian kita terlebih dahulu harus mengenal tanah gambut itu seperti apa, jangan sampai dari yang semula ingin memanfaatkan malah merusak.

Sebelum kita memanfaatkan  tanah gambut  untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, ada beberapa sifat fisik tanah gambut yang harus kita perhatikan diantaranya:

Kematangan Gambut
Kematangan gambut diartikan sebagai tingkat pelapukan bahan organik yang menjadi komponen utama dari tanah gambut. Kematangan gambut sangat menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena sangat berpengaruh terhadap tingkatan kesuburan tanah gambut, dan ketersediaan hara. 

Semakin matang suatu tanah gambut maka ketersediaan hara pada lahan gambut relatif lebih tinggi jika dibandingan dengan gambut mentah. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi saprik (matang), hemik (setengah matang), dan fibrik (mentah).

Untuk mengidentifikasi tingkat kematangan tanah gambut bisa kita lakukan secara langsung di lapangan, dengan meremas gambut dengan menggunakan tangan. Jika setelah diremas kurang dari sepertiga gambut yang tertinggal dalam tangan maka gambut digolongkan sebagai gambut saprik, sebaliknya jika yang tertinggal lebih dari dua pertiga maka gambut tergolong sebagai gambut fibrik. 

Gambut digolongkan sebagai gambut hemik, jika yang tertinggal atau yang lolos sekitar 50% . Pada gambut saprik, bagian gambut yang lolos relatif tinggi karena strukturnya relatif lebih halus, sebaliknya gambut mentah masih didominasi oleh serat kasar.

Kadar Air (KA)
Berbeda dengan tanah mineral, tanah gambut dapat menyerap dan menyimpan air jauh lebih tinggi, hal ini dikarenakan lahan gambut memiliki kandungan bahan organic yang dominan. Air yang terkandung di tanah gambut mencapai lebih dari 300% dari bobot kerignya yang berarti gambut mampu menyerap air 1 sampai 13 kali bobotnya.

Berat Isi (Bulk Density)
Berat isi tanah gambut biasanya sangat rendah rata-rata 0,2 g cm-3 karena adanya pengaruh bahan mineral, namun masih jauh dibanding BD tanah mineral yang berkisar 0,7-1,4 g cm-3 .Tingkat kematangan gambut sangat berpengaruh terhadap besarnya berat isi gambut, semakin matang gambut maka rata-rata berat isi gambut menjadi lebih tinggi.

Subsiden
Tanah gambut juga rawan terjadi penurunan permukaan tanah/ subsiden, hal ini terjadi biasanya disebabkan oleh proses drainase yang berakibat air yang berada di antara massa gambut mengalir keluar.

Subsiden pada lahan gambut biasanya dapat dilihat pada akar tanaman yang muncul dipermukaan tanah yang diakibatkan tanah gambut menurun atau kempis. Subsiden  menyebabkan keterbatasan ruang penyimpanan air, sehingga fungsi gambut sebagai pengatur tata air untuk daerah sekitarnya juga bisa menurun

Daya Menahan Beban (Bearing Capacity)

Gambar 2. Tiang listrik miring (sumber:dok.pribadi)
Gambar 2. Tiang listrik miring (sumber:dok.pribadi)
Kita yang hidup dekat atau pada lahan gambut pasti pernah atau sering melihat adanya pohon yang miring/tumbang, bangunan rumah yang miring, jalan aspal yang rusak.

Hal tersebut terjadi dikarenakan daya menahan beban (bearing capacity) gambut yang tergolong rendah selain itu pada lahan pertanian terutama perkebunan (tahunan) sering menjadi faktor penghambat produktivitas tanaman. Kondisi tanaman yang tidak tegak (doyong) yang sering ditemukan di lahan gambut merupakan indikasi rendahnya daya menahan beban tanah gambut.

Daya menahan beban tanah gambut dipengaruhi oleh tingkat kematangan gambut. Gambut yang relatif lebih matang umumnya lebih padat sehingga daya menahan bebannya menjadi lebih tinggi. Beberapa perusahaan besar melakukan peningkatan daya menahan beban melalui proses pemadatan dengan menggunakan alat mekanisasi. 

