Mohon tunggu...
Syahrul -
Syahrul - Mohon Tunggu... -

menulis, disaat kesempatan itu ada...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepotong Cerita Jum'at

24 Oktober 2011   07:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:34 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari siang ini rasanya cukup bersahabat bagi Grafha. Tidak terlalu panas, dan juga tidak terlalu mendung. Cuacanya cukup terang dan kondusif, meski suhu hawa panas sedang dirasakan oleh banyak orang, dan awan mendung sudah memberikan tanda-tandanya. Jum'at hari ini. Dan siang ini banyak hati-hati yang hatinya mulai tergerak, lalu bergerak menuju rumahNya. Ada yang sambil berjalan kaki, ada yang sambil menaiki kendaraannya, ada yang tengah bersiap berjalan dengan pakaian terbaiknya, semua menuju tempat yang sama, yaitu masjid. Sepanjang perjalanan menuju masjid, tidak sedikit juga dari mereka beragama Islam yang menghiraukan bahwa hari ini adalah jadwalnya untuk sholat jum'at. Mereka-mereka yang mengacuhkan panggilan untuk sholat jum'at ini masih belum tergerak hatinya untuk berjalan ke masjid. Masih ada yang asyik-asyik duduk dipinggiran jalan sambil menikmati seruput kopi hangatnya. Ada pula yang duduk sambil menghisap kretek, lalu menyemburkan asapnya ke angkasa raya. Ada juga yang sibuk dengan pekerjaan yang belum tuntas, entah sampai kapan selesainya.

Belum lagi para pengendara, baik mobil atau motor, yang masih berlalu lalang meski panggilan adzan dari lisan sang muadzin telah membahana dilangitNya. Mereka-mereka yang belum tergerak hatinya ini, mungkin, sudah gelap dan tertutup hatinya oleh ‘virus’ yang dibawa oleh dunia. Memang, dunia ini telah menjadi tujuannya, bukan sebagai sarana untuk mengumpulkan bekal dan persiapan untuk hari yang tidak lagi ada kesempatan untuk memperbaikinya. Sayup-sayup lantuan adzan pertama di masijid itu mulai hilang bersama angin yang membawanya entah kemana. Ruang utama masjid telah dipenuhi jama'ah. Teras luarnya pun begitu, penuh. Tinggal dibarisan paling belakang yang ada dipinggiran jalan yang masih luas dan kosong. Disetiap jum'at, jelang memasuki waktu sholat jum'at, separuh bahu jalan raya yang ada didepan masjid ini disulap menjadi tempat sujud setelah dialasi karpet hijau panjang dan tikar.

Saat adzan yang kedua dikumandangkan muadzin dimasjid ini, shaf-shaf yang ada dipinggiran jalan ini pun nyaris terisi semua oleh jama'ah yang hadir untuk menunaikan sholat jum'at. Meski adzan yang kedua ini dikumandangkan, masih saja banyak yang belum tersentuh hatinya dengan panggilanNya. Ya, panggilanNya. Sebab suara adzan yang keraskan suaranya lewat alat pengeras suara itu sejatinya bukanlah suara sang muadzin semata, tapi suara itu adalah panggilanNya bagi hamba-hambaNya yang memiliki hati yang 'hidup' dan iman yang 'menyala'. Namun ternyata suara panggilanNya itu masih belum tembus ke telinga orang-orang yang berlalu lalang didepan masjid ini. Ini terlihat dari masih banyaknya kendaraan yang melintas dua arah didepan masjid ini, juga orang-orang yang masih menyepelekan ibadah yang satu ini, sholat.

Jum'at ini menjadi waktu yang beda bagi seorang yang bernama Grafha. Bagi Grafa, jum'at adalah momen yang sangat ditunggu dalam sepekan. Apa pasal? Jum'at baginya dijadikan sebagai sarana untuk mengikat makna dan mengisi kekosongan ruhiyah dalam hatinya. Grafha merasakan, iman yang ada dalam dirinya serasa mengering. Sepekan baginya adalah waktu yang cukup lama karena imannya tak mendapatkan 'makanannya'. Maka Grafha sangat bersyukur bisa bertemu hari jum'at. Hari jum'at ia jadikan sebagai terminal untuk pengisian kembali ruhiyahnya dan memberi 'makan' bagi imannya. Kalau ibarat ponsel, jika baterenya low-batt, perlu di charge kembali biar berguna lagi. Begitu juga dengan hati dan iman ini, ia perlu di re-charge ulang. Hati ini mungkin dalam sepekan telah terkotori dengan aneka virus dunia, bakteri penyakit yang merusak hati, dan penyakit lainnya yang sejenis sehingga ia, hatinya, perlu mendapatkan imunitas agar bisa menangkis dan menahan segala serangan yang menyerangnya.

