Ketika masih bocil aku sering meniru tokoh dora ketika mengatakan 'katakan peta, katakan peta'Â
Dewasa ini, katakan peta dan sebuah peta benar-benar muncul di hadapanku memang dibutuhkan adanya. Tadinya tak ada tujuan yang katakanlah konkret dalam perjalanan yang penuh kelokan ini, yang biasa rangorang menyebutnya kehidu-fun bakal menyenangkan bahkan menegangkan, tapi nyatanya tidak. Ketika umur telah bertambah dewasa kepastian menjadi semacam panasea di depan realita masa dewasa yang serba tak pasti pun chaotic.Â
Kita hanya diwarta-dipaksa untuk tetap berjalan dan percaya.Â
Selain tak ada peta, di perjalanan dewasa yang repetitif dan depresif ini, sederhananya membagongkan, kita pun tak dibekali alat bantu semacam kompas. Kalaupun ada, menurutku hal semacam itu hanya tipuan belaka tak benar benar berfungsi sebagaimana mestinya biasanya paling banter menjadi ajang komersil. Sesederhana bacot motivator yang senang sekali menarik masa sembari merecoki isi dompet kita padahal wejangannya tak seberapa.Â
Pada gilirannya, kita hanya perlu berusaha dan percaya. Mendorong batu kita ke ketinggian sembari memeluk kesendirian-kesunyian.Â
So pardon the silence that your hearing
Is turning into a deafening painful shameful roar
.....Â
"Pada akhirnya, tidak ada yang tahu. Tuhan pun mungkin sebenarnya tak tahu apa-apa---kita yang sok tahu, dengan mengatakan tuhan tahu segalanya."
Aing lupa siapa yang pernah menulis/mengatakan ini, anying.....Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H