Namun demikian hal ini juga sering sulit dilakukan karena pada tanah dengan daya menahan beban yang rendah alat-alat mekanisasi sulit digunakan. 

Selain akibat BD tanah yang rendah, kondisi gambut yang terlalu lunak/lembek akibat kadar air yang terlalu tinggi juga berkontribusi terhadap rendahnya daya menahan beban tanah gambut. Oleh karena itu drainase selain bertujuan untuk menghilangkan kelebihan air, juga untuk meningkatkan daya menahan beban.

Irreversible Drying (Kering Tidak Balik)
Tentu kita tidak lupa dengan Kebarakarn dilahan/hutan di Kalimantan dan Sumatra pada tahun 2015 dan 2019 lalu paling banyak terdapat pada lahan gambut. 

Pada kondisi tanah gambut kering mengakibatkan tanah gambut sangat mudah terbakar baik di atas permukaan maupun di dalam tanah. Sehingga dalam pengelolaannya pentingnya menjaga kelembaban dan menanam tanaman penutup tanah untuk menjaga kelembaban tanah gambut agar kandungan CO2 didalam tanah gambut tidak mudah terlepas dan tanah menjadi kering dan mudah terbakar.

Gambar 3. Tanah gambut pasca kebakaran (sumber: dok.pribadi)
Gambar 3. Tanah gambut pasca kebakaran (sumber: dok.pribadi)
Pengelolan Tata Air Lahan Gambut
Sebelum melakukan pembudidayaan tanaman di lahan gambut bainya mengatur tata air di lahan gambut diantara lain harus mampu menekan terjadinya penurunan fungsi lingkungan dari lahan gambut akibat dilakukannya proses drainase/ penurunan muka air tanah, namun tetap bisa memenuhi syarat tumbuh tanaman yang dibudidayakan. 

Oleh karena itu, tinggi muka air tanah harus diatur sampai batas minimal dimana tanaman masih mampu tumbuh dengan baik. Artinya tinggi muka air tanah harus diatur supaya tidak terlalu dangkal dan tidak terlalu dalam. 

Hal ini dapat dilakukan jika tersedia fasilitas pengendali berupa pintu air di setiap saluran, terutama jika pengembangan lahan gambut dilakukan dalam skala luas. Untuk pengelolaan air pada lahan gambut berdasarkan umur tanamannya dapat dibagi dua yaitu:

1. Pengelolaan Air pada Lahan Gambut Berbasis Tanaman Semusim

Gambar 4. Pengelolaan air tanaman padi dilahan gambut (sumber:dok.pribadi)
Gambar 4. Pengelolaan air tanaman padi dilahan gambut (sumber:dok.pribadi)
Pengelolaan air pada lahan gambut wajib dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah gambut, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman budidaya tetapi juga menjaga ketinggian muka air tanah gambut yaitu dengan membuat pintu-pintu air pada saluran drainase sehingga air yang dibutuhkan untuk lahan budidaya dapat di management dengan baik

2. Pengelolaan Air pada Lahan Gambut Berbasis Tanaman Tahunan

Pengelolaan air pada tanaman tahunan biasanya menggunakan sistem satu arah atau bias menggunakan sistem yang sama dengan tanaman semusim (sistem tebat). Untuk kecepatan aliran air biasanya dijaga tidak terlalu cepat, untuk menghindari terjadinya penurunan permukaan tanah/subsiden. 

Pada tanaman tahunan kedalaman saluran drainase biasanya tidak terlalu dalam, pada tanaman kelapa sawit rata-rata kedalaman drainase berkisar 50-70 cm, untuk taaman karet berkisar 20-40 cm, sedangkan tanaman sagu dan nipah menggunakan sirkulasi air yang sama seperti tanaman padi. 

Selain itu pada saat musim kemarau sangat penting untuk menjaga kedalam air tanah 0-10 cm dibawah permukaan tanah untuk menghindari kebarakan lahan pada tanaman budidaya tahunan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun