Perguruan tinggi akan selalu merindukan sosok Plato, seorang Filsuf besar Yunani, penyemai peradaban helenis, dan lebih agung adalah warisan akademia. Di tengah kondisi masyarakat Yunani yang terbelakang, forum akademia Plato menjadi oase bagi pengelana pun perindu ranah-ranah intelektualitas dan keilmuan.
Berbagai gagasan dibawa ke forum akademia untuk didiskusikan demi kemaslahatan sosial, sebagaimana tercermin dalam salah satu magnum opus Plato, Republik.
Benih akademia inilah yang menjadi pelita negeri para Dewa, disegani oleh negeri-negeri lainnya. Jauh dari spirit masa lalu bangsa Yunani yang hanya mendorong pembangunan raga, penguatan militer, penumpukan kekuasaan, juga pelapisan sosial. Sepertinya kehadiran forum akademia di Athena adalah anugrah langit untuk kepentingan kemanusiaan.
Kemajuan keadaban yang dicapai orang Yunani akibat suntikan energi akademia, mengantarkan mereka pada sebuah level peradaban masyarakat yang cukup tinggi. Sebuah negeri cita, dimana masyarakat hidup dalam suasana adil, makmur, bebas tetapi juga menjunjung tinggi moralitas.
Ideal ini sejalan dengan semangat ajaran kemanusiaan dalam agama-agama semitik (terutama Islam) tentang negeri yang dilimpahi keberkahan di bawah naungan Tuhan (baldatun thayyibatun warabbun ghafur).
Akademia sebagai ibu perguruan tinggi sejagat, mengalami masa survival yang tidak mudah. Kondisi mapan masyarakat tidak mudah memberi ruang bagi tumbuhnya gerakan intelektual, apalagi membangun tradisi keilmuan. Bilik-bilik jiwa yang telah tersandera "comfort zone", enggan beranjak menengok semesta yang sangat luas. Mitologi akhirnya menjadi pilihan, dan ini menandai babak kepunahan sebuah peradaban.
Meskipun demikian, sebagai wahana pengejawantah potensi suci kemanusiaan, "akademia-akademia" terus tumbuh mengikuti garis takdirnya. Ribuan tahun setelah kematian Plato dan Aristoteles, hingga hari ini, telah melahirkan jutaan "akademia" di berbagai belahan dunia. Sejarah mencatat bahwa gerakan-gerakan perubahan diberbagai belahan dunia selalu dipelopori oleh kalangan terdidik, dari revolusi juli di Prancis hingga revolusi Islam di Iran.
Secara nasional, pekan-pekan ini, masyarakat kita sedang disuguhi pertunjukkan "anak-anak muda" yang sedang menganyam mimpi menjadi warga ilmiah, layaknya teater akademia Athena. Sanjungan "millenial" disematkan kepada anak-anak ini, yang disejajarkan dengan para pemuda dari Ephesus, para pemuda pilihan yang rela mengorbankan "gemerlap dunia" alay demi cita-cita besar.
Pengenalan budaya akademik (sebuah istilah di PTKIN), adalah sebuah teater dalam semesta budaya perguruan tinggi. Skenario yang diamalkan secara konsisten adalah penanda kekuatan budaya.
Sebagai sebuah ritus tradisi, ia menjadi wahana internalisasi budaya perguruan tinggi. PBAK adalah panggung untuk mengenalkan Grand Culture yang dimiliki perguruan tinggi, yang kemudian terpecah-pecah menjadi sub culture, menampakkan konfigurasi pun mozaik tentang realitas sebuah komunitas ilmiah.
Anomali