Seperti halnya hati, iman pun demikian. Iman ini jika tak disirami atau diberi ‘makan’ dengan siraman ruhani, atau sering disebut taushiah, ia mudah melemah. Jika iman ini lemah, maka akan mudah sekali virus-virus yang disebar oleh dunia dan setan merangsek masuk. Diri ini menjadi tak berdaya manakala iman dalam dada lemah. Sulit bergerak dalam melakukan suatu kebaikan. Virus-virus itu berhasil menutupi iman ini, dan cahaya kebenaran yang datang kerap tak mampu menerobos dan menyentuh dinding iman. Karena tebalnya debu-debu dosa yang telah menyelimuti iman lantaran dibawa oleh virus-virus tadi dalam sepekan. Alhamdulillah dan beruntungnya bagi seorang Grafha karena ia masih diberikan kesempatan untuk bertemu dengan jum'at. Bila bertemu jum'at, ini menandakan bahwa ini adalah kesempatan baiknya untuk me-review dan me-recharge kembali iman dan hati ini setelah sepekan atau hari-hari yang telah dilewati telah banyak terkotori oleh 'virus-virus' dunia yang berseliweran dan masuk dari segala penjuru angin.

Lalu, yang menjadi pertanyaan, apakah jum'at sebelum-sebelumnya tidak bertemu atau berlalu begitu saja. Grafha mengakui dan menyadari apa yang ia dapati bila bertemu jum'at hanyalah jum’at yang berjalan seperti hari-hari biasanya. Ya, memang, sering tiap pekan bertemu jum'at. Namun yang dirasakannya bila bertemu dengannya, jum'at, tak ada makna yang bisa diikat dan diambil manfaatnya bagi hati dan imann dalam perjalanan hidupnya. Jum'at sebelumnya berlalu dihadapannya tanpa ada sedikit pun membawa perubahan dalam hari-harinya, terutama dirinya. Dan, jum'at kali ini ia merasakan sesuatu yang berbeda dengan jum'at yang sering ia jumpai setiap pekannya. Jum'at kali ini benar-benar memberikan makna tersendiri bagi seorang Grafha.

Sepertinya, jum'at ini menjadi hari jum'at 'baru' dalam dirinya. Terasa semua baginya begitu terbuka. Terbuka hatinya, terbuka pikirannya, terbuka tangannya, dan lain sebagainya. Karenanya, dihari jum'at ini serasa mendapat hidayah dariNya. Ini terlihat dari hatinya yang kembali peka dan 'hidup' imannya. Maka, tak heran saat khutbah berlangsung dirinya bisa fokus dan menyimak apa yang tengah khatib wasiatkan untuk jama'ah yang hadir dimasjid ini. Grafha merasa, wasiat itu ditujukan untuk dirinya seorang.

Ia benar-benar sedang membutuhkan suasana seperti ini. Suasana yang bisa kembali 'menghidupkan' hati dan jiwanya. Meski ada banyak cara untuk 'menghidupkan' hati, tapi kali ini hari jum'atlah yang menyentuh pikirannya untuk lebih terbuka. Segala cahaya kebaikan dan pencerahan bagi hati dan imannya terasa lebih mudah masuk dalam dirinya. Grafha merasa dirinya tercerahkan kembali, tersemangati kembali, dapat motivasi baru, dapat suplai energi yang melimpah dari untaian hikmah yang ia simak dari lisan sang khotib yang ikhlas dalam menyampaikan khutbah jum'at ini. Sekali lagi, ia begitu bersyukur mendapatkan hari yang mencerahkan bagi hati dan jiwanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun