Sejak tahun 1999, United Nations Educational Scientific Cultural Organization (UNESCO) telah menetapkan tanggal 21 Maret sebagai Hari Puisi Sedunia. Itu artinya, saat ini, Hari Puisi Sedunia telah diperingati sebanyak 22 kali.
Di Indonesia sendiri Hari Puisi Sedunia dirayakan dengan berbagai macam kegiatan, mulai dari seminar atau webinar kepenulisan puisi, lomba cipta puisi, hingga pembacaan puisi. Umumnya, puisi-puisi yang dibacakan berasal dari karya-karya penyair ternama seperti Sapardi Djoko Damono, Chairil Anwar, Wiji Thukul, W.S Rendra, dan yang lainnya. Meski demikian, tak jarang juga peserta membacakan puisi buah karyanya sendiri.
Saya termasuk golongan orang yang tidak percaya diri untuk membacakan puisi saya di depan khayalak. Bahkan bisa dibilang saya adalah orang yang tidak percaya diri untuk tampil membaca puisi. Itu kejujuran yang terdengar agak perih. Terus terang, saya lebih menikmati membaca tulisan dalam keheningan, di waktu libur seperti hari ini.
Dalam rangka turut memperingati Hari Puisi Sedunia, saya ingin membagikan rekomendasi beberapa buah buku kumpulan puisi—selain karya penyair-penyair fenomenal di atas tersebut, tentunya—yang sudah saya tamatkan setidaknya dari bulan Januari hingga Maret 2021. Beberapa dari buku-buku ini mungkin sudah pernah kamu baca atau bahkan tidak kamu ketahui sama sekali. Dan mungkin selera kita berbeda. Itu tidak masalah.
Buku Tentang Ruang (Avianti Armand)
Ruang yang Jauh cukup banyak terinspirasi dari film-film Wong Kar-wai; kehilangan, jarak, dan hal-hal yang tidak kembali. Ruang yang Sebentar diisi lebih banyak oleh puisi-puisi pendek yang lirih. Ruang Tunggu berisi manusia-manusia dan kejadian-kejadian yang sulit untuk dipahami. Sebagai seorang arsitek, Avianti Armand juga kerap memasukan istilah-istilah arsitektur dalam buku ini.
Bait keenam dari puisi berjudul Topografi adalah lirik kesukaan saya. Ia berbunyi:
Kekasih,
ketika kamu menguning nanti,
di atas meja yang redup akan hanya tertinggal
cetak biru dari yang tak pernah
kita miliki
Perempuan yang Dihapus Namanya (Avianti Armand)
Dengan bahasa yang sedikit vulgar, saya menangkap ia perlahan-lahan menguak perihal ketidaksetaraan gender serta fundamentalisme agama dan politik identitas.
Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau (M. Aan Mansyur)
Di sini, Aan tidak lagi sebagai seseorang yang hatinya dipatahkan oleh cinta dan ketidakmampuan memiliki. Dalam buku yang berisi empat puluh satu sajak ini, Aan tampak dipatahkan oleh lebih banyak hal tanpa meninggalkan karakteristik sajaknya yang membedakan ia dari penyair lain. Beberapa sajak di dalam buku ini juga menggambarkan rasa bangga Aan sebagai seorang suami dan ayah, kehangatan dalam keluarga, dan tentu saja kritik kepada kota kelahiran yang semakin mematahkan hatinya.
Almon yang Mekar dan Hal-hal Lainnya (Mahmoud Darwish)
Dalam buku yang mencakup delapan bagian ini, Mahmoud Darwish seolah sedang mencari denyut kehidupan dengan mengisahkan kembali suasana pernikahan hingga prosesi pemakaman.
Seperti Kedai Kecil, Itulah Cinta adalah salah satu puisi favorit saya dalam sekumpulan karyanya ini.
Pecinta dari Palestina (Mahmoud Darwish)
Barulah di akhir tahun 2020 saya mulai berkenalan dengan tulisan Mahmoud Darwish. Terlebih setelah saya memutuskan untuk kembali mempelajari bahasa Arab.
Pecinta dari Palestina menghimpun puisi-puisi pilihan Mahmoud Darwish dari tahun 1964 hingga 1970. Kumpulan dalam buku ini lebih berfokus pada perlawanan dan pengharapan Darwish sebagai orang Palestina terhadap penjajahan Israel. Puisi-puisi Darwish digambarkan sebagai suara yang paling lantang sebagai perwakilan rakyat Palestina. Kartu Identitas adalah puisinya yang paling terkenal.
Nah, itulah beberapa kumpulan buku puisi rekomendasi dari saya untuk kamu baca di Hari Puisi Sedunia ataupun hari-hari biasa lainnya. Sebenarnya masih ada empat buku puisi lainnya yang saya tamatkan. Namun, lima judul buku di atas lebih memenuhi selera dan kriteria saya sebagai penikmat karya sastra tertua di dunia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H