Mohon tunggu...
Syahru Nur Zaman
Syahru Nur Zaman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Main game

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memahami Kalimat "God is Dead" dari Friedrich Nietzsche

18 Juni 2024   10:00 Diperbarui: 18 Juni 2024   10:06 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"God is dead. God remains dead. And we have killed him. How shall we comfort ourselves, the murderers of all murderers?” yang artinya “ Tuhan telah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuh-Nya. Bagaimana kita akan menenangkan diri, para pembunuh dari segala pembunuh?” kata kata ini pertama kali dikemukakan Friedrich Nietzsche dalam bukunya yang berjudul "Thus Spoke Zarathustra” dalam bagian bab "The Parable of the Madman" ("Parabola Orang Gila"). [1]

Friedrich Nietzsche (1844-1900) adalah seorang filsuf Jerman yang sangat berpengaruh pada abad ke-19. Ia dikenal karena pemikiran-pemikirannya yang kontroversial dan kritis terhadap banyak aspek kehidupan dan budaya pada masanya. Beberapa karyanya yang terkenal antara lain "Thus Spoke Zarathustra" ("Also sprach Zarathustra"), "Beyond Good and Evil" ("Jenseits von Gut und Böse"), dan "Ecce Homo."[1]

[1] “Nietzsche, Friedrich | Internet Encyclopedia of Philosophy,” diakses 3 Maret 2024, https://iep.utm.edu/nietzsch/.

Pemikiran Nietzsche banyak mengkritik agama terutama agama kristen. Kritiknya terhadap moralitas Kristen, yang dominan pada era tersebut, berkaitan dengan pandangannya bahwa moralitas tersebut menghambat ekspresi vitalitas dan kreativitas manusia dengan menekankan kepatuhan, kerendahan hati, dan penolakan terhadap keinginan dunia ini. 

Pernyataan kontroversialnya bahwa “God is dead" (Tuhan sudah mati) mencerminkan keyakinannya bahwa kepercayaan tradisional pada Tuhan dan moralitas Kristen kehilangan relevansi di era ilmu pengetahuan dan pemikiran rasional.

Friedrich Nietzsche memaknai frasa "Tuhan telah mati" sebagai suatu simbol perubahan mendalam dalam pandangan dunia dan moralitas manusia pada masanya. Dalam karya monumentalnya, "Thus Spoke Zarathustra", Nietzsche menggunakan pernyataan ini sebagai metafora untuk merujuk pada kemerosotan kepercayaan tradisional pada Tuhan, khususnya dalam konteks moralitas Kristen. 

Ia mengamati bahwa kehilangan dasar moral yang diberikan oleh agama menyebabkan krisis moral, menciptakan kekosongan nilai mutlak yang berpotensi mengakibatkan ketidakpastian dan nihilisme (ketidakpercayaan terhadap makna). Nietzsche melihat bahwa dengan "Tuhan telah mati", manusia dihadapkan pada tugas untuk menciptakan nilai-nilai baru yang bersumber dari diri mereka sendiri, membebaskan diri dari ketergantungan pada norma-norma agama.[2]

Frasa “Tuhan telah mati” menjadi suatu peringatan dari Nietzsche jika cepat atau lambat masyarakat tidak akan lagi membutuhkan agama. Dengan hilangnya agama pada kehidupan masyarakat membuat terjadinya kemerosotan moral dan hilangnya makna kehidupan manusia. 

Hal ini bisa kita lihat melalui fenomena-fenomena zaman sekarang terutama di negara barat seperti maraknya aktivitas LGBT, sex bebas, kekerasan, dan perbuatan yang dilarang oleh agama lainnya. Indonesia juga menjadi negara yang terpengaruh dari kemerosotan moral ini. Indonesia adalah negara dengan penduduk islam terbanyak di dunia, meski begitu terdapat sebuah fenomena yang disebut dengan islam KTP.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun