Mohon tunggu...
Muhammad Syahrul Ihsan
Muhammad Syahrul Ihsan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Jakarta

Mahasiswa aktif Universitas Muhammadiyah Jakarta, jurusan Ilmu Komunikasi. Aktif dalam organisasi HIMAKOM (Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Propaganda Politik Manipulasi Massa dalam Skala Besar

19 November 2024   18:14 Diperbarui: 19 November 2024   18:17 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di tengah derasnya arus informasi yang mengalir di media sosial dan platform digital, kita sering kali terjebak dalam labirin berita yang tidak selalu benar. Di sinilah propaganda politik berperan, seperti pemain sulap yang mengalihkan perhatian kita dari fakta yang sesungguhnya. Dengan teknik-teknik canggih dan strategi manipulatif, propaganda mampu membentuk opini publik dan memengaruhi perilaku kita tanpa kita sadari. Dalam artikel ini, kita akan menyelami dunia propaganda politik bagaimana cara kerjanya, teknik-teknik yang digunakan, dan dampaknya terhadap masyarakat.

Apa Itu Propaganda Politik?

Jadi, propaganda politik itu seperti iklan, tapi bukan untuk produk melainkan untuk ide atau kebijakan. Biasanya, ini dilakukan oleh kelompok politik atau individu yang ingin mengendalikan narasi publik. Teknik-teknik yang digunakan bisa sangat beragam, mulai dari cara media menyajikan berita hingga penyebaran berita palsu (hoax).

Salah satu cara utama dalam propaganda adalah framing. Ini adalah cara media menyajikan informasi dengan cara tertentu untuk membentuk pandangan kita. Misalnya, jika ada berita tentang demonstrasi, media bisa memilih untuk menyoroti kekacauan yang terjadi sambil mengabaikan alasan di balik demonstrasi tersebut. Dengan cara ini, framing bisa membuat kita memiliki pandangan yang berbeda tentang suatu peristiwa.

Sekarang, media sosial menjadi tempat utama bagi penyebaran propaganda. Platform seperti Facebook, Twitter, dan Instagram memungkinkan informasi untuk menyebar dengan cepat dan luas. Di sini, siapa pun bisa menciptakan narasi yang mendukung agenda mereka dan mempengaruhi opini publik tanpa harus melalui saluran media tradisional. Contohnya adalah astroturfing, di mana kampanye palsu dibuat agar terlihat seperti gerakan akar rumput yang asli.

Contoh Kasus, Pemilihan Umum

Mari kita lihat contoh nyata, selama Pemilihan Presiden Indonesia 2019, kedua calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto saling serang dengan berbagai isu negatif. Banyak tuduhan dan rumor beredar yang tidak selalu berdasarkan fakta. Propaganda seperti ini bertujuan untuk merusak reputasi lawan dan mempengaruhi pilihan pemilih.

Dampak dari propaganda politik bisa sangat besar. Ketika informasi diputarbalikkan atau disajikan secara selektif, masyarakat bisa terjebak dalam kebohongan dan disinformasi. Ini menciptakan kondisi di mana opini publik dibentuk berdasarkan emosi dan keyakinan pribadi daripada fakta objektif. Kita sering mendengar istilah era post-truth, di mana kebenaran objektif sering kali kalah oleh narasi emosional.

Propaganda juga menciptakan apa yang disebut sebagai "perang opini." Masyarakat jadi terbagi menjadi kubu-kubu berdasarkan pandangan politik mereka. Ini bisa meningkatkan polarisasi sosial dan mengurangi kemampuan kita untuk berdialog secara konstruktif. Banyak orang merasa terpaksa memilih sisi tanpa mempertimbangkan argumen dari pihak lain.

penting bagi kita untuk menyadari bahwa di era informasi ini, kita adalah konsumen yang harus cerdas. Propaganda politik bisa datang dari berbagai arah dan dengan berbagai bentuk, tetapi dengan sikap kritis dan skeptis, kita bisa melindungi diri dari manipulasi. Mari kita tidak hanya menjadi penonton pasif, tetapi aktif mencari kebenaran di balik setiap informasi yang kita terima. Dengan cara ini, kita bisa berkontribusi pada pembentukan opini publik yang lebih sehat dan berbasis fakta. Ingat, dalam dunia yang penuh dengan suara-suara yang saling bertentangan, kitalah yang harus memilih untuk mendengarkan suara kebenaran!

M. Syahrul Ihsan / 23010400194
Